Di Eropa yang terkenal dengan suasana damainya rupanya masih terbelenggu keadaan kurang damai. Keadaan ini menjadi nyata dalam suasana yang menakutkan karena teror yang terjadi akhir-akhir ini di beberapa tempat di beberapa negara seperti Jerman, Prancis, Swedia, Inggris, dan sebagainya. Paus dalam pesannya mengingat konflik yang terjadi di Ukraina. Semoga konflik iniโharap Paus Fransiskusโakan segera berakhir dan ditemukan jalan keluarnya.
Jalan keluar ini mesti ditemukan agar kaum muda sebagai penerus bisa menikmati kehidupan yang layak itu. Kaum muda menjadi perhatian utama Paus Fransiskus untuk benua biru ini. Dalam pesannya, Paus berharap agar kaum muda di Eropa yang telantar karena tidak punya pekerjaan segera mendapat harapan baru. Jika tidak, keadaan ini akan membuat kehidupan benua tua ini menjadi makin sulit.
Untuk kaum muda, tidak ada jalan lain selain terus berharap agar tidak jatuh dalam bahaya putus asa. Kaum mudaโbetapa pun kontribusinya kecilโtetap menjadi bagian dari masyarakat. Paus Fransiskus pun berharap agar kaum muda mesti mempunyai harapan. Harapan adalah sumbu hidup bagi kaum muda. Sumbu ini akan terus mengalirkan kehidupan jika terus diberi tenaga.
Dalam homili Misa Paskah Minggu 16 April kemarin, Paus mengibaratkan kaum muda seperti sebutir pasir. Pasir ituโkata Pausโadalah bagian dari sekumpulan pasir. Betapa pun ukurannya kecil, pasir itu tetaplah seperti pasir lainnya. โItulah sebabnya pasir itu mempunyai makna,โ kata Paus. Seperti pasir, kaum muda adalah bagian dari masyarakat. Kaum muda menjadi amat berarti karena dia adalah bagian dari masyarakat yang besar itu. Dengan menjadi bagian dari yang besar itu, kaum muda tak perlu takut untuk terus berharap.
Harapan itu dalam kenyataannya tidaklah begitu mudah. Masih banyak kaum muda yang mudah putus asa. Bagi mereka, harapan itu menjadi sesuatu yang melelahkan dan tidak berujung. Harapan dalam waktu yang panjang memang bisa menjadi sebuah kebosanan bagi kaum muda tertentu. Kaum muda yang jatuh dalam bahaya putus asa seperti ini tidak akan mampu memberi makna dalam hidup mereka.
Orang yang tidak mampu memaknai hidup mereka menjadi perhatian Paus Fransiskus dalam homili Misa Malam Paskah (Sabtu 15 April). Paus mengibaratkan mereka ini seperti kelompok yang tidak bisa menangis. Orang yang bisa menangis adalah mereka yang bisa memaknai kehidupan mereka. Itulah sebabnya Paus mengatakan, โTangisan kedua Maria adalah tangisan dari perempuan yang merasakan ketidakadilan.โ
Kedua Maria yang dikisahkan dalam cerita itu adalah perempuan yang melihat ketidakadilan sosial dalam masyarakat. Para algojo mengadili Yesus tanpa menemukan kesalahannya. Tangisan seperti kedua Maria iniโkata Paus Fransiskusโmuncul saat ini pada wajah Ibu-ibu di Siria yang kehilangan anak-anak mereka. Mereka tidak melihat ketidakadilan dalam masyarakat.
Jumlah mereka makin besar. Boleh jadi dunia kita memang sedang buta dengan kemanusiaan. Koran Avvenire edisi 14 April yang lalu melaporkan jumlah para imigran yang meninggal dalam pengungsian besar ini. Tahun 2017 yang baru berjalan 4 bulan ini rupanya akan menjadi tahun gelap jika melihat jumlah korban ini. Dari Januari sampai April ini terdapat 603 pengungsi dari Afrika yang meninggal dalam perjalanan. Total pengungsi yang masuk Italia selama 2017 berjumlah 27.000. Antara Kamis dan Jumat yang lalu, sebuah kapal dari Libia membawa 120 orang ke Italia (pengakuan dari Juru Bicara Angkatan Laut Libia Ayob Amir Ghasem). Sayangnya, saat mendarat di Italia, penumpang yang selamat hanya 23 orang. Berarti 97 orang dinyatakan hilang atau tenggelam. Pada 2016 yang lalu terdapat 4600 orang yang mati. Jumlah ini hampir 2x lipat dari tahun sebelumnya (2015) yakni 2800 orang.
Sampai kapan mereka atau kita akan hidup dalam suasana yang menakutkan ini?