Mohon tunggu...
Gosyen Karawaheno
Gosyen Karawaheno Mohon Tunggu... Jurnalis - Deus Sive Natures

Tulisanku penuh dengan opini pribadi yang disatukan akal agar terkesan cocok dengan moralitas yang ada di masyarakat. Semoga mencintainya. https://medium.com/@karawaheno

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Anime "Made in Abyss" dalam Pandangan Filsafat Eksistansialisme

31 Januari 2024   21:10 Diperbarui: 31 Januari 2024   21:14 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kiri Reg, Kanan Riko | alphacoders.com

Made in Abyss (bahasa Jepang: Hepburn: Meido in Abisu) adalah sebuah seri manga Jepang yang ditulis dan diilustrasikan oleh Akihito Tsukushi.

Seorang gadis yatim piatu bernama Riko tinggal di Panti Asuhan Belchero di kota Orth. Kota ini mengelilingi lubang raksasa aneh yang turun jauh ke dasar bumi, yang dikenal sebagai Abyss. Abyss menyimpan artefak dan sisa-sisa peradaban yang sudah lama hilang, dan oleh karena itu, merupakan tempat berburu yang populer untuk apa yang disebut Cave Raiders, yang melakukan penurunan yang sulit dan berbahaya ke dalam lubang yang dipenuhi kabut untuk memulihkan peninggalan apa pun yang dapat mereka temukan.

Kembali dari Abyss bisa berbahaya karena "Kutukan Abyss," penyakit misterius dan berpotensi fatal, bermanifestasi saat kenaikan. Semakin dalam seseorang pergi, semakin akut efek kutukan; Beberapa yang telah turun ke daerah yang lebih rendah telah kembali untuk menceritakan pengalaman mereka. Beberapa Cave Raiders legendaris mendapatkan gelar White Whistles, salah satunya adalah ibu Riko, Lyza, yang dianggap mati setelah mengambil "keturunan terakhir" ke dalam Abyss.

Kerinduan Riko dalam hidup adalah mengikuti jejak ibunya dan menjadi White Whistle. Suatu hari, dia menemukan seorang anak laki-laki setengah manusia / setengah robot di lapisan pertama Abyss dan menamainya Reg (setelah seekor anjing yang dimiliki Riko). Riko dan teman-temannya menyelinap Reg ke Belchero dan dengan cepat menyambutnya ke dalam kelompok erat mereka. 

Beberapa waktu kemudian, sejumlah temuan dibuat dari kedalaman Abyss, termasuk White Whistle Lyza dan halaman penemuan dan pengamatan yang telah dia buat, serta pesan yang mungkin untuk Riko, yang menyatakan bahwa dia sedang menunggu di dasar Abyss. Riko, bertekad untuk menemukan ibunya, mengucapkan selamat tinggal kepada teman-temannya dan diam-diam berangkat ke Abyss dengan Reg sebagai temannya.

Eksistansialisme

Label eksistensialisme dan eksistensialis sering dipandang sebagai kemudahan sejarah saja karena kedua istilah itu pertama kali digunakan kepada beberapa filsuf setelah mereka telah lama meninggal. 

Meskipun eksistensialisme secara umum ditengarai dimulai oleh Kierkegaard, tetapi filsuf eksistensialis besar pertama yang menggunakan istilah tersebut untuk memperkenalkan diri adalah Jean-Paul Sartre. Sartre mengedepankan ide bahwa "yang dimiliki semua filsuf eksistensialis adalah doktrin fundamental bahwa eksistensi mendahului esensi", sebagaimana dijelaskan oleh Frederick Copleston

Abyss Sebagai Proyeksi Kedalaman

Abyss dalam bahasa Indonesia bisa di artikan sebagai kedalaman dan kegelapan, kedalaman juga dekat dengan para pemikir kontemporer. Sejak di mana untuk berpikir dan mempertanyakan keberadaan butuh kesadaran diri dan pemikiran yang kuat. Jean-Paul Sarte pernah bilang bahwa bagi manusia "eksistensi yang mendahului esensi" tapi jikalau bagi barang, "eksistensi yang mendahului esensi".

Contoh kecil eksistensi mendahului esensi adalah ketika manusia ingin mempunyai anak dengan sesuai idealisme mereka, tak akan pernah sesuai. Karena alam semesta adalah sesuatu yang di luar kontrol manusia, karena itu manusia tidak bisa meng-esensikan manusia yang lahir ke dunia. Sebaliknya, manusia bisa meng-esensikan barang yang akan ia ciptakan dan bentuk. 

Kedalaman Abyss digambarkan sebagai kehendak manusia yang tidak akan pernah puas dengan hasratnya. Ibarat kata, manusia dikutuk untuk terus mencari dan mencari sampai manusia punah karena selama manusia hidup, selama itulah manusia akan selalu berkehendak.

Perihal kehendak banyak dibahas dalam buku Friederich Nietzsche "Kehendak untuk berkuasa" beliau adalah seorang filsuf kontemporer abad 19--20. Pada buku "kehendak berkuasa" nietzsche berbicara perihal hasrat manusia yang tidak pernah terpuaskan, bahkan ia menggambarkan hasrat manusia berujung dan berakhir untuk menguasai sesuatu. 

Abyss sebagai sebuah lubang dalam yang menjadi momok kegelapan, malah memanggil seluruh manusia untuk menjelajahinya. Kegelapan yang digambarkan sebagai kematian dan kehilangan tak ada artinya di depan hasrat manusia. 

Hasrat manusia untuk mencari dasar dari kedalaman sering nya berakhir mencelakakan manusia itu sendiri. Karena manusia di kutuk untuk terus mencari meskipun taruhannya adalah nyawa manusia itu sendiri. Hasrat manusia yang berawal dari keingintahuan malah menjadi perjalanan untuk membunuh diri sendiri dan menyerahkan tubuh dan jiwa raga ke dalam Abyss.

Akhir

Sebagai mana abyss mengambil semua kehidupan dan memuaskan rasa penasaran, begitu juga hasrat manusia akan terpuaskan. Kedalaman abyss menjadi sebuah pelajaran hidup yang penting; pelajaran untuk selalu menghargai apa yang kita miliki dan genggam. 

Meskipun pada akhirnya genggaman kita akan lepas, setidaknya kita pernah menggenggamnya untuk sementara waktu. Kedalaman juga akan mencerminkan sifat-sifat dan hasrat manusia, dalam kedalaman manusia menemukan dirinya sendiri. 

Kedalaman menjadi bantuan untuk memahami keberadaan manusia yang singkat, di mana manusia akan memahami kedalaman dan kegelapan adalah akhir dari semua kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun