Tak ada kata terlambat untuk Indonesia. Segala sesuatu ada waktunya, kata pepatah kuno. Tetapi, Indonesia mesti melakukan sesuatu dalam kesempatan yang tersedia. Jangan menunda-nunda. Manfaatkan peluang yang ada.
Saat Indonesia masih berjuang dengan keadaan politik dalam negerinya, negara lain sudah duluan menyelamatkan koleksi budaya Indonesia. Kelak, Indonesia akan geleng kepala. Kok negara lain sudah lebih dulu mengoleksi kekayaan budayanya. Menyesal tentu saja alamiah dan normal. Tetapi, justru akan makin besar rasa sesalnya jika berhenti pada sikap geleng kepala.
Amat disesalkan memang, Indonesia membuang waktunya untuk bidang politik. Politik seolah-olah urat nadi sebuah bangsa. Apa-apa dipolitisasi. Akibatnya, ekonomi dan transportasi pun makin lamban jalannya. Saat negara lain sudah meninggalkan politik yang mendominasi, Indonesia masih berkutat dengan situasi politiknya. Sisi lain pun diabaikan.
Tetapi, belum terlambat. Asal mau berubah, Indonesia selalu punya peluang yang besar. Indonesia terlalu kaya dan besar untuk dieksplorasi. Itulah sebabnya, banyak yang berkomentar, tak cukup satu generasi untuk memahami Indonesia. Tetapi, jangan terbuai dengan komentar orang. Indonesia sendiri mesti berbuat. Jangan Cuma mendengar dan tersenyum kagum-kagum saja.
Beberapa waktu lalu, kompasianer Diaz Abraham, menghubungi saya melalui sebuah pesan. Dalam pesannya, dia meminta saya untuk membuat tulisan tentang Nias. Tulisan itu rencanaya mau menceritakan isi koleksi salah satu museum di kota Firenze atau Florence, Italia. Di museum ituโkata Diazโada koleksi budaya Nias.
Setelah saya menyusuri melalui situsnya, museum ini memang benar mengoleksi kekayaan budaya Indonesia. Bangga dan sedikit mengeryitkan dahi. Bangga karena museum ini menjadi kaya dengan koleksi budaya Indonesia. Lumayan nama Indonesia terpampang di sana. Kernyit dahi sambil bertanya, mengapa Indonesia belum berhasil membuat museum untuk mengoleksi kekayaan budayanya?
Seperti dijelaskan Diaz, museum yang bernama Museo di Storia Naturaleย ini mengoleksi kekayaan budaya Nias dan beberapa daerah sekitarnya. Museum ini dikelola oleh para ahli dengan kualitas internasional. Banyak profesor dari Universitas di Firenze menjadi kurator berbagai bidang di dalam museum ini. Itulah sebabnya, museum ini menjadi bagian dari Universitร degli studi di Firenze.
Melihat peta lokasinya, saya jadi ingat kunjungan ke kota Firenze 3 tahun lalu. Saat itu, kami mulai bereksplorasi dari pusat kota. Museum ini rupanya terletak di pusat kota, dekat dengan Gereja Katedral kota Firenze. Seandainya waktu itu saya tahu, pasti kami juga mampir di museum ini.
Mantegazzo saat itu mempunyai wawasan futuristik. Baginya, masa depan itu luas dan panjang. Oleh sebab itu, ia ingin membuat sesuatu yang bermanfaat untuk masa depan. Ia pun mendirikan museum ini dengan maksud awal, ingin mengoleksi saksi-saksi sejarah kemanusiaan dari berbagai belahan dunia. Saksi sejarah kemanusiaanโbaginyaโadalah objek budaya yang hidup. Dia tidak menyinggung soal manusia tetapi soal objek budaya yang berkaitan dengan kehidupan manusia.
Saat ini, idenya itu menjadi makin besar. Ada 18 ruang koleksi khusus bidang etnografi. Di dalamnya terdapat berbagai objek budaya dari Amerika Latin (budaya Tupinanba, budaya tua dari zaman Inca di Perรน), Eropa (Lapponia), Asia (budaya Ainu dari Pulau Hokkaido-Jepang, budaya Nias-Indonesia), dari Siberia, Lapponia (Swedia), dari Afrika Selatan, dan sebagainya.
Museum yang ingin mengoleksi budaya di luar Italia ini memang makin kaya. Bisa dimaklumi karena sudah dibangun dengan perencanaan yang matang. Rencana awal sudah muncul sejak abad XVI oleh keluarga Kerajaan (corte) di kota Firenze saat itu yakni Bernardo Buontalenti (1531-1608).
Selain bidang etnografi, museum ini rupanya dibagi dalam berbagai bidang lainnya seperti Biomedica, Botanica, Ceroplastica, Chimica, Paleontologia, Mineralogia, Orto Botanico, Zoologia. Bayangkan, betapa kayanya museum ini. Belum lagi ditambah dengan koleksi berupa foto-foto (26.000 lembar), objek budaya dari keramik seperti gelas dan pot bunga (25.000 buah) dan film pendek.
Koleksi dari Indonesia ada di museum ini atas jasa Elio Modigliani (1860-1932). Elio adalah antropolog dan ekplorator Italia yang mengunjungi Indonesia selama 3 kali. Tahun 1886 di Pulau Nias, 1890 di Sumatra, dan tahun ย 1894 di Pulau Engano (Pulau terluar di Provinsi Bengkulu saat ini) dan Kepulauan Mentawai (Pulau Sipora). Dari perjalanannya ini, Elio pun berhasil mengoleksi sekitar 2000 objek budaya (lukisan, pahatan, kerajinan tangan, alat-alat berburu, senjata tradisional untuk memusnahkan musuh, dan sebagainya) Indonesia termasuk foto-foto dan catatan perjalanan.
Perjalanan Elio ke Indonesia amat menakjubkan. Sebelum ke Indonesia, dia belajar di Il Museo di Storia Naturaledan Istituto della R. Marina di kota Genova. Di dua tempat ini, dia juga belajar menagkap hewan dan memakai busur panah. Ini kiranya tak lepas dari bayangannya akan Nias yang saat itu sulit dijangkaui atau masih didominasi oleh hutan lebat. Ini adalah modal awal bagi Elio.ย
Dengan ini, eksplorasinya pun berhasil. Dia bisa hidup dengan orang Nias, belajar budaya dan bahasa Nias. Dari Nias dia beralih ke tanah Batak di dekat Danau Toba. Setelah hidup dengan orang Batak, dia pun berangkat ke Pulau Sipora-Mentawai. Di sini tidak bisa berlama-lama karena dia diserang penyakit malaria.
Selain menjadi koleksi museum, eksplorasi ini juga dibukukan. Elio berhasil menulis sekitar 3 buku khusus tentang perjalanan di Indonesia: Viaggio a Nias (Perjalanan ke Nias) 1890, Tra i Batacchi indipendenti (Di antara orang Batak) 1892, L'isola delle donne(Pulaunya Para Gadis, julukan untuk Pulau Nias) 1895. Satu buku terakhir ditulis oleh Vanni Puccioni, Elio Modigliani: un fiorentino all'esplorazione di Nias Salatan, 1886 (EM, seorang Fiorentino โsebutan untuk warga Firenzeโ dalam eksplorasi di Nias Selatan) diterbitkan tahun 2013. ย
Karya Elio sungguh luar biasa. Menyumbang untuk Italia dan Indonesia. Italia menjadi makin kaya dari segi koleksi budaya. Sekaligus ada nilai plus untuk Indonesia. Nama Indonesia muncul di museum ini. Elio sudah membuka jalan, bagaimana mengoleksi budaya Nias. Sekarang, ditunggu giliran Indonesia membuka museum untuk koleksi barang antiknya.
Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.
PRM, 26/1/2017
Gordi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H