Oleh : Goris Lewoleba, Wakil Ketua Umum dan Juru Bicara VOX POINT INDONESIA
Di tengah hingar bingar berita politik dan korupsi yang berseliweran pada  berbagai Media Massa  di Negeri ini, baik Media Mainstream maupun Media Sosial, tiba-tiba ada kabar yang sangat mengejutkan, sekaligus amat menggembirakan bagi seluruh rakyat Indonesia di seantero Tanah Air Â
Kabar sukacita dimaksud terkait dengan perhelatan pesta Olahraga Asia Tenggara yang memberitakan bahwa, Tim Nasional  Sepak Bola Indonesia merebut Medali Emas  pada ajang SEA Games Tahun  2023 di Stadion Nasional Olimpiade  Pnom Penh,  Negara Kamboja yang kerap dijuluki sebagai Negeri Tanah Kemakmuran dan Negara Angkor Wat, yang memiliki Candi Terbesar di dunia.
Berita itu pun menjadi semakin istimewa melintas di benak publik, lantaran kemenangan ini justru direbut dengan menaklukan Tim Nasional  Sepak Bola Thailand, Negeri Gajah Putih,  dengan Skor telak 5-2 bagi kemenangan Pasukan Garuda Muda Indonesia Tercinta.
Kemenangan itu diperoleh melalui strategi jebakan serangan balik yang mematikan yang diterapkan oleh Arsitek Tim Nasional Indonesia Indra Sjafri, Sang  Pelatih yang "bertangan dingin",  seolah seperti pertandingan Sepak Bola dalam laga  Los Galacticos antara Real Madrid Versus  Barcelona dalam Fatamorgana Sepak Bola di Kawasan Asia Tenggara.
 Perebutan Medali Emas Sepak Bola di ajang SEA Games ini dilakukan melalui pertarungan yang sangat sengit dan mendebarkan,  serta berlangsung dengan amat  dramatis sejak menit awal peluit dibunyikan,  sampai di penghujung akhir babak perpanjangan waktu, pada hari Selasa (16/5/2023) malam.
Meskipun sebagian besar masyarakat Indonesia menyaksikan pertandingan itu melalui siaran di Televisi, tetapi kabar sukacita itu sontak menghentak nurani publik di seluruh Indonesia, karena sudah hampir 32 tahun, Indonesia tidak pernah mendapat Medali Emas di Cabang Sepak Bola sebagai Olahraga yang paling populer bagi masyarakat di berbagai belahan dunia mana pun.
Oleh karena itu, tidak kurang pula dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Â juga menyaksikannya melalui layar Televisi dengan ekspresi dan ungkapan sukacita bersama semua orang di sekitarnya, Â sembari melepaskan penat politik dalam mengurusi bangsa dan negara sebagai Presiden yang juga adalah Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan di Negeri ini.
Sepak Bola dan Politik di Indonesia
Dalam sejarah perkembangan peradaban umat manusia, olahraga Sepak Bola senantiasa berkelindan secara simetris dengan situasi dan dinamika politik di suatu negara.
Oleh karena itu, sebagai cabang olahraga paling populer dan menyita perhatian publik di Tanah Air, sepakbola Indonesia kerap kali menjadi ajang pertarungan politik sekaligus perebutan lahan bisnis  serta etalase politik bagi para tokoh politik.
Situasi itulah yang  justru dapat menghancur leburkan  prestasi dari olahraga Sepak Bola itu sendiri,  karena olahraga  Sepak Bola telah dimanfaatkan untuk kepentingan politik praktis dengan muatan sentimen publik terhadap siapa sosok tokoh dibalik Pengurus Olahraga Sepak Bola dimaksud.
Dengan demikian, maka tidaklah mengherankan bilamana dalam periodesasi tertentu, perkembangan prestasi Sepak Bola kita di Negeri ini hampir tidak mengalami kemajuan yang berarti, meski telah dilakukan dengan berbagai macam cara, melalui gonta ganti pelatih, Â termasuk dengan menerapkan kebijakan Naturalisasi Pemain yang cenderung hanya bertujuan untuk mengejar target prestasi secara instan dan bersifat insidentil.
Pada hal, dukungan dan antusiasme publik di Tanah Air mengenai olahraga Sepak Bola telah menjadi aset dan modal sosial untuk membangun Tim Sepak Bola Nasional secara sistematis, otentik dan terukur, agar dapat berbicara pada level SEA Games dan Asian Games,  bahkan sampai  pada ajang Piala Dunia.
Apalagi, fakta sosial memperlihatkan bahwa, ketika terjadi pertandingan Sepak Bola antara Tim Nasional Sepak Bola Indonesia melawan Tim Nasional Sepak Bola negara manapun, maka akan tampak lebih dari 60 sampai 80 ribu orang penonton memadati Stadion Utama  Gelora Bung Karno  untuk menyaksikan Kesebelasan Nasional bertanding dan berlaga di medan juang demi harga diri dan martabat bangsa dan negara Indonesia.
Sementara itu seratus juta orang lainnya menonton melalui televisi untuk menyaksikan pertandingan itu, dan hal ini menunjukkan bahwa,  daya tarik sepakbola di Indonesia telah dapat  menyaingi fanatisme penonton Liga Utama Sepak Bola di Inggris,  Jerman dan di negara-negara Amerika Latin, seperti Brasil,  Argentina dan Uruguay.
Bahkan dengan olahraga Sepak Bola, dapat pula memberikan implikasi sosial bagi sosok politik untuk seseorang  yang dapat menjadi sangat dikenal publik, tidak hanya di dalam  negeri sendiri, tetapi juga sampai ke kalangan mancanegara.
Dalam pengalaman  dan kenyataan, sejarah telah mencatat bahwa, secara politis, seorang pemain Sepak Bola terkenal di suatu negara dapat menjadi sumber inspirasi masyarakat dari negara yang bersangkutan untuk mengungkapkan segala impian dan harapan  politik dan hati nurani, sekaligus sebagai media transmisi untuk menyalurkan aspirasi dan preverensi politiknya secara kolektif sebagai warganegara.
Hal ini dapat diperlihatkan oleh George Weah, seorang pemain legendaris dari Klub AC Milan di Italia berkebangsaan Liberia, yang telah menjadi Presiden dari negara yang bersangkutan karena popularitasnya yang memperlihatkan pesona kepemimpinan yang flamboyan dan aspiratif.
Meskipun demikian, ada pula pihak  yang memanfaatkan kisruhnya tatakelola olahraga Sepak Bola di negaranya untuk menjatuhkan lawan politik dalam hajatan Pemilihan Umum Presiden di negara yang bersangkutan.
Hal itu pula yang sudah terjadi di Negeri ini, dengan melakukan politisasi ajang Piala Dunia U-20 yang batal karena polemik kehadiran Tim Nasional dari Negara Israel, dan menjadikan Ganjar Pranowo sebagai salah satu Calon Presiden yang amat populer di Indonesia sebagai target utama untuk dijatuhkan.
Hal ini secara nalar cukup logis untuk dipahami, karena Ganjar Pranowo sedang berada di  singgasana elektabilitasnya yang  berada  di puncak popularitas sebagai Calon Presiden dalam menyongsong Pesta Demokrasi pada Pilpres Tahun 2024.
Ganjar Pranowo dan Jebakan Politik Sepak Bola
Ketika Keputusan FIFA membatalkan  pagelaran pesta Sepak Bola Piala Dunia U-20 di Indonesia, langit Politik di Tanah Air rasanya seperti akan terjadi Gempa Bumi Politik atau  Letusan Gunung berapi yang menimbulkan Hujan Abu ke semua sudut dan pelosok negeri.
Pasalnya, hal yang menjadi sumber soal dan pemicu batalnya gelaran Piala Dunia U-20, disebabkan  karena Pernyataan Penolakan kehadiran Tim Isreal oleh Ganjar Pranowo yang juga adalah  Bakal Calon Presiden dan kader tulen dari Partai PDI-P,  yang sedang sangat populer dan menjadi media darling dari hampir  semua jaringan pemberitaan di Tanah Air.
Dalam pada itu, tampak terlihat adanya anomali sosial  yang memperlihatkan Gestur Politik dari para Tokoh Politik di Negeri ini yang sedang mencari aman,  dan cenderung berlindung dan menjauh dari isu soal Tim Sepak Bola Israel,  dan berusaha menghindar seperti "Gajah Bersembunyi di Kedai Kopi'.
Dikatakan demikian karena, di tengah ramainya Ganjar Pranowo menerima serangan politik,. baik secara overt maupun laten, tetapi Tokoh Politik lain justru sedang berusaha mendulang keuntungan politik dengan memancing ikan di air yang keruh karena Pernyataan Ganjar Pranowo.
Bahkan sebagian pihak berpendapat bahwa, pernyataan Ganjar Pranowo itu, sebenarnya sedang meretas jalan menuju ke arah petualangan politik yang tak berujung.
Pada hal,  semua orang di Negeri ini, bahkan "semut pun tahu" bahwa, isu soal kedatangan Tim Isreal  dan bermain di Indonesia, harusnya menjadi atensi politik dari para pihak yang sangat berkepentingan secara parsial dan akan bersuara menolak,  tetapi ketika itu, tak seorang pun bersuara,  dan bahkan menjadi diam bungkam seribu basa.
Dalam situasi politik yang demikian, sebagian  orang lupa dan mungkin luput dari perhatian banyak pihak bahwa, apa yang dilakukan oleh Ganjar Pranowo adalah tindakan politik berbasis ideologi Pancasila dan dilakukan dengan sadar, tahu, mau dan mampu untuk menghadapi Risiko Politik apapun.
Terkait dengan keberanian untuk mengambil Keputusan Politik dengan sadar, mau dan mampu, merupakan salah satu indikator dan ukuran pada  standar moral politik yang berkualitas.
Dikatakan demikian karena, dalam banyak hal, terutama jika diperhadapkan pada pilihan poltik yang sulit, ada Tokoh Politik yang mau, tapi tidak mampu, atau sebaliknya ada Tokoh Politik yang mampu, tapi tidak mau.
Dalam fakta dan situasi politik terkait dengan Isu Israel ini, Ganjar Pranowo tidak sedang berada pada posisi  memegang Buah Simalakama politik, tetapi Ganjar Pranowo menyakini benar bahwa, dalam menghadapi situasi pilihan politik yang sulit, Dia sadar dan tahu  bahwa, Dia Mau dan Mampu untuk menghadapinya dengan beragam risiko politik yang akan terjadi.
Dan di sana, Ganjar Pranowo telah mengalami Ujian Politik yang sesungguhnya berkenan dengan Ideologi Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
Kecuali itu, Ganjar Pranowo juga menjadi Kader Partai  yang sangat loyal kepada Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI-P atas apa pun kebijakan politik yang diambil dan diputuskan Pimpinan Partai PDI-P.
Oleh karena itu, Ganjar Pranowo merupakan Kader tulen dari PDI-P yang sudah sangat teruji dan telah lolos dari Jebakan Politik Sepak Bola, dan Ganjar memang layak menjadi salah satu  Tokoh Nasional Kebanggaan Bangsa  Indonesia saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H