Mata Yulita Delima Dhamo berkaca - kaca. Ia tak tega melihat anak - anak asuhnya yang mulai menggerutu karena lapar. "Ibu Kami Lapar". Sudah pukul 13.00 Wita, jam makan siang.
Anak - anak yang ceria penuh tawa, kini tertunduk lesu sambil mengorek - ngorek tanah. Tak peduli seragam pramuka mulai kotor.
Yah, Rabu 2 Februari 2022, sekitar pukul 10.00 Wita mereka tertimpa musibah. Gedung reot tempat meraka  berlindung dari terik dan hujan, berasap dan pengat.
Kobaran api sudah menghilang, berkat aksi berani Tim Damkar. Yulita memandangi gedung itu. Ia meraih sebuah handuk berwarna biru, lalu mengusap wajahnya.
Asrama itu dibangun pada 1993 silam, sampai terbakar belum pernah direhab. Jangankan rehab, makan - minum untuk anak - anak saja harus 'meminta - minta'.
Yulita juga harus mengeluarkan uang pribadinya untuk makan minum dan kebutuhan listrik.
Asrama itu bukan di dalam goa, tapi di Jl. Adi Sucipto, Kelurahan Tetandara dekat Bandara Hasan Aroeboesman Ende, Tidak susah menjangkaunya.
Asrama dan area runway Bandara hanya dibatasi dranainse dan pagar besi. Drainase itu seringkali memuntahkan sampah dan banjir.
Yang mengikuti dinamika informasi tentang Ende, sedikit punya gambaran?.
Ah sudahlah rumah reot itu sudah lama 'hilang', terendam banjir, tenggelam dalam hingar bingar isu - isu yang dominan soal kuasa, jabatan, kelompok.