Mohon tunggu...
GeTe Ajah Fauzan
GeTe Ajah Fauzan Mohon Tunggu... wiraswasta -

Kalem... :D

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

[LombaPK] Maukah Engkau Jadi Ayahku?

31 Mei 2016   16:38 Diperbarui: 1 Juni 2016   10:42 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Om Wawan lain lagi, kalau kerumah ia selalu menenteng makanan, baik itu makanan kecil maupun makanan besar, makanan ringan dan makanan berat pun kadang ia bawa. Sampai makanan yang ga bisa dimakan pun pernah dibawanya. Gimana mau makan makanan yang dibawanya, denger nama makanannya saja sudah ga enak untuk dimakan, masak bawanya martabak mesir! Kan kalo martabak mesir itu dari pasir, soalnya kata Bu guru Ratih di sekolah, Mesir itu terkenal sebagai Negara gurun pasir.

"Bunda.. ketiga om yang dekat sama Bunda, tak satupun yang bisa memberi kehangatan dan kenyamanan sama efka, sebagaimana kehangatan dan kenyamanan yang saya dapatkan jika ada dipelukan dan disamping Bunda". Kulihat kembali disudut mata Bunda ada genangan air yang tertahan.

"Itulah kenapa Bunda memanggil dan meminta kamu sayang, Bunda ingin kamu juga ikut menentukan siapa diantara sosok ketiga om itu yang nantinya pantas untuk jadi Ayah, Bapak sekaligus Papa buat kamu sayang, karna, bisa saja ketiga om yang kamu kenal itu memberi kehangatan untuk Bunda, tapi belum tentu mereka itu bisa memberi kehangatan dan kenyamanan sama kamu sayang".

Seketika hening setelah Bunda panjang kali lebar memberikan pengertian dan penjelasan sama saya. Tak terasa ada tetesan air yang jatuh membasahi pipi sebelah kanan saya, buru-buru jemari dan telapak tangan lembut Bunda mengusap pipi saya yang sempat merasakan hangatnya tetesan air yang jatuh tadi. Kembali, sayapun terlelap tidur dalam dekapan dan pelukan Bunda.

Entah mengapa dalam tidur nyenyak dipelukan Bunda, saya seperti bermimpi, dimana saya seakan-akan mempunyai kekuatan berteriak kencang dihadapan para bapak dan om yang berkerumum didepan rumah Bunda, seolah-olah mereka sedang menunggu giliran interview uji kelayakan dan kepatutan. Ya.. kelayakan dan kepatutan untuk menjadi pendamping Bunda dan pengayom kami, anak-anaknya.

Sambil naik di atas tembok pagar rumah yang hanya setinggi badan saya, saya pun mulai berceloteh..

"uang jajan yang tak ada serinya, mainan serba bagus yang anak-anak lainnya tidak punya, makanan enak yang tidak semua anak bisa mencicipinya, itu semua tidak berarti apa-apa, jika kenyamanan, kehangatan dan kepedulian hanya kalian tujukkan sama para Bunda, sedangkan kami, anak-anak dari para Bunda hanya kalian jejali, kalian sodori, kesenangan dan kenikmatan semu. Hangatkanlah kami dengan pelukan dan perlakuan yang dapat menuntun kami melewati masa kanak-kanak kami yang hampir hilang oleh kesibukan kalian dalam mengejar dunia, sedangkan dunia kami, dunia anak-anak kalian abaikan. Hangatnya pelukan Bunda, pasti akan kalian dapatkan, jika kehangatan yang sama, kalian berikan kepada kami, anak-anaknya, yang terasing dan tertatih-tatih dalam mencari sosok figur yang bisa menjadi teman bermain, bisa menjadi kakak yang melindungi dan menjadi Papa, Ayah, sekaligus Bapak yang mengayomi.

Kulihat Bunda pun tersenyum manis, sambil mengacungkan telunjuk dan jari tengahnya, menyerupai huruf "V". Atau bisa juga bermakna angka "Dua".

Entah apa maksudnya.

Saya pun membalas dengan senyum dan tak ketinggalan juga dua jempol saya acungkan kepada Bunda.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun