Mohon tunggu...
Goris Lewoleba
Goris Lewoleba Mohon Tunggu... Konsultan - Alumni KSA X LEMHANNAS RI, Direktur KISPOL Presidium Pengurus Pusat ISKA, Wakil Ketua Umum DPN VOX POINT INDONESIA

-

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Calon Tunggal di Pilkada dan Resesi Demokrasi

9 Desember 2020   05:11 Diperbarui: 9 Desember 2020   10:07 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga melintas di dekat daftar pasangan Calon Gubernur-Wakil Gubernur Sulsel dan Calon Walikota-Wakil Walikota Makassar saat pemungutan suara pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Sulsel dan Walikota-Wakil Walikota Makassar di TPS 01 Keluarahan Tidung Mariolo Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (27/6/2018). (ANTARA FOTO/YUSRAN UCCANG via kompas.com)

Lebih lanjut dikatakanya pula bahwa, ada beberapa indikator yang memberi peringatan yang perlu mendapat perhatian untuk menghindarkan Indonesia menuju ke arah otokratisasi.

Beberapa indikator penting itu antara lain, parpol yang lemah, klientelisme elektoral, polarisasi politik dan sosial yang memberikan kontribusi pada lingkungan yang buruk bagi kelompok masyarakat sipil, serta melemahkan kepercayaan pada hasil pemilihan dan memicu kriminalisasi terhadap perbedaan pendapat.

Sehubungan dengan situasi Demokrasi Indonesia sebagaimana dinarasikan di atas maka, The Economist Intelligence Unit (2020) dalam analisisnya menunjukkan bahwa Indeks Demokrasi Indonesia cenderung menurun, di mana dikedepankan bahwa, pada tahun 2016 skor Indonesia 6,97 dan menurun menjadi 6,39 pada tahun 2017. Lalu, pada tahun 2018, skornya konsisten tetap pada posisi 6,39 dan pada tahun 2019 menjadi 6,48, dengan skala penilaian dalam skor (1-10).

Fenomena Politik Calon Tunggal
Untuk dapat memahami wajah Politik dan Demokrasi di Indonesia secara lebih representatif dan memadai, maka sebagaimana yang disinyalir oleh Allen Hicken (ibid) bahwa, Indeks Demokrasi di Indonesia cenderung menurun karena adanya kelemahan partai politik dalam melakukan kegiatan rekrutmen, dan tidak adanya proses kaderisasi secara terbuka yang berorientasi kepada kualitas personal kader, tetapi lebih kepada sistem klientalisme. Hal ini telah memberikan dampak yang signifikan terhadap kualitas dari demokrasi itu sendiri.

Dikatakan demikian karena, klientalisme dapat menjadi modus operandi dalam rangka penguatan kekuasaan melalui penerapan praktik dinasti politik.

Dengan demikian, maka kekuatan praktek politik seperti itu, biasanya berkelindan dengan sistem oligarki kekuasaan yang selalu menghalangi proses kaderisasi politik, yang pada akhirnya hanya akan melahirkan Calon Tunggal di dalam proses Demokrasi pada setiap kesempatan Pemilihan Kepala Daerah.

Padahal, sebagaimana yang dinyatakan oleh Larry Diamond (2003) bahwa, Pilkada merupakan salah satu cara untuk menerapkan nilai-nilai Demokrasi, hal mana akan terjadi proses sirkulasi elit politik secara reguler dalam sebuah negara yang demokratis.

Lebih lanjut ditegaskannya bahwa, Pilkada merupakan ruang bagi pembangunan Demokrasi yang mencakup penguatan masyarakat politik, masyarakat ekonomi dan penguatan masyarakat budaya.

Selain itu, dalam proses Pilkada, terjadi juga sebagaimana yang disebut oleh Goran Hyden yang dikutip oleh Indra Palevi (2020) sebagai arena untuk menciptakan local good governance.

Dengan demikian, melalui Pilkada akan tercipta tatanan pemerintahan lokal yang baik, yang mencakup tiga dimensi yaitu, dimensi aktor pemerintahan, dimensi struktur dan postur pemerintahan di daerah, serta dimensi pengalaman empiris dalam menjalankan roda pemerintahan di daerah.

Calon Tunggal dan Resesi Demokrasi
Dalam praktik politik elektoral, kualitas emokrasi amat ditentukan oleh tingkat Partisipasi Politik dari para pemilih. Dan hal itu sangat ditentukan oleh berbagai variabel dengan frekuensi dan intensitas yang beragam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun