Konsensus tersebut dideklarasikan oleh Presiden Joko Widodo sebanyak 52 poin rekomendasi solusi dan komitmen di Nusa dua, yang berfokus pada berbagai aspek yaitu kerja sama ekonomi global untuk memperkuat multilateralisme, arsitektur keuangan, hingga kesehatan global. Selain itu juga, membahas tentang transformasi digital, planet berkelanjutan dan layak huni dalam menghadapi perubahan iklim.
Mengupayakan terciptanya stabilitas ketahanan pangan dan energi, serta adanya inisiasi mengaktualisasikan pandemic fund dan memberikan bantuan kepada negara miskin. Dalam menjabat sebagai presidensi G20, Indonesia berusaha mengakomodir untuk penguatan circle kemitraan, menstimulasi produktivitas, memperkuat ketahanan dan stabilitas, menjamin pertumbuhan berkelanjutan dan inklusif, serta kepemimpinan kolektif global yang kuat dan kokoh.
Kelima pilar ini menjadi dasar dalam memotivasi poin-poin deklarasi konsensus G20 tahun 2022. Tidak dapat dipungkiri, selama Indonesia memimpin G20 menjadi momen yang sangat kompleks dan menantang yang kemungkinan dapat dihindari oleh siapapun. Permasalahan yang dihadapi, bukan hanya pandemi global COVID-19, tetapi juga adanya krisis rantai pasokan serta arus inflasi, sehingga membutuhkan kepemimpinan global yang kokoh dan tangguh.
Selain itu juga, meluapnya perang antara Rusia dan Ukraina yang hampir mengubah tujuan utama G20. Namun Indonesia sebagai ketua presidensi G20 mampu merekonstruksikan rekomendasi dan planning untuk aksi global dalam mencegah krisis sekaligus memanfaatkan peluang-peluang yang dapat diambil dalam menstimulasi pertumbuhan dan kemakmuran global. Perang antara Rusia dan Ukraina membuat Indonesia sebagai ketua harus lebih solutif dan bijaksana sebagai presidensi G20 sebagai forum kerja sama ekonomi.
Prinsip politik luar negeri Indonesia yang bersifat bebas aktif sangat relevan dalam menanggapi problematika ini. Indonesia merealisasikannya dalam bentuk deklarasi konsensus poin ketiga, yang menyatakan secara eksplisit mengatakan tentang Rusia dan Ukraina, terkait perang tersebut dan bagaimana sikap G20 dalam menanggapi konflik tersebut. Dalam konflik tersebut, berbagai negara anggota G20 sangat mengecam aksi tersebut karena dianggap menyebabkan tragedi kemanusiaan dan kemerosotan ekonomi global, terganggunya stabilitas ketahanan pangan dan energi, serta guncangan pada stabiltas keuangan dan moneter.
Pada deklarasi konsensus tersebut menegaskan adanya penafsiran berbeda terkait situasi dan kondisi disana serta sanksi yang perlu diambil. Hal inilah yang merepresentasikan kedudukan Indonesia dalam forum G20 yang tidak mengabdikan diri pada resolusi isu keamanan. Indonesia bertindak untuk meminimalisir adanya penggunaan politik dalam forum ekonomi G20. Namun demikian tidak serta-merta Indonesia mengalihkan isu tersebut, Indonesia tetap vokal dalam menyatakan untuk segera diselesaikan berbagai permasalahan tersebut dalam perundingan.
Deklarasi konsensus itu juga dinyatakan dalam bentuk tersirat tanpa menyebut negara Rusia dan Ukraina. Sehingga eksistensi G20 ditegaskan oleh Indonesia sebagai forum ekonomi bukan forum politik berdasarkan politik luar negerinya. Hal ini juga sebagai bentuk kemandirian sikap dan juga kesediaan Indonesia dalam mengaspirasikan suara-suara lain di G20 tanpa berusaha melukai pihak lain, di samping sebagai instruksi bahwa Indonesia tidak mengabaikan realitas dunia internasional. Meskpun terlihat kontradiktif antara seruan perang dengan forum ekonomi G20.
Namun tindakan ini bukan menunjukkan keberpihakan, melainkan karena dampak buruk perang Rusia dan Ukraina sangat berpotensi pada masyarakat global yang baru mulai pulih dari pandemi. Sebelum menyampaikan demikian Presiden Joko Widodo memberikan prolog bahwa dunia dunia perlu kebersamaan, paradigma kolaborasi menjadi elemen utama dalam menyelamatkan arus global. Kolaborasi dapat memastikan dunia lebih aman dan tenteram yang memerlukan tanggung jawab semua negara-negara terutama anggota G20.
Untuk menjadi negara yang bertanggung jawab harus bersedia menghormati hukum dan prinsip internasional sebagaimana sudah terkandung dalam piagam PBB. Presiden Joko Widodo juga menegaskan bahwa “kita tidak boleh membuat pengelompokkan dunia. Perlu diupayakan tindakan preventif untuk tidak jatuh dalam perang dingin”. Hal ini merepresentasikan keaktifan Indonesia dalam menghindarkan permusuhan yang dapat mengancam perdamaian dan merepresentasikan kebebasan Indonesia dalam menegaskan posisi nasionalnya.
G20 menjadi yang sangat penting selama periode presidensi Indonesia, dimana pada permasalahan Rusia-Ukraina, Indonesia dituntut untuk keberpihakannya namun berhasil menyatakan posisi keluar dari tekanan. Presiden Joko Widodo mengundang Presiden Vladimir Putin hadir pada perhelatan G20, bermaksud untuk melakukan perundingan dan dialog yang kontekstual dengan G20 berdasarkan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
Presiden Emmanuel Macron pernah menyatakan ketidakberpihakan dalam konflik tersebut tidak dapat dibenarkan karena berdasarkan pendapat menteri luar negeri Amerika John Faster Dules “netralitas tidaklah bermoral”. Namun seringkali ketidakberpihakan justru menjadikan dunia memiliki kesempatan, tempat, dan pilihan untuk menemukan solusi dalam menyelamatkan manusia dan memastikan munculnya perdamaian. Misalnya seperti Thailand pada perang dunia II dan Swedia serta Swiss.
Ketidakberpihakan bukan hanya soal moral, namun biasanya negara-negara dengan konsep seperti ini menjadi tempat bagi pihak-pihak yang berkonflik untuk berdamai. Netralitas yang dihadirkan bukanlah netralitas yang pasif namun aktif dalam merekomendasikan solusi, yang dimana konsep inilah yang dianut oleh Indonesia.
Elemen inilah yang menjadi daya tarik dan keunikan dari Presidensi Indonesia pada ajang G20, yakni upaya meningkatkan partisipatif membumikan politik luar negeri Indonesia yang berasaskan bebas aktif. Konsep politik luar negeri ini sangat menjiwai dan melekat sebagai falsafah yang sangat sulit dipisahkan dari negara ini. Hal inilah yang menjadi arah kehidupan Indonesia dalam melakukan komunikasi dan berinteraksi dengan tatanan internasional karena "seribu kawan terlalu sedikit dan satu musuh terlalu banyak."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H