Mohon tunggu...
Grace Rosemary
Grace Rosemary Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Negara Maju Boleh 'mencuri' Plasma Nutfah Negara Lain?

24 Agustus 2018   12:58 Diperbarui: 25 Agustus 2018   14:17 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hai para pembaca kompasiana! Tak terasa waktu telah berjalan dengan cepat. Zaman semakin modern dan teknologi pun bertambah maju dari waktu ke waktu. Di Indonesia sendiri sudah banyak terjadi perubahan di berbagai sektor. Salah satunya, sekarang telah terdapat banyak cara untuk mengembangbiakkan tumbuhan sehingga keanekaragaman flora yang ada di Indonesia pun semakin tinggi. Contohnya saja, banyak tanaman yang tidak ada di Indonesia, namun sekarang bisa dikembangkan disini, seperti bunga lily, bunga krisan, buah anggur, stroberi dan buah beri yang lain. Lalu di sisi lain, di Indonesia juga memiliki berbagai macam tanaman khas endemik yang hanya bisa dijumpai di negeri kita tercinta ini seperti tanaman jati, durian, damar, cengkeh, pala, dan masih banyak lagi. Akan tetapi, karena majunya teknologi, tanaman seperti jati telah banyak dijumpai di beberapa negara lain. Pasti kalian bertanya-tanya, bagaimana sih caranya tanaman yang awalnya hanya ada di Indonesia sekarang ada di berbagai negara? Padahal kalau kita pergi ke luar negeri, kita tidak bisa membawa pulang tanaman dari negara tersebut, karena di bandara tanaman harus melewati karantina. lalu muncul juga pertanyaan dari benak kita, apakah boleh bila suatu negara, terutama negara maju, mengambil gen tanaman dari negara lain buat dikembangkan di negaranya sendiri? Mari kita diskusikan pertanyaan ini satu persatu!

Bagaimana sih caranya memindahkan tanaman dengan mudah ke negara lain? Jadi caranya adalah dengan cara menggunakan kultur jaringan. Kultur jaringan sering disebut dengan "tissue culture". Kultur jaringan berasal dari dua kata yaitu 'kultur' yang artinya budidaya, dan 'jaringan' yang artinya kumpulan sel yang memiliki fungsi dan bentuk yang sama. Sehingga, kultur jaringan itu sendiri merupakan suatu metode perbanyakan tanaman yang membudidayakan suatu jaringan tanaman (seperti, jaringan akar, batang, daun, dan mata tunas) untuk mendapat individu baru yang memiliki bentuk dan fungsi yang sama. Kultur jaringan memanfaatkan sel atau jaringan yang belum berdiferensiasi pada tumbuhan, yaitu jaringan meristem dan jaringan parenkim yang masih aktif membelah.

Jadi, dari jaringan tanaman dalam jumlah sedikit dapat menghasilkan ratusan atau ribuan tanaman baru. Teknik kultur jaringan berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional karena prinsip kultur jaringan adalah menumbuhkan jaringan dari kumpulan sel hidup yang dilakukan dalam kondisi aseptic di dalam botol dan dalam medium dan kondisi tertentu, atau biasa disebut secara in vitro. Kultur jaringan bisa disebut juga cara perkembangbiakkan tumbuhan yang baru yang memanfaatkan plasma nutfah sebagai bahan utamanya.

Terdapat beberapa metode kultur jaringan berdasarkan jaringan yang akan dipilih menjadi eksplan kultur jaringan. Kini penggunaan kultur jaringan juga semakin luas medianya. Ada lima jenis kultur jaringan antara lain meristem culture, pollen culture atau kadang disebut anther culture, embrio culture, protoplas culture, kloroplas culture, dan yang terakhir somatic cross. Jadi, kultur jaringan bisa menggunakan jaringan muda atau biasa disebut jaringan meristem, menggunakan pollen atau serbuk sari, embrio tanaman lalu menggunakan protoplas, yang merupakan sel hidup yang telah dihilangkan dinding selnya, lalu yang terakhir bisa juga menggunakan kloroplas. Sedangkan untuk somatic cross sendiri merupakan jenis kultur jaringan yang baru yaitu dengan melakukan persilangan dari dua protoplas menjadi satu. Apapun media eksplan yang dipakai, untuk melakukan kultur jaringan dibutuhkan media dalam kondisi yang baik.

Lalu setelah terdapat eskplannya, kultur jaringan harus melewati beberapa tahapan yang terdiri dari enam tahap. Tahapan pembuatan kultur jaringan tentu dimulai dari pembuatan media, karena pemilihan tempat dan media untuk melakukan kultur jaringan sangatlah penting serta terdapat berbagai media yang bisa digunakan untuk kultur jaringan. Kemudian dilajutkan dengan proses inisiasi, yaitu proses pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Langkah ketiga adalah sterilisasi, yaitu proses-proses yang dilakukan dengan alat-alat dan tempat yang steril. Langkah keempat adalah dengan multiplikasi, yang merupakan proses memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media tersebut. Selanjutnya adalah dengan pengakaran, yang merupakan tahap terlihatnya pertumbuhan akar pada tanaman. Terakhir, yaitu tahap aklimitasi, yang merupakan tahap pengeluaran atau pemindahan eksplan dari tempat yang steril.

20170816-030008kultur-5b7fd17a6ddcae20f90c6293.jpg
20170816-030008kultur-5b7fd17a6ddcae20f90c6293.jpg
Teori yang mendasari metode kultur jaringan dikemukakan oleh Gottlieb Haberlandt pada tahun 1902, dari hasil percobaannya. Teori yang dikemukakannya adalah mengenai 'totipotensi', yaitu kemampan suatu sel untuk membentuk individu baru. Walaupun percobaannya mengalami kegagalan, Haberlandt kini dijuluki Bapak Kultur Jaringan, sebagai penghargaan atas percobaannya, dan juga telah mempelopori penelitian mengenai kultur jaringan. Sejak saat itu, banyak peneliti dan ilmuwan melakukan penelitian dan percobaan mengenai kultur jaringan terus berkembang hingga seperti sekarang. Metode perkembangbiakkan ini awalnya dikembangkan untuk membantu tanaman yang susah dikembangbiakkan secara genaratif agar tidak punah. Namun, kini kultur jaringan telah banyak dikembangkan untuk memperoleh tujuan yang lain, seperti untuk memperoleh bibit tanaman yang unggul, memperoleh tanaman yang sama dengan induknya, bebas dari penyakit, dan yang terakhir kultur jaringan dilakukan untuk memperoleh tanaman baru dengan jumlah yang banyak dan seragam dalam waktu singkat, serta tentu saja dengan harga yang murah. Nah, karena teknik kultur jaringan ini menghasilkan tanaman yang steril dan bebas hama penyakit, tanaman tersebut bisa dibawa melewati pengecekan di bandara tanpa proses karantina dan nantinya bisa dikembangkan di negara lain. Keren kan!

Kultur jaringan ini telah diaplikasikan atau dimanfaatkan oleh berbagai macam jenis tanaman, baik pada tanaman sayuran,  buah, tanaman industri serta tanaman kehutanan untuk berkembang biak. Di Indonesia sendiri, teknik kultur jaringan sudah dilakukan untuk berbagai keperluan pada beberapa tanaman yaitu misalnya adalah mawar, bugenvil, sansivera, puring, anyelir, gerbera, melon, begonia, african violet, gladiol, berbagai jenis anggrek, pisang cavendish, pisang abaca, krisan, jati, anthurium, tebu, dan masih banyak lagi.

Nah, pertanyaan selanjutnya cukup menarik. Apakah boleh bila suatu negara mengambil gen plasma nutfah negara lain lalu mengembangkannya di negaranya sendiri? Pertanyaan ini bisa dijawab dari berbagai sudut pandang tetapi disini penulis akan memberikan pendapatnya mengenai hal ini dari segi bioetika tentang penggunaan kultur jaringan pada kasus ini.

Sebelum itu, apa sih itu bioetik itu? Bioetik diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang etika yang berhubungan dengan biologi dan kesehatan. Dalam bioetika itu sendiri, sudah wajib hukumnya bagi seorang ilmuwan atau penliti untuk mengaplikasikan bioetika tersebut dalam pekerjaannnya sehingga tidak ada efek atau dampak buruk yang ditimbulkan dari pekerjaannya. Bila seorang peneliti hendak mengambil keputusan dalam melakukan penelitiannya atau dalam suatu masalah, ia harus memerhatikan segala konsekuensi yang akan timbul dari hal tersebut dengan mengutamakan segi etisnya dan tentu harus memilih tindakan yang paling baik diantara semua tindakan baik. Kultur jaringan merupakan salah satu contoh dari rekayasa genetika, maka kultur jaringan termasuk salah satu objek kajian biologi. Sehingga siapapun yang hendak menggunakan teknik ini pada suatu tanaman, harus mengaplikasikan bioetika didalamnya.

Sebagaimana kita ketahui, banyak negara maju yang telah mengembangkan kultur jaringan untuk mengambil gen plasma nutfah dari negara lain yang akan dikembangkan di negaranya.  Apa itu plasma nutfah? Plasma nutfah sendiri merupakan jaringan hidup suatu tanaman yang erat kaitannya dengan  pewarisan sifat serta memuat informasi susunan genetic setiap spesies. Plasma nutfah yang menimbulkan adanya keanekaragaman pada sumber daya alam seperti tumbuhan, dan tentu setiap organisme pasti memiliki plasma nutfah. berkaitan dengan pengambilan gen plasma nutfah dari negara lain tersebut, tentunya para ahli atau peneliti di negara tersebut sudah mengaplikasikan bioetika didalamnya dengan mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi dari tindakan mereka.

Tentu tidak ada salahnya bila suatu negara mengembangkan gen plasma nutfah tanaman dari negara lain. Namun, bukan tidak mungkin suatu negara maju mengembangkan gen plasma nutfah tanaman dari negara lain mendapatkan suatu kerugian. Apalagi bila negara tersebut telah mengembangkan metode kultur jaringan. Lalu, apa hubungannya dengan penggunaan metode kultur jaringan? Padahal kultur jaringan memiliki banyak manfaat, bagaimana bisa malah mendapat suatu kerugian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun