Mohon tunggu...
Taruli Basa
Taruli Basa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Auroraindonet.com

Penulis buku 12 Aktivitas Menyenangkan Penerbit Grasindo, buku IMAGO DEI (Segambar dan serupa dengan Allah) tentang perjalanan missi ke daerah, buku mata pelajaran TK, penulis narasi, cerita pendek dan juga puisi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Rumahku adalah Surgaku

3 Mei 2024   09:13 Diperbarui: 3 Mei 2024   09:14 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan pertama setiap orang adalah di rumah. Rumah tempat segalanya, tempat di mana kita lebih leluasa dalam bersikap, tidak ada kata jaim, tidak ada kata malu, semua karakter asli kita dapat terlihat di rumah yang tahu adalah keluarga kita. Kita di luar mungkin dapat berlaku dan bersikap yang manis, baik dan sopan namun semua sikap manis kita saat di rumah terlihat. Di luar kita bisa menjadi orang yang terkenal dengan kebaikannya namun bukan di rumah. Apakah hal ini benar? Mungkin dapat dibenarkan namun tidak semua juga orang seperti itu, ada memang karakter yang baik dan benar akan bersinar juga sampai ke luar, tidak dibuat-buat namun memang karakternya sudah memang baik dan benar.

Rumah dapat menjadi surga, jika semua isi rumah saling mengasihi, menyayangi dan saling support, baik antara ayah, ibu, anak dan siapapun yang tinggal di rumah tersebut. Rumah sebagai surga dimulai dari didikan ayah dan ibu. Ayah sebagai imama/kepala keluarga memberikan teladan kepada anak-anaknya. Baik itu nilai-nilai etika, moral, agama, kerja keras, kerajinan dan lain sebagainya, karena anak biasanya meniru apa yang dilakukan oleh orangtuanya. Belajar dari apa yang dia lihat. Jika yang dilihat adalah hal-hal yang jahat maka bersiap-siaplah anak tersebut dibentuk menjadi seorang penjahat. Orang tua menjadi cermin bagi anak-anaknya.

Saya mengingat rumah kami yang ada di Pematangsiantar, masa kecil dan kuliah tinggal di sana. Rumah kami adalah tempat dimana banyak orang berkumpul. Rumah tempat anak-anak tante dan mama tua (kakaknya mama) bersekolah, rumah tempat perkumpulan dari keluarga alm.bapak dan alm.mama, rumah tempat pengaduan masyarakat di kampung, rumah tempat persinggahan banyak orang. Rumah kami ramah dengan masyarakat. 

Zaman dulu, empat puluh tahun yang lalu, seorang kepala sekolah sangat dihargai, namanya guru sangat disegani dan alm.mama saya adalah Kepala Sekolah di sebuah SD di daerah tersebut ditambah dengan alm.bapak saya sebagai seorang penatua gereja, jadi lengkaplah sudah masyarakat sangat menghargai dan segan terhadap keluarga kami dan dianggap mampu menyelesaikan banyak perkara, termasuk tempat peminjaman uang dan persoalan rumah tangga dan persoalan masyarakat. Dan kami sebagai anak-anak mama wajib menjadi teladan tidak boleh bersikap aneh-aneh, harus pintar, tidak boleh nakal, rajin belajar, bekerja bantu ke ladang walaupun sudah ada yang orang disuruh mengerjakan ladang dan sawah, kami harus pergi ke ladang dan sawah. Harus bekerja juga di rumah, karena alm.bapak kami seorang wiraswasta memelihara ayam kampung setiap hari ambil telur ayam kampung 50 hingga 1o0 biji dan dijual ke pasar, punya ladang dan sawah. Kami hanya lima orang anak kandung mama, tetapi masih ada lagi anak tante dan mama tua tinggal di rumah, jadi kalau makan seperti kesebelasan sepak bola dan tidak pernah dibeda-bedakan oleh alm.mama. Semua harus sama, jika tahun baru, pakai baju baru, semua bajunya sama, batik dijahitkan, tidak boleh ada yang beda baik anak tante maupun anak alm.mama tua saya. Didikan mama saya penuh cinta, disiplin dan super ketat untuk namanya cinta kasih dan perhatian, adil sekalipun kami anak kandungnya tidak ada yang dibedakan, semua sama bagi dia.

samping rumah (dokpri)
samping rumah (dokpri)

Keluarga kami bukanlah kaya raya, rumah kami juga bukanlah rumah yang mewah seperti para tetangga, namun entah mengapa banyak orang datang meminta pertolongan kepada kedua orang tua kami. Rumah kami tidak pernah kosong setiap hari, selalu ada saja tamu yang berkunjung dan jika ada tamu yang berkunjung, kami harus menyuguhkan teh manis dan snack dengan sopan seperti ala keraton Jawa. Tidak boleh bersuara keras-keras dan tanpa disuruh kami sudah harus tahu mau ngapain, hanya dilihat alm.bapak saja kami sudah mengerti harus menyuguhkan teh ke tamu. Ukuran teh dari bibir gelas harus satu senti meter, tidak boleh kepenuhan, piring tempat snack tidak boleh kotor harus bersih dan saat menyuguhkan harus tunduk dan mengatakan silahkan diminum tante, om, kaka, abang atau apapun harus dipanggil dengan sopan dan setelah menyajikan semuanya kepada tamu kami harus keluar dari ruang tamu ke ruang dapur tidak boleh nimbrung dengan percakapan tamu. 

Rumah kami sebagai tempat pengaduan banyak orang,  dimana sering  kejadian jika pasutri berantam melarikan diri ke rumah kami dan seringnya di tengah malam. Ada sebuah keluarga kala itu, suaminya sering ke warung untuk nongkrong bersama para bapak-bapak di kampung, sambil minum tuak, bermain judi dan jika sudah habis duitnya dan sudah mabuk baru ingat pulang ke rumah, sementara isteri sudah capak  kerja dari sawah bersama dengan anak-anak. Suaminya pulang dengan kondisi mabuk berat dan jika tidak langsung diberikan oleh isterinya makan malam, maka marahlah si suami yang sudah mabuk berat, berantamlah dan sampai terjadi KDRT, kadang bawa golok hingga sekampung terbangun. Si isteri tidak kuat akhirnya melarikan diri ke rumah kami dengan membawa anak-anaknya. Jika sudah sampai di rumah kami, maka si suami tidak akan pernah berani lagi datang. Jadi rumah kami sebagai tempat perlindungan bagi para isteri yang sering dipuluki oleh suaminya. Setelah keesokan harinya, suami datang menjemput dan mama saya menasehati si suami, akhirnya merekapun pulang lagi. Namun namanya karakter yang sudah akut sulit untuk sembuh dan sering terjadi jika sudah mabuk terjadilah KDRT dan rumah kami selalu terbuka bagi mereka yang membutuhkan.

samping rumah (dokpri)
samping rumah (dokpri)

Rumah kami juga sebagai tempat perkumpulan dari keluarga alm.mama. Jika sudah liburan sekolah, semua adik, kakak mama dan anak-anaknya berlibur ke rumah kami dan makan bersama, tradisi ini selalu dilakukan tiga kali dalam setahun, di saat libur semester, natal dan tahun baru. Keluarga datang berkunjung dan yang paling menyedihkan sebenarnya, kita sebagai anak kandung emak, capek sendiri buat nyuci piring yang banyaknya seabrek-abrek, tapi disatu sisi menyenangkan karena kumpul keluarga dan tertawa bareng.

Rumah kami sebagai tempat curahan hati banyak orang dan alm.mama kami seperti seorang konselor dan penasehat ulung bagi mereka yang membutuhkan. Alm.mama kami tidak hanya berteori tetapi dia juga bertindak yang kadang acap kali banyak juga yang iri terhadap dia karena hikmat dan bijaksana yang dia miliki. Sebagai seorang perempuan batak, alm.mama kami telah berhasil dalam hidupnya dan dia dinobatkan sebagai Tokoh Masyarakat saat kematiannya. Kasihnya terhadap banyak orang melebihi batas yang kadang saya sebagai anak suka bawel menasehati mama, jangan terlalu baik mama entar kena tipu, mama sering dibodoh-bodohi, mama sering diazas manfaatkan, ada yang sampai meninggal hutangnya tidak dibayar-bayar, masih banyak lagi yang belum kembali namun alm.mama saya sudah melupakannya. Namun alm.mama kami selalu berkata, semua yang mama lakukan untuk kalian kelak, agar keturunan mama diberkati oleh Tuhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun