Kepanikan Perse Ende saat berhadapan dengan BMU Alor dalam laga perebutan tiket babak 8 besar El Tari Memorial Cup XXXII Rote Ndao sudah nampak di menit - menit awal.
Mikael Owen bek kanan Perse Ende melakukan pelanggaran keras kepada winger kiri BMU Alor, Syarir Bara di dekat area sepak pojok, kanan gawang Perse Ende, (menit ke 6).
Sebuah pelanggaran yang tidak perlu dilakukan, sebab Syarir pun dalam kondisi tidak leluasa untuk menusuk masuk ke area kotak penalti. Owen pun diganjar kartu kuning.
Pasca diganjar kartu kuning, Owen mulai ragu - ragu melakukan pressing ketat terhadap Syarir. Sektor kanan Perse Ende pun makin mudah ditembus.
Kondisi ini seharusnya direspon dengan cepat oleh pelatih mengingat Syarir Bhara mumpuni menusuk dari dari sisi rusuk kanan pertahanan Perse Ende. Gol pertama BMU Alor di menit ke 24 berawal dari tendangan bebas dari sektor kanan Perse Ende.
Pasca gol kedua BMU Alor melalui kaki Zulkarnain pada menit ke 57, barulah mulai nampak agresivitas serangan Perse Ende yang lebih terskema. Sayangnya lini serang Perse Ende sering salah posisi dan timing ketika berada di area kotak penalti.
Pada 15 menit akhir pertandingan, Adi Atep, kapten Perse Ende sudah mulai menujukan gestur kesal dan kecewa. Ban kapten yang melingkar di le lengan diturunkan ke genggamannya dan sempat duduk dengan ekspresi kesal. Kondisi ini tentu berpengaruh pada rekan - rekannya, apalagi para debutan dan junior.
Patut diakui persiapan Perse Ende ke El Tari Memorial Cup Rote Ndao tidak sematang saat ke Lembata tahun lalu.
Persiapan Perse Ende yang minim tidak diimbangi dengan strategi narasi publik yang tepat. Perse Ende sesumbar mengumandangkan bahwa akan membawa kembali Trofi El Tari Memorial Cup kembali ke Bumi Kelimutu.
Kemasan narasi publik yang demikian sebenarnya sekaligus menimbun beban psikologis untuk para pemain.
Pelatih BMU Alor, Syunardiansyah, rupanya melihat celah tersebut bahwa para pemain Perse Ende sedang dalam beban psikologis. Syunardiansyah membuat pilihan paradoks dengan meminta anak asuhnya bermain tanpa beban dan bahkan mungkin melakukan trik - trik khusus untuk membuat beban psikologis anak - anak Perse kian berat.
Apa pula yang bergejolak dalam diri Adi Atep. Bisa dimaklumi, Adi kecewa. Sebelum momen itu, Adi sempat dua kali memberi umpan terobosan manis ke area kotak penalti yang digagal dimaksimalkan rekannya karena salah timing dan posisi.
Menganalisa lebih jauh, mungkin ini adalah kesempatan terakhir Adi Atep membela Perse Ende di ajang El Tari Memorial Cup, sehingga dia ingin sekali lagi merengkuh trofi.
Kekecewaan Adi Atep juga perlu dilihat dalam dibingkai regenerasi pemain. Era Adi Atep dkk hampir atau bahkan sudah selesai. Sebuah alarm untuk sesegera mungkin berbenah.
Penampilan Perse Ende pada El Tari Memorial Cup Rote Ndao jauh dari performa mereka saat di Lembata. Perse Ende bahkan tidak pernah menang di fase di grup.
Merogo kocek untuk merekrut pemain luar pada El Tari Memorial Cup tahun lalu sebagai upaya proses belajar, tukar ilmu dan pengalaman terbukti tidak berdampak signifikan dengan melihat hasil tahun ini. Membangun kekuatan krakter sepak bola memang tidak bisa dengan gaya 'siap saji'.
Dan, sepak bola di NTT pada umumnya masih terkesan sebatas euforia dan keterwakilan. Banyak klub belum mandiri, susah payah membiayai operasional tim. Klub tidak punya strategi bisnis! Apalagi bicara sistem pembinaan berjenjang.
(Apresiasi untuk Perse Ende dan BMU Alor! Apapun hasilnya yang dipetik, Kalian Akan Selalu Dirindukan).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H