Mohon tunggu...
Grace Angelica Christy
Grace Angelica Christy Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa SMA

Manusia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Apa Dampak dan Manfaat Sinar Matahari terhadap Kesehatan Kulit?

30 Januari 2022   15:00 Diperbarui: 30 Januari 2022   18:40 1169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesuai arahan pemerintah, masyarakat Indonesia melakukan aktivitas baik bekerja, belajar dan beribadah dari rumah untuk mengurangi penyebaran penularan Covid-19.

Hal ini menyebabkan banyak orang yang jarang keluar rumah dan berada di rumah sepanjang hari dan tidak mendapatkan sinar matahari yang cukup. 

outline-2-61f678e706310e7b8d214062.jpg
outline-2-61f678e706310e7b8d214062.jpg
Dengan melihat kondisi ini, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dampak perubahan pola hidup ini terhadap Kesehatan kulit. Oleh karena itu penulis akan membahas mengenai dampak matahari terhadap Kesehatan kulit.

Menurut Isfardiyana [1] dijelaskan bahwa matahari memancarkan berbagai macam sinar yang dapat dilihat (visible) maupun yang tidak dapat dilihat (invisible) . 

Sinar matahari yang dapat dilihat (visible)  adalah sinar yang dipancarkan dalam gelombang lebih dari 400nm, sedangkan sinar matahari dengan panjang gelombang 10nm- 400nm  disebut dengan sinar ultra violet  (UV) tidak dapat dilihat dengan mata. 

cover-61f678fe8700003c037fe752.jpg
cover-61f678fe8700003c037fe752.jpg
[2] Isfardiyana juga menjelaskan pendapat Havas  bahwa radiasi UV dari matahari dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu sinar ultra violet A (UV A) dengan panjang gelombang 320-400 nm; sinar ultra violet B (UV B) dengan panjang gelombang 290-320 nm; dan sinar ultra violet C (UV C) dengan panjang gelombang 200-290 nm. Adapun proses penyerapan sinar matahari oleh kulit, dapat digambarkan sebagai berikut.

 

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa sinar UV B dapat menyebabkan sunburn atau eritema pada kulit dan berpotensi menyebabkan kanker kulit. 

Sinar UV A memiliki panjang gelombang lebih panjang dibandingkan UV B (Kaimal &Abraham, 2011) yang mampu menembus kulit hingga ke lapisan dermis sehingga dapat merusak connective tissue, kolagen, dan elastin sehingga mengakibatkan proses penuaan. 

Semakin tingi temperature udara maka paparan sinar UV akan semakin tinggi. Walaupun demikian tubuh kita memiliki kemampuan untuk mengurangi dampak dari bahaya sinar UV. 

Berdasarkan Campbell [3] dijelaskan bahwa ada sel melanin yang menjaga kulit kita dari intensitas cahaya matahari.  Hal yang sama juga disampaikan oleh Mamoto [4] di mana melanin berfungsi sebagai substansi fotoproteksi (tabir surya alami).

photo-text-2-61f6788d4b660d70773ec922.jpg
photo-text-2-61f6788d4b660d70773ec922.jpg
Sungguh luar biasa Tuhan menyediakan sel melanin bagi manusia yang berfungsi  sebagai  tabir surya alami. Hal ini terjadi karena tubuh manusia membutuhkan sinar matahari terutama untuk menjaga kadar vitamin D dalam tubuh agar dapat tetap tercukupi. 

Berdasarkan pendapat (Çuhacı-Çakır & Demirel, 2015) yang dituliskan  Isfardiyana [5] disampaikan bahwa minimal 20% permukaan kulit harus terpapar sinar matahari secara langsung tanpa terhalang pakaian atau tabir surya karena  sinar matahari sinar UV (ultraviolet)  dapat mensintesa vitamin D  yang dapat membunuh bakteri.

 Walaupun memang jika kulit terlalu banyak terpapar sinar matahari, hal ini dapat menyebabkan kemerahan pada kulit, kulit terasa terbakar dan bahkan dapat menyebabkan kanker kulit. Oleh karena itu, sangat baik jika di masa pandemi ini, kita memiliki kebiasaan berjemur. 

Berdasarkan  penelitian yang dilakukan Faiuzi[6]  dijelaskan bahwa manfaat berjemur di pagi hari  pagi adalah agar dapat Membunuh kuman, bakteri, mikroba dan sejenisnya.  

Menurut pendapat Tarigan di dalam Fauzi [7] disampaikan juga bahwa  berjemur juga dapat menambah dan menguatkan sistem kekebalan tubuh, karena sinar matahari membuat tubuh menghasilkan lebih banyak sel darah putih, terutama limfosit yang dapat mencegah infeksi dari berbagai penyakit akibat bakteri, virus dan jamur. (Tarigan, 2013). 

photo-text-61f6791d4b660d5b73067552.jpg
photo-text-61f6791d4b660d5b73067552.jpg
Berdasarkan Fauzi [8] dijelaskan bahwa kita memerlukan  sinar matahari 5-30 menit setiap 2-3 kali per minggu agar dapat  memenuhi kebutuhan vitamin D tubuh. Waktu yang baik untuk berjemur di bawah sinar matahari yaitu mulai pukul 11.00-13.00 ketika sinar UVB memuncak dan relatif stabil yakni 1-2 MED/jam. Ketika sinar UV B memuncak,  waktu untuk berjemur juga  dapat semakin singkat. 

 

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiati dkk yang ada dalam penjelasan Fauizi [9], sinar matahari pukul 07.00 berada pada intensitas terendah. Pada pukul 11.00 sampai pukul 13.00 sinar matahari berada di intensitas tertinggi dan stabil yaitu 1-2 MED (minimal erythemal dose). 

outline-3-61f678d406310e7bb831dc22.jpg
outline-3-61f678d406310e7bb831dc22.jpg
Berdasarkan penjelasan ini  maka  waktu terbaik untuk mendapatkan kadar vitamin D yang terbaik adalah  jika kita terpapar  sinar matahari pada pukul 11.00-13.00. 

 Melalui tulisan ini, penulis  menyimpulkan bahwa ada dampak dari matahari terhadap Kesehatan kulit.  Tubuh kita memerlukan sinar matahari agar mendapatkan vitamin D untuk meningkatkan imunitas tubuh dari penyakit yang ditimbulkan oleh virus atau bakteri. 

Oleh karena itu, ada baiknya jika kita juga melakukan kebiasaan berjemur dengan waktu yang tepat. Hal yang juga perlu diperhatikan adalah lama waktu untuk berjemur karena ada dampak negatif dari sinar matahari  karena dapat menimbulkan kulit menjadi kemerahan dan menimbulkan kanker kulit.

 

8-61f678694b660d58964123f4.jpg
8-61f678694b660d58964123f4.jpg
Daftar Pustaka

Fauzi, Choirunnisa, ‘Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Berjemur Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Skripsi’, 2021

Isfardiyana, Siti Hapsah, and Sita Ririn Safitri, ‘Pentingnya Melindungi Kulit Dari Sinar Ultraviolet Dan Cara Melindungi Kulit Dengan Sunblock Buatan Sendiri’, Jurnal Inovasi Dan Kewirausahaan, 3.2 (2014), 126–33

Mamoto, Natalia, Sonny Kalangi, and Ronny Karundeng, ‘Peran Melanokortin Pada Melanosit’, Jurnal Biomedik (Jbm), 1.1 (2013)

Taylor, Martha R., Eric J. Simon, Jean L. Dickey, Kelly Hogan, and Jane B. Reece, Campbell Biology: Concepts & Connections, 9th Edition, 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun