Mohon tunggu...
Goris Matly
Goris Matly Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa aktif Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng

TERUS MAJU!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apa Itu Dokumen Abu Dhabi yang Menimbulkan Perdamaian?

6 November 2024   14:42 Diperbarui: 7 November 2024   08:01 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://mediaindonesia.com/

Pendahuluan

Perdamaian merupakan suasana tentram dan rasa aman yang dirasakan manusia baik secara individu maupun kelompok. Perdamaian ada karena tidak adanya permasalahan. Namun realitas sekarang menunjukkan bahwa kedamaian itu malah hanya menjadi sebuah mimpi, karena banyaknya persoalan yang terjadi. 

Perang saudara, konflik, dan berbagai penderitaan yang dirasakan sesama manusia adalah akibat dari perlombaan senjata, kemerosotan moral, terorisme, ketimpangan, korupsi, ketidakadilan sosial, diskriminasi, ekstremisme, dan banyak penyebab lainnya.

 Tak lain semuanya berawal dari manusia sendiri sebagai akar permasalahannya, padahal setiap manusia itu mempunyai keinginan untuk merasakan kedamaian. Dan sekarang dengan begitu banyaknya masalah di berbagai belahan dunia, manusia sendirilah yang harus mengatasinya dan mencari jalan menuju kedamaian impian tersebut. 

Kehidupan manusia secara global hampir semuanya   adalah orang beragama yang selalu terikat dengan nilai-nilai moral, etika dan pedoman dalam ajaran mereka yang semuanya tentu menuju pada hal-hal baik. "Perdamaian di dunia bisa tercapai jika semua agama mengakui nilai norma dan prinsip dasar kesempurnaan yang terdapat dalam semua agama"(Knitter, 2003).

Oleh karean itu, melalui pertemuan yang dilakukan dengan suasana persahabatan dan persaudaraan antar dua petinggi agama besar di dunia, mengungkapkan harapan akan masa depan umat manusia yang cerah. Maka dari bergagai permasalahan dan melalui diolog terbuka, lahirlah Dokume tentang Persaudaraan Manusia atau yang dikenal sebagai Dokumen "Abu Dhabi" (HUMAN FRATERNITY MEETING), hasi konfenrensi Global pada 4 Februari 2019 di Abu Dhabi, Uni Emira Arab oleh Paus Fransiskus bersama dengan Imam Besar Al-Azhar, Ahmad Al-Tayyeb.

HASIL PEMBAHASAN

Dokumen Abu Dhabi sendiri merupakan dokumen tentang permainan yang telah terbit sejak 2019, yang pada kehadirannya itu membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan manusia, terutama karena adanya dialog antar petinggi agama terbesar di dunia (Paus Fransiskus bersama dengan Imam Besar Al-Azhar, Ahmad Al-Tayyeb). 

Yang kemudian membuka pintu torelansi antar umat beragama kedua belah pihak tersebut di seluruh dunia, dan bahkan juga membuat agama lain pun ikut terlibat sebagai satu saudara untuk kehidupan bersama menuju perdamaian. 

Contoh konkritnya yaitu adanya "House of Family" di Mesir untuk pertemuan pemimipin Muslim dan Kristen untuk mempererat hubungan dan juga mendukun agama-agama yang rentan terhadap konflik. 

Meskipun Dokumen ini telah terbit sejak 2019 silam, namum relevansinya masih sangat diperhitungkan dan diperluhkan dalam keadaan sekarang ini. Apalagi dihadapan realitas kekacauan sekarang (perang antar negara atau kelompok tertentu), dunia membutuhkan solusi untuk meredahkan permasalahn tersebut. Kehadiran Dokumen Abu Dhabi kini menjadi kunci untuk menuju arah perdamian, yang faktanya diimpikan oleh setiap orang.

Arah menuju perdamaian itu tak lain adalah hasil usaha manusia untuk menyelesaikan permasalahan yang mereka buat. Terlebih lewat Deklarasi Abu Dhabi yang bertolak dari keadaan realitas, berupaya secara konvensional menghargai persaudaraan insani yang menekankan rasa persaudaraan antar manusia, tanpa memandang latar belakang agama, etnis dan budaya. 

Memperjuangankan keadilan dan belas kasih setiap orang dalam dialog dan kerja sama, untuk mengajak semua pihak dalam memperhatikan penderitaan pihak lain sebagai kerja sama lintas agama, supaya saling terbuka, memahami dan menghormati dalam mengatasi perpecahan yang ada menuju perdamain. Maka pentinglah melihat dua belas inti-pesan yang dijunjung tinggi untuk menuju arah perdamain, berdasarkan dokumen Abu Dhabi;

  • Keyakinan bahwa ajaran agama-agama dimulai dari nilai-nilai perdamaian, saling pengertian, persaudaraan yang harmonis, untuk membangun keembali hikmat, keadilan, dan cinta. Khususnya bagi anak muda untuk tidak terjerumus dalam pemikiran-pemikiran materialistis, politik keserakahan, dan ketidakpedulian.
  • Kebebasan merupakan hak setiap orang. Setaip manusia diciptakan dengan begitu banyak kualitas-kualitas yang berbeda sebagai anugerah dari Allah, maka setiap orang berhak mengikuti agama tanpa ada paksaan. Sama seperti pernyataan dalam Konsili Vatikan II yang menekankan bahwa, "manusia wajib secara sukarela menjawab Allah dengan beriman; maka dari itu tidak seorang pun boleh dipaksa melawan kemauannya sendiri untuk memeluk iman."
  • Keadilan berdasarkan belas kasihan merupakan arah untuk mencapai kehidupan yang bermartabat yang adalah hak setaip manusia. Dengan demikian setiap manusia bisa hidup dengan tentram dan tidak mengganggu hak orang lain ataupun merebutnya.
  • Budaya toleransi menjadi penting untuk mengurangi permasalahan: ekonomi, sosial, politik dan lingkungan yang ternyata menjadi beban sebagian besar umat manusia.
  • Dialog berarti bersama-sama menuju nilai-nilia moral tertinggi yang adalah tujuan agama-agama, dan sekaligus menghindari diskusi tak produktif.
  • Perlindungan tempat-tempat ibadah adalah tugas wajib oleh agama, nilai-nilai kemanusiaan dan hukum perjanjian internasional. Setiap serangan terhadap tempat ibadah merupakan penyimpangan ajaran agama dan hukum internasional.
  • Terorisme adalah tindakan mengancam keamanan manusia. Terosisme sendiri adalah kesalahan interpretasi terhadap ajaran agama dan kebijakan yang menyebabkan kelaparan, kemiskinan, ketidakadilan dan penindasan. Maka hentikanlah tindakan mendukung terorisme secara finansial, penjualan senjata dan justifikasi, sebab terorisme adalah tindakan yang dikutuk.
  • Konsep kewarganegaraan merupakan dasar pada hak dan kewajiban. Oleh karena itu, penting menghindari kata minoritas yang bersifat diskriminatif yang menimbulkan perasaan keterasingan dan inferiorotas terhadap kelompok tertentu.
  • Hubungan antara Timur dan Barat adalah hal yang baik untuk saling melengkapi kekurangan masing-masing. Negara-negara Barat dapat menemukan obat atas kekeringan spiritual akibat materialisme dari negara-negara Timur, dan negara-negara Timur pun dapat mengatasi kemunduran pengetahuan dengan bantuan negara-negara Barat.
  • Pentingnya mengakui hak kaum wanita untuk mendapatkan Pendidikan, pekerjaan, dan berpolitik, dan adanya eksploitas seksual dengan berbagai alasan harus dihentikan.
  • Tugas keluarga dan masyarakat untuk melindungi hak-hak dasar anak atas makanaan sehat, pendidikan dan dukungan adalah kewajiban kedua pihak. Semua praktik yang melanggar martabat dan hak anak harus diberantas dan dihentikan.
  • Perlindungan kaum lansia dan mereka yang lemah, cacat, dan tertindas adalah kewajiban agama dan sosial, maka harus dijamin dan dipertahankan melalui undang-undang internasiaonal terkait.

Kedua belas pernyataan di atas adalah nilai-nilia menuju kedamian, yang adalah impian setaip manusia. Isi dokumen ini saja tidak akan cukup tanpa para penggerak yang dimanis, maka dokumen ini berseru kepada diri sendiri dan para pemimpin dunia internasional supaya bekerja keras menyebarkan kebudayaan tolerensi dalam hidup bersama sebagai langkah awal untuk menghindari berbagai pertikaian. 

Maka untuk para cendikiawan, tokoh agama, filsuf, pakar media, seniman, dan semua laki-laki serta perempuan dipanggil untuk membangkitkan lagi nilai-nilai perdamian, kebaikan, keadilan, keindahan, persaudaraan sebagai sesama manusia yang hidup berdampingan, dan juga sebagai dasar untuk menciptakan lingkugan yang aman bagi semua orang. (Bdk. Abu Dhabi, 2019).

Kesimpulan

Saya percaya bahwa kehadiran Dokumen Abu Dhabi menjadi pedoman sekaligus arah bagi manusia untuk menuju perdamain yang diimpikan. Seruan kedua pemimpin agama besar di dunia, bukan tanpa alasan sepele, tapi karena mementingkan kesejahteraan bersama. 

Meskipun perpecahan atau permasalahan diciptakan oleh manusia (perselisihan antar negara atau kelompok karena perbedaan idiologi dan keinginan merampas hak orang lain yamg membuat satu pihak menderita), nyatanya manusia sendirilah yang akan berusaha untuk menyelesaikannya Kembali (melalui organisasi-organisasi seperti: PBB dan juga lewat konvensional seperti Dokumen Abu Dhabi sendiri). 

Sebagai manusia beriman marilah kita bertolak dari nilai-nilai hasil kesepakatan dalam Dokumen Abu Dhabi yang sangat kaya ini untuk menuju impian kehidupan yang indah.

Bibliography

DOKUMEN KONSILI VATIKAN II. (2008). OBOR.

Knitter, P. (2003). Satu Bumi Banyak Agama. PT BPK Gunung Mulia.

Persaudaraan Manusia. (2019). OBOR.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun