Gema Natal dari Vatikan tahun ini sungguh indah. Gema itu lahir dari kata-kata Paus Fransiskus dalam homilinya. Homilinya singkat, padat, dan menyentuh.
Katanya, Yesus lahir lalu diletakkan di atas palungan. Di hadapannya ada orang tuanya, Maria dan Yosef.ย Yesus kiranya senang karena berada di dekat bapak dan ibunya. Ia tidak merasa sendiri. Ia merasakan kehangatan dari pelukan ibunya.
Kehangatan ini tidak dirasakan oleh banyak anak di zaman ini. Paus Fransiskus mengingatkan anak-anak yang lahir dan hidup dalam situasi sulit saat ini. Merekaโkata Pausโtidak merasakan pelukan ibu mereka saat lahir.
โBayangkan anak-anak yang lari dari ancaman bom, yang sedang berlayar dengan perahu di atas lautan, yang tidur di pinggiran jalan dan di emperan toko,โ demikian lanjut Paus Fransiskus.
Paus kiranya tidak asal sebut mengenai anak-anak yang sedang berlabuh dengan perahu di atas laut saat ini. Hari-hari ini banyak orang lari dari Siria dan beberapa negara lainnya. Dengan perahu kecil, mereka berusaha mencari kehidupan yang layak di Eropa. Merekalah kaum imigran yang datang mencari secercah harapan.
Di Vatikan, kaum imigran ini tidak asing lagi. Vatikanโselain menampung beberapa dari merekaโmengizinkan mereka mengunjungi Museum Vatikan dan Kapela Sistina secara gratis. Ini semua karena Vatikan ingin melihat mereka bahagia seperti banyak orang lainnya.
Pemerintah dan Gereja Katolik Malta rupanya menghadiahkan sesuatu yang berharga untuk Vatikan. Kandang Natal itu adalah hasil karya Manwel Grech, seorang seniman di kota Gozo, Malta. Dalam karya seni itu, Grech menggambarkan Malta dalam bentuk seni arsiteksturnya, flora dan fauna, juga model rumah-rumah antik di sana.
Di dalam gambaran ini juga terdapat 17 figur termasuk beberapa figur binatang. Figur yang menarik perhatian adalah Luzzu. Figur ini menggambarkan drama para imigran di atas perahu yang sedang berjuang sampai mati untuk sampai di Eropa.
Uskup Agung Malta, Monsinyur Charles Scicluna, dalam sambutannya saat mengantarkan il presepeitu ke hadapan Paus Fransiskus mengatakan bahwa, di dalam figur perahu yang ada dalam kandang natal ini, kami dari Malta ingin mencari kehidupan yang layak di Eropa termasuk ketika kami keluar sebagai kaum imigran dari negara kami.
Paus Fransiskus dalam sambutannya saat itu menekankan hal senada dengan Mons. Charles. Kata Paus, melalui figur dan perahu ini, kita ingin menunjukkan rasa solidaritas, semangat berbagi, persaudaraan, dan kehangatan dalam menerima kaum imigran.
Kandang Natal hasil karya pilihan beberapa seniman di Malta ini berukuran besar. Panjangnya sekitar 17 meter, lebar 12 meter dan tingginya 8 meter. Kandang Natal iniโseperti Pohon Natalโakan dipajang sampai 8 Januari tahun 2017 yang akan datang.
Jika menilai sampai di sini saja, mungkin muncul penilaian negatif. Pada saat yang sama rupanya, ditanam sebanyak 45 pohon sejenis. Woaoโฆini pelajaran bagus. Sebatang yang dicabut, 45 batang ditanam. Hutan ini kelak akan rindang kembali.
Pohon ini kemudian dihias dengan berbagai objek hiasan dari berbagai negara di dunia. Hiasan ini disiapkan oleh sekelompok anak-anak dari sebuah yayasan dengan nama Fondazione Contessa Lene Thun Onlus.(Yayasan Keluarga Ratu Lene Thun). Yayasan ini mengorganisir kerja anak-anak yang terlibat. Anak-anak ini bekerja di bawah bimbingan orang tua mereka.
Setelah dihias, Pohon Natal setinggi 25 meter ini ditempatkan di halaman Basilika Santo Petrus, Vatikan. Di sampingnya ada Kandang Natal dari Malta. Kandang dan Pohon Natal ini mulai dipajangkan sejak tanggal 9 Desember yang lalu.
Menurut Paus Fransiskus, Kandang dan Pohon Natal ini menawarkan nilai-nilai kehidupan, cinta, damai, dan penghormatan pada alam. Melalui pohon yang diambil dari alami tuโlanjut Pausโkita diajak untuk berterima kasih pada Pencipta dengan menghormati karya-Nya di alam ini.
Ah rasa-rasanya roti mesti menjadi simbol makanan di dunia. Makanan yang juga untuk semua. Makanan yang tidak hanya menjadi milik kaum tertentu saja. Betapa banyak anak-anak di Aleppo-Siria sana yang tidak merasakan kebahagiaan seperti Yesus yang lahir dan diapiti oleh dua orang tuanya. Anak-anak di Aleppo juga menderita kelaparan karena tidak mendapat ROTI seperti yang dialami oleh anak-anak lainnya di dunia ini.
Benar kata Paus, Natal ini membawa harapan bagi kita semua. Hanya saja harapan ini kadang dihalau oleh sebagian manusia. Manusia membutuhkan harapan dan manusia sendirilah yang menghancurkan harapan itu.
Di belahan lain, harapan itu menjadi kata yang membahagiakan dalam situasi yang tidak tentu. Sementara di Indonesia, kata harapan itu menjadi tak berarti kala kelompok yang mengatasnamakan agama mayoritas sibukmenjadi โhakim sendiriโ. Setiap tahun bermain hakim dengan melarang mengucapkan SELAMAT NATAL, melarang orang untuk berdagang termasuk dengan menarik perhatian pelanggan dengan atribut tertentu. Kalau begini terus, kapan majunya Indonesia ini? Di negara lain, orang sibuk bekerja, di Indonesia kelompok agama ini sibuk menjadi Tuan atas kelompok agama lainnya.
PRM, 25/12/2016
Gordi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H