Keluarga ini adalah keluarga Ibu Baji. Saat ini, dari 9 menjadi 4 orang saja. Keluarga ini sebenarnya menjadi penerus atau ahli waris bukan saja dari Bahasa Pacahuara, tetapi juga budaya dan adat istiadat Pacahuara. Sayang, seperti nasib bahasa mereka, budaya dan adat istiadat pun akan hilang. Kematian bahasa kini sekaligus juga menjadi ancaman bahkan menjadi kematian dari budaya dan adat istiadat itu sendiri.
Bersama bahasa Pacahuara, keberadaan dialek dan bahasa kecil lainnya di daerah Amazzonia pun akan terancam. Dalam 10 tahun terakhir ini, sekitar 100 dialek asli Ammazzonia punah. Dialek ini punah bersamaan dengan terancamnya kehidupan dari suku asli. Mereka โterusirโ dari tanah leluhurnya oleh perusahaan multinasional yang mengeruk kekayaan alam mereka. Hutan Amazzonia dengan kekayaan emas, batu alam, kayu, dan sumber alam lainnya menjadi rebutan para perusahaan multinasional. Sayang perebutan ini pun berujung pada โpengusiran warga lokalโ.
Makin malang bagi penduduk lokal karena kebijaksaan lokal juga ikut punah. Selain Bahasa Pacahuara, bahasa Resignaro juga mengalami nasib sama. Bahasa ini pamit lebih dulu dengan kematian penutur terakhirnya yakni Rosa Andrade dari Peru. Nasib 51 bahasa lokal lainnya juga akan terancam. Boleh jadi akan menjadi seperti bahasa Resignaro. Sungguh sayang, bahasaโbudayaโadat istiadatโdan kebijaksaan warisan mereka akan punah. Padahal, ini adalah warisan sejarah yang berharga.
UNESCO juga membuat prospek ke depan. Katanya, pada abad ini (abad ke-21) boleh jadi akan hilang sekitar 7000 dialek di bumi ini atau sekitar 1 dialek dalam setiap 15 hari. Kenyataan ini menjadi sungguh memilukan bagi kelangsungan hidup bahasa dan budaya di dunia. Bahasa dan budaya dari sebuah masyarakat hilang begitu saja. Ini bisa meresahkan bagi pecinta bahasa di seluruh dunia.
Keresahan ini membuat banyak pecinta bahasa bangun dari tidur nyenyaknya. Mereka berusaha agar kematian bahasa dan budaya ini tidak berlangsung cepat. Satu dari pecinta bahasa ini adalah University of Pennsylvania di Amerika Serikat. Universitas ini melalui lembaga penelitiannya Enduring Voices berusaha untuk menyelamatkan beberapa kata dari bahasa-bahasa yang akan punah. Lebih banyak kata akan lebih bagus. Sampai saat ini, mereka sudah menyelamatkan 32.000 kata beserta maknanya. Jika diteruskan, pekerjaan ini juga akan menjadi sebuah kesuksesan besar.
Jika University of Pennsylvania di AS sudah bangun, bagaimana dengan Indonesia? Andai para pendemo, ramai-ramai ke daerah terpencil dan mengumpulkan kata-kata dari bahasa-bahasa yang akan punah di Indonesia, sampai kini, bahasa-bahasa itu pun terselamatkan. Lumayan untuk memperlambat kematian sebuah bahasa. Tetapi, ini hanya angan-angan sebab para pendemo lebih suka menghabiskan waktunya bukan untuk bekerja demi bangsa tetapi demi keegoisan mereka. Indonesia memang beda.
Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.
SELAMAT TAHUN BARU.
PRM, 10/1/2017
Gordi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H