Semarang adalah kota tempat keluarga pakdhe saya tinggal sejak 1950an hingga 1990an.Â
Sebagai salah satu kota tempat perjuangan kemerdekaan, Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal Semarang didirikan untuk menghormati para pahlawan yang telah gugur dalam mempertahankan kemerdekaan. Pendiriannya sekaligus sebagai pengingat bagi generasi berikut terhadap heroisme revolusi Indonesia. Salah satu fenomena yang muncul pasca revolusi adalah cerita-cerita mistis. Salah satunya adalah cerita tentang Taman Makam Pahlawan ini. Harap jangan 100% percaya dengan cerita ini, karena saya hanya mencoba untuk menghadirkan kembali "jiwa zaman" yang berlaku pada masa itu.
Suatu ketika pakdhe bercerita tentang satu kejadian mistis yang pernah berlangsung di rumahnya sekitar akhir dekade 1960an. Suatu hari pakdhe bersama teman-temannya di SMA mengerjakan tugas kelompok di rumahnya, di bilangan jalan Seroja, suatu daerah dekat RS Telogoredjo Semarang. Mereka bekerja hingga larut malam, setelah tugas mereka selesai satu persatu pamit untuk pulang ke kediaman masing-masing. Seorang teman pakdhe yang bernama Silas menjadi yang berpamitan paling akhir. Dia pulang dengan mengendarai sepeda menuju rumahnya di suatu kampung di selatan jalan Veteran.
Namun, beberapa jam kemudian, sesuatu terjadi.Â
Silas, seorang yang pulang paling akhir itu tiba-tiba datang kembali ke rumah. Memanggil-manggil nama pakdhe saya dengan raut muka pucat dan nampak shock. Pakdhe beserta saudara-saudaranya - di antaranya adalah ayah saya - segera datang dan mencoba menenangkan Silas, sambil bertanya apa yang telah terjadi.Â
Pada saat itulah Silas bercerita...Â
Jadi, saat hendak menuju rumahnya, dia sedang menggowes sepedanya di bilangan jalan Pahlawan, di mana terletak kompleks taman makam pahlawan di ujung selatan jalan itu. Ketika melewati lokasi makam pahlawan, Silas melihat seorang pria yang melambaikan tangan ke arahnya sambil berteriak supaya Silas datang mendekat.Â
Tanpa rasa curiga, Silas pun menggowes ke arah pria yang memanggil itu. Setelah bertemu, Silas diajak oleh pria misterius itu untuk berkunjung ke rumahnya yang terletak di atas bukit. Silas hanya menurut saja, toh berkunjung sebentar tidak apa-apa. Di dalam rumahnya, Silas diberikan sepiring nasi dan makan-makanan lain yang enak. Saat sedang makan, pria misterius itu datang mendekat dan duduk di hadapan Silas. Saat itulah, menurut pengakuan Silas, dia mulai memperhatikan siapa sosok pria misterius ini.....
Pria ini memakai seragam berwarna khaki dengan peci tentara dan pita merah-putih terikat di kepalanya. Dia membawa sebuah senapan, yang diletakkan di sampingnya. Namun..... kepalanya terluka cukup parah dan mengeluarkan banyak darah yang mengalir. Pria misterius ini balik menatap wajah Silas.
Melihat sosok itu yang balik menatapnya, Silas kaget, kemudian berlari meninggalkan pria itu dan keluar dari "rumah", mencoba mengambil sepedanya. Sesaat setelah sampai di tempat sepedanya terparkir, dia kaget kembali, karena sekelilingnya berubah menjadi kompleks pemakaman. "Rumah" yang tadi dia masuki telah berubah menjadi sebuah pusara dengan topi baja.Â
Silas telah berada di tengah kompleks TMP, langsung setelah itu dia ke luar menaiki sepedanya. Dalam keadaan bingung sekaligus ketakutan, Silas memutuskan untuk kembali ke rumah pakdhe saya, kawannya, untuk meminta bantuan.Â
Begitulah akhirnya, pakdhe memutuskan untuk menemani si Silas ini pulang ke rumahnya, karena saat itu malam sudah sangat larut. Silas tidak ingin kembali melewati jalan di mana terletak kompleks TMP. Jadi, pakdhe memutuskan untuk mengambil jalan memutar, yaitu rute Seroja-Kampungkali-Karrenweg-Bangkong-Jomblang-Tegalwareng-Veteran. Rute memutar ini berjarak dua kali lebih jauh dibanding lewat rute Seroja-Simpanglima-Pahlawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H