Selain model yang sudah dibuatkan, harganya juga terjangkau. Wong bahannya dari plastik, harganya bisa ditaksir. Hanya ongkos mesin cetak 3D yang kiranya mahal. Juga dengan lama waktu tunggunya. Tetapi, jika ada lebih dari satu mesin cetak, pekerjaan ini menjadi lebih mudah lagi.
Saat ini, mesin cetak 3D mungkin belum begitu banyak peredarannya. Tetapi, kegunaannya justru mendesak. Bahkan, di beberapa kota besar di dunia, mesin cetak 3D ini juga dibutuhkan di rumah sakit. Beberapa dokter yang berduit bahkan menyelipkan di saku baju mereka, mesin cetak 3D ini. Jika sewaktu-waktu mereka butuh tinggal digunakan saja. Mesin cetak ini misalnya bisa mencetak bulu mata palsu, dan beberapa jenis barang lainnya.
Karena kemudahannya ini, misi e-nable communityini cepat menyebar. Konon, untuk merealisasikannya tidak butuh kantor khusus. Ruang kerja dan gedung sekolah pun bisa. Ini yang terjadi di Amerika Serikat dari hasil kerja sekelompok anak sekolah di sebuah sekolah.
Sekelompok anak-anak pramuka di kota Irmo, di negara bagian Carolina Selatan, AS misalnya membuatkan tangan palsu untuk teman kelas mereka. Mereka belajar menggunakan new technology lalu membuatkan percobaan. Dibantu oleh sang guru Profesor Craft dan dengan bantuan komunitas e-NABLE, mereka menghasilkan satu tangan untuk Alyssa, teman mereka. Tangan itu pun dibuat dengan warna kesukaan yang dipilih oleh Alyssa. Dengan itu, Alyssa pun bisa memegang buku.
Anak-anak rupanya tak ingin kalah. Mereka ingin meraih yang lebih. Demikian juga dengan misi membuat tangan. Misi ini bahkan menjadi proyek mereka. Bukan saja berhenti menjadi sebuah proyek. Mereka juga ikut mempresentasikan proyek ini dalam ajang kompetisi sekolah-sekolah di 16 negara bagian di AS. Alhasil, proyek bernama Proshetic Kids ini berhasil memenangkan kompetisi. Hasil yang memuaskan sampai-sampai anak-anak ini berkomentar, โKemenangan ini menjadi sebuah motivasi bagi kami untuk terus melanjutkan proyek kami, memproduksi lebih banyak tangan untuk orang lain yang membutuhkan.โ
Andai proyek dari anak-anak di AS ini berjangkit ke anak-anak di Indonesia misalnya di Jakarta, boleh jadi tidak ada lagi anak-anak jalanan di Jakarta. Proyek seperti ini akan membuat anak-anak Jakartaโdan anak-anak Indonesia pada umumnyaโberlatih untuk peka terhadap orang lain. Sifat peka itu mesti ditanam dalam kehidupan dan tidak melulu diajarkan di buku lalu hilang begitu saja.
Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.
PRM, 21/12/2016