Suatu hari Bunda memanggilku.. " efka, sini sayang..!". Segera kuhampiri Bunda, sambil duduk manja dipangkuannya, kembali Bunda bertanya.."efka nanti mau punya Ayah, mau punya Bapak, apa mau punya Papa..?".
"Mau semuanya, boleh ga Bunda?". Jawabku kegirangan.
"Ehhh... ga boleh semua sayang, Bunda hanya boleh mengabulkan sosok ayah, bapak dan papa dalam SATU sosok orang sama kamu sayang".
"Knapa ga boleh Bunda? Kan, om Agil bisa jadi ayah efka, om Nanang bisa jadi Bapak efka dan om Wawan bisa jadi Papa efka..".
"Husssttt.. ga bisa bgitu sayang" buru-buru Bunda membuyarkan lamunan saya.
"Trus.. efka harus milih siapa Bunda?"
"Dari ketiga om yang efka kenal, kira-kira efka mau yang mana sayang?"
Ingatanku tentang sosok om Agil tak begitu banyak. Yang ku tahu, setiap om Agil datang kerumah, ga pernah sekalipun ia membawa oleh-oleh. Hanya lembaran kertas kucel berwarna merah pudar dengan angka satu dan empat nol dibelakang angka satunya yang sering ia sodorkan sambil berkata.."tong.. ini buat jajan, sana beli cilok yang jauh ya, saya pinjem dulu Bundanya sebentar".
"Huhhh.. enak aja nyuruh beli jajan yang jauh, entar kalo Bunda saya sampai lecet awas kau om" gerutuku.
Ga kehabisan akal, uang lusuhnya saya ambil lalu saya masukkan kedalam celengan berbentuk kura-kura yang ga penuh-penuh. Oh iya, celengan kura-kura itu pemberian Bunda yang mengajarkan saya agar dari kecil gemar menabung, dan saya memberi nama celengan itu dengan sebutan si benyu.. hu ha hu ha.
Kalo om Nanang, dia kalo kerumah selalu membawakan saya mainan, entah itu robot-robotan, mobil-mobilan, sampai gundu pun pernah ia bawakan. Tapi anehnya, setiap kali saya ajak bermain robot-robotan maupun main mobil-mobilan, ia selalu menolaknya.."saya kesini mau main sama Bunda kamu dulu ya" begitu terus alasannya setiap kali saya ajak bermain. Ya sudah... saya pun bermain robot-robotan dan mobil-mobilan sendiri, muter-muter di sofa sambil sesekali memperhatikan senyum kecut om Nanang.