Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Meramal Masa Depan Kita

9 Juni 2017   06:00 Diperbarui: 18 September 2017   02:30 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Relawan pada HLS, FOTO: worldoceansday.org
Relawan pada HLS, FOTO: worldoceansday.org
Manusia tidak bisa tidak, mesti bergantung pada laut. Sekitar 90% dari benda-benda yang kita gunakan harus melewati laut sebelum sampai di rumah kita. Ini kiranya perumpamaan seperti barang-barang antik di Eropa yang diekspor pada zaman Romawi. Atau juga bahan bakar untuk Eropa dan Amerika saat ini yang diimpor dari banyak negara di dunia. Bukan hanya ini. Sekitar 20% dari protein hewani yang kita konsumsi berasal dari laut. Maka, mau tidak mau, kita mesti bergantung pada laut.

Laut sendiri memenuhi sekitar 71% dari planet Bumi. Luas daratan kecil sekali. Itulah sebabnya sekitar 37% dari penduduk dunia hidup di pinggir laut. Tengok misalnya Suku Bajo di Indonesia yang terkenal sebagai suku nomaden laut. Mereka adalah pelaut ulung Indonesia. Dari sana muncul pepatah terkenal Laut Berputar, Bumi Berhenti. Maksudnya, orang Bajo membangun tempat tinggalnya di atas laut yang terus berputar, ketimbang di atas tanah yang tinggal diam atau berhenti.

Sudah saatnya, kita peduli dengan laut, masa depan kita. Jika tidak, anak cucu kita pun akan lenyap bersama hancurnya ekosistem laut. Tentang slogan ini, penulis ingat papan iklan di kota Labuan Bajo-Flores pada 2002 silam. Saat itu, penulis bersama rombongan tiba pada malam hari. Berhenti di terminal bus di pinggir laut. Di situ terpampang tulisan besar yang disinari cahaya lampu putih, LAUT MILIK ANAK CUCU KITA. Slogan itu---betapa pun tuanya---kini bergema kembali dalam tema HLS tahun 2017 ini.

Mari selamatkan laut kita, FOTO: worldoceansday.org
Mari selamatkan laut kita, FOTO: worldoceansday.org
Jika kita tidak bisa berbuat banyak kepada  laut di sekitar, kita boleh menulis tentang laut. Indonesia yang memiliki luas lautan yang besar kiranya boleh belajar dari Italia. Seperti Indonesia, Italia juga dikelilingi oleh lautan luas. Pada Konferensi tentang Laut di New York, hari-hari ini, Italia mempresentasikan Proyek OLI, Ocean Literacy Italia. Proyek ini mau menargetkan program "Budaya Laut" sejak di bangku sekolah dasar. Maka, jika laut adalah milik anak cucu kita, bolehlah program OLI ala Italia ini dikembangkan.

Ayo....mari memerhatikan laut kita, masa depan kita.

Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.

PRM, 9/6/2017

Gordi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun