Mohon tunggu...
Gita Prast
Gita Prast Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ketika May Day Dianggap sebagai sebuah "Rutinitas Tahunan"

1 Mei 2015   10:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:29 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demonstrasi buruh selalu menjadi "agenda" hari buruh internasional atau May Day. Dari tahun ke tahun, jutaan massa buruh ini menyuarakan tuntutan akan kesejahteraan, jaminan keselamatan kerja, jaminan kesehatan, dll. Semua tuntutan ini dikemas dalam satu jargon besar "Naikkan Upah Buruh".

Kenaikan upah buruh dinilai sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan. Apabila buruh mendapatkan upah yang layak, otomatis akan lebih mudah bagi buruh untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tidak ada bedanya dengan orang lain pada umumnya. "negosiasi" upah buruh ini selalu berjalan dengan alot, karena ideologi pengusaha yang kapitalis dengan keinginan buruh sangat bertolak belakang.

Aksi buruh di May Day menjadi "rutinitas tahunan" yang menunjukkan eksistensi serikat buruh dan perjuangannya dalam 'menyentuh' pikiran pemerintah. Selama ini, masalah krusial yang berkaitan dengan buruh sepertinya masih menjadi waiting list ke sekian dari berbagai perencanaan kebijakan pemerintah. Ya, saya akui memang berat untuk mendapatkan jalan keluar terkait hal ini. Pemerintah tidak hanya harus berhadapan dengan buruh itu sendiri, namun juga dengan pengusaha. Beberapa statement dari aktor-aktor serikat pengusaha tentang adanya instabilitas ekonomi apabila peningkatan upah buruh dilakukan secara signifikan sepertinya menjadi kekuatiran tersendiri bagi pemerintah. Perusahaan yang akan membatasi jumlah buruh apabila upah buruh naik drastis menjadikan pemerintah mempertimbangkan kebijakan ini. Di sisi lain, ada jutaan buruh yang harus diperjuangkan.

Secara pribadi saya tidak menyalahkan apa yang dilakukan oleh para buruh di May Day, tapi coba kita berpikir lebih jauh mengenai hal ini, apakah aksi demonstrasi 'tahunan' ini masih memiliki efektifitas yang tinggi untuk menyuarakan tuntutan buruh?

Memang, saya akui bahwa pemerintah sendiri sulit untuk diajak mendengarkan aspirasi buruh. Parpol yang ada juga tidak dapat melakukan fungsinya dengan baik dalam menjembatani masyarakat, dalam hal ini buruh, dengan pemerintah. Ketidakpercayaan buruh terhadap jalur 'konvensional' ini menjadikan tindakan politik ekstra parlementer sebagai jalan cepat untuk menyuarakan tuntutan. Namun, menurut saya pemerintah masih menganggap aksi buruh di May Day ini sebagai 'rutinitas tahunan', dengan alur kegiatan yang sama, dengan jumlah massa yang besar tiap tahunnya, dan dengan tuntutan yang kurang lebih mencakup bidang yang sama.

Aksi demonstrasi buruh seolah-olah seperti moment yang datang sesaat, dan akan berakhir bersamaan dengan dilewatinya May Day. Ya...terlihat seperti rutinitas membuat ketupat dan sungkem ketika lebaran, atau seperti rutinitas memasang pohon natal dan tidur cepat-cepat di malam natal untuk mengharap kado dari sinterklas. Setelah May Day berakhir, tuntutan buruh masih terus saja menjadi polemik yang tidak kunjung diselesaikan oleh pemerintah.

Sepertinya pemerintah kita kurang memaknai aksi buruh May Day ini. Tuntutan buruh yang selalu sama setiap tahun seharusnya menyadarkan pemerintah tentang krusialnya permasalahan buruh. May Day bukan sekedar peringatan hari buruh yang diadakan tiap tahun, atau tentang penggalangan massa buruh besar-besaran, namun sebagai gambaran bagaimana buruh di negara kita harus diperhatikan kesejahteraannya. Dalam memperjuangkan buruh, seharusnya pemerintah memiliki posisi yang kuat, terutama ketika berhadapan dengan pengusaha sebagai salah satu kekuatan ekonomi. Posisi pemerintah yang memperjuangkan buruh juga tidak serta merta menjadikan buruh menuntut hal-hal yang mulai tidak rasional, seperti kenaikan upah yang diluar batasan, karena selain harus memperhatikan tuntutannya, pemerintah juga harus mempertimbangkan perekonomian negara. Kembali lagi ke tuntutan pokok buruh, yaitu kesejahteraan dan kemampuan buruh untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

May Day ini bukan sebagai 'rutinitas tahunan', namun menjadi peringatan bagi pemerintah tentang kepentingan buruh yang sampai saat ini harus diperjuangkan.hidup buruh Indonesia!:)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun