Mohon tunggu...
Grace Sihotang SH MH (HSPLaw)
Grace Sihotang SH MH (HSPLaw) Mohon Tunggu... Penulis - Advokat Dan Pengajar/ Tutor pada prodi Hukum Universitas Terbuka

Mengajar mata kuliah Hukum Pidana Ekonomi. Lawyer/ Advokat spesialisasi Hukum Asuransi Dan Tindak Pidana Asuransi. Menulis untuk Keadilan, Bersuara untuk Menentang Ketidakadilan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Memutilasi Mayat yang Telah Meninggal Terlebih Dulu, Dipidanakah?

17 Mei 2019   23:20 Diperbarui: 18 Mei 2019   03:55 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari terakhir tepatnya tanggal 14 Mei 2019, kita dikejutkan dengan kabar ditemukannya potongan-potongan mayat di beberapa tempat di Pasar Besar Malang. Penemuan mayat termutilasi yang lumayan mengerikan dan menghebohkan tersebut juga disertai pesan seperti surat wasiat, di kaki mayat, yang bertuliskan 'SUGENG' dan surat wasiat bertinta merah bertuliskan, " Pusat ruwetanmu dimanapun berada yang buat sarang ruwet ruwetanmu semua terbukti jadi ruwetnya mayat ratusan juta mayat terbelah sama keranda yang dipukul pendosa. Innalilahi wainalilahi rojiun ikannya ruwet ruwet siyita suyitno jadi seluruh malang raya kota malang Jawa Timur". 

Mayat termutilasi tersebut berjenis kelamin perempuan, berusia sekitar 34 tahun dan ditemukan hanya memakai celana dalam.

Setelah ditemukannya mayat tersebut polisi pun segera mencari pria bernama Sugeng, dan pria tersebutpun dituduh sebagai pria pembunuh wanita yang kemungkinan besar berasal dari Maluku tersebut. 

Namun setelah Sugeng ditemukan, dan dilakukan proses rekonstruksi kasus, dan pemeriksaan forensik terhadap mayat,ditemukan fakta bahwa jasad/mayat tersebut meninggal bukan karena dibunuh melainkan karena sakit paru paru yang cukup parah. Sugeng sang pemutilasi mayat menuturkan bahwa korban sendirilah yang meminta jasadnya dimutilasi. Namun ditemukan fakta lagi bahwa Sugeng adalah seorang residivis yang pernah mengenyam bui selama 3 tahun akibat memotong lidah pacarnya serta pernah pula dirawat di Rumah Sakit Jiwa akibat gangguan jiwa.

Kasus ini menjadi sangat menarik untuk dikaji, karena dua hal yaitu bahwa Sugeng bukan pembunuh mayat tersebut. Yang dilakukan Sugeng adalah memotong/ memutilasi mayat. Apakah hal tersebut dapat dipidana karena mayat bukanlah subjek hukum? Kedua. Jika Sugeng ternyata memiliki gangguan jiwa, bagaimana pertanggungjawaban pidananya??

Untuk jawaban pertanyaan pertama saya jelaskan bahwa memang Mayat/Jenasah bukanlah subjek hukum. Subjek Hukum tersebut ada dua yaitu, Manusia (Persoon) dan Badan Hukum (Recht Persoon). Namun walaupun Manusia berhenti statusnya sebagai subjek hukum setelah dia meninggal, tetap mendapatkan perlindungan hukum.

Perlindungan Hukum terhadap mayat atau jenazah ini diatur dalam Pasal 180 KUHP yaitu,  "Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hak mengeluarkan mayat dari kuburan atau mengambil atau memindahkan atau mengangkat mayat yang sudah dikeluarkan itu, dihukum penjara selama lamanya satu tahun empat bukan atau denda sebanyak banyaknya Rp. 4500"

Sayangnya pasal diatas tidak bisa diterapkan pada Sugeng, karena yang Sugeng lakukan yaitu memutilasi mayat tidak diakomodir dalam pasal tersebut.  Pasal 181 KUHP yang berbunyi 'Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya' pun tidak terlalu tepat diterapkan dalam kasus ini, karena menurut saya Sugeng belum tentu ada intensi untuk menyembunyikan mayat. Jika dia bermaksud menyembunyikan mayat tersebut, dia pasti sudah membawa mayat tersebut pergi dan membuangnya terpisah di beberapa tempat agar tidak ketahuan. Namun kita liat saja nanti pasal yang diterapkan polisi.

Pasal yang mungkin bisa diterapkan justru ada dalam Rancangan Undang Undang KUHP yaitu Pasal 314, namun sayangnya masih sebuah Rancangan. Isi dari pasal 314 RUU KUHP tersebut adalah sbb, 

"Setiap orang yang secara melawan hukum mengambil barang yang ada pada jenasah, menggali, membongkar, mengambil memindahkan, mengangkut, memperlakukan dengan tidak beradab jenasah yang sudah digali/diambil dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak katagori III". 

Melihat hal diatas ada kemungkinan Sugeng bisa bebas dari jerat pidana, karena selain tidak adanya pasal yang pas untuk diterapkan, Sugeng juga kemungkinan mengalami gangguan jiwa. 

Orang dengan gangguan jiwa, menurut pasal 44 ayat 1 KUHP dapat diterapkan Alasan Pemaaf atau Alasan Menghapus Kesalahan, yang isinya sebagai berikut, 

"Tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit jiwa". 

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat kekosongan hukum  untuk kasus kasus semacam ini. Dahulupun pada Kasus Sumanto si Pemakan Mayat, di Pengadilan terjadi perdebatan yang sengit tentang bagaimana pemidanaan untuk kasus seperti ini, demikianpun hal yang sama terjadi pada kasus pemerkosaan mayat.

Dalam kasus kasus diatas, sangat kebetulan sekali para pelaku terbukti mengalami gangguan jiwa sehingga solusinya adalah Rumah Sakit Jiwa. Namun, bagaimana jika di kemudian hari ada kasus mutilasi jenasah, pemerkosaan mayat ataupun memakan mayat yang dilakukan oleh orang yang terbukti sangat waras dan tidak mengalami gangguan jiwa, tetapi memang sadistis? Apa tidak ada perangkat hukum yang mengakomodasinya? 

Memang ada kebijaksanaan hakim yang tertuang dalam putusan hakim atau yurisprudensi, namun sebaiknya ada payung hukum untuk kasus semacam ini dengan dipercepatnya pengesahan RUU KUHP yang baru,agar tidak terjadi kekosongan hukum.

Mayat/Jenazah memang sudah tidak hidup lagi. Di beberapa daerah ada ritual membakar mayat secara beramai ramai, karena jenazah sudah tidak memiliki akal dan jiwa. Namun jenasahpun bukan barang buangan yang tetap harus dihargai dan diperlakukan beradab. 

Selain itu tidak menutup kemungkinan akibat tidak ada payung hukumnya akan banyak pemerkosa mayat (necrophilia)yang mengambil keuntungan dari hal ini. Padahal memperlakukan mayat demikian menurut saya sangat mengerikan dan mengindahkan moralitas dan kemanusiaan.

Segera percepat KUHP yang baru. Salam Keadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun