Peperangan rupanya bukan jadi alasan tunggal untuk bahaya kelaparan di dunia. Alasan lain yang cukup besar adalah budaya membuang-buang makanan.
Di Italia, budaya itu dikenal dengan istilah lo spreco. Budaya ini disinyalir menjadi penyebab paling berbahaya untuk kasus kelaparan. Budaya spreco ini memang menjadi kebiasaan hampir di setiap keluarga di dunia. Di Italia, budaya ini juga berkembang pesat. Beruntunglah masih ada orang dan banyak sekali yang menyadari pengaruh budaya ini.
Badan FAO (Food and Agriculture Organization) dari PBB merilis laporan bahwa sekitar 1/3 dari makanan yang diproduksi dan disebarkan di seluruh dunia menjadi bahan buangan alias dibuang-buang begitu saja. Praktisnya, sekitar 1 milyar dan 300 juta ton makanan yang masih bisa dikonsumsi. Jumlah itu bisa membiayai hidup selama setahun dari sekitar 2 milyar orang.
Di Italia, jumlah makanan yang dibuang dalam setahun sekitar 9 juta ton. Kalau diuangkan kira-kira sebesar 8 milyar euro. Jumlah ini didapat dari kalkulasi sekitar 400 euro per keluarga. Jadi, rata-rata setiap keluarga di Italia membuang uang 400 euro setahun melalui makanan sisa yang mereka buang.
Jumlah ini tentu besar. Sayang jika, kebiasaan budaya spreco ini tidak dihentikan. Sebagian besar orang Italia sekarang mau menghentikan perkembangan budaya ini. Dan, tentu ada hasilnya. Italia—bersama dengan Prancis—menjadi satu-satunya negara yang sudah menerapkan la legge contro lo spreco(Hukum Melawan Budaya Buang-buang Makanan). Hukum ini tentu bisa membantu menolong sekitar 4 juta orang di seluruh Italia (termasuk di dalamnya para imigran) yang tidak mempunyai makanan.
Hukum melawan budaya membuang makanan ini diterapkan pertama kali dalam kesempatan Expo Internasional tahun 2015 yang lalu di kota Milan, Italia. Tema yang diusung waktu memang tentang Makanan.
Sebuah organisasi besar il Refettorio Ambrosiano(Kamar makan Ambrosius) dibentuk untuk menampung sisa makanan selama pajangan Expo. Nama Ambrosiano melekat dengan kota Milan. Ambrosius (339/40-397) adalah uskup sekaligus Pelindung kota Milan.
Pengalaman di Italia ini rupanya ditiru oleh Brasil dalam kesempatan Olimpiade yang lalu. Di beberapa kota di Brasil dibuka Kamar Makan besar RefettoRiountuk menampung sisa makanan dan minuman.
Hari ini, sabtu 26 November 2016, di seluruh Italia diadakan acara pengumpulan makanan untuk disumbangkan kepada orang miskin yang tak punya makanan. Acara bertingkat nasional ini dipelopori oleh Fondazione Banco alimentare. Yayasan ini yang bertanggung jawab untuk mengelola sumbangan makanan ini.
Di setiap pusat belanja si seluruh Italia akan ada para relawan yang siap menerima sumbangan dari warga. Sumbangan ini terutama bahan makanan. Tapi, bisa juga kebutuhan lain seperti pakaian. Entah roti, susu, pasta, beras, buah-buahan, daging, dan sebagainya. Makanan ini nantinya akan disebarkan di sekitar 8 ribu restoran untuk orang miskin. Restoran di sini maksudnya tempat makanan untuk orang miskin. Dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah mensa per i poveri.
Menghilangkan budaya spreco atau buang-buang makanan ini sebenarnya tidak sulit. Kuncinya adalah mulai dari diri sendiri dan jangan malu-malu.Banyak orang enggan untuk mengumpulkan sisa makanan di rumahnya. Lebih mudah membuangnya ke tempat sampah ketimbang menghabiskan waktu sejenak untuk mengumpulkannya dan menyimpan di kulkas, misalnya.
Di beberapa negara Barata da istilah Doggy Bag. Ini adalah tas khusus untuk menampung makanan sisa tadi yang terdapat di restoran. Tas ini bisa diminta pada akhir acara makan. Entah sisa anggur yang tidak selesai, botol acqua berisi setengah penuh, dan sebagainya. Kebiasaan ini sudah ada sejak bertahun-tahun di Amerika Serikat dan di Australia. Ibu negara Michelle Obama dan popstar Rhianna pun sudah mempraktikkan ini.
Di Italia, sejak Agustus lalu muncul yang namanya “family bag”. Ini juga merupakan bentuk inisiatif untuk melawan budaya Membuang-buang sisa makanan. Sayangnya, menurut laporan sebuah lembaga penelitian Coldiretti, sekitar 25% dari warga Italia masih malu-malu untuk mengumpulkan sisa makanan ini.
Untuk melawan ini, muncul juga inisiatif lain agar budaya melawan lo sprecoberkembang yakni dengan mendesain tas makanan tadi menjadi lebih menarik. Il Comieco nama lembaga yang mendesain tas itu. Hanya di Regione Lombardia (Milan) saja sudah terdapat sekitar 75% dari seluruh restoran menyediakan tas ini. Jadi, tinggal meminta saja.
Selain inisiatif ini, ada juga inisiatif kampanye di internet. Salah satu dari sekian banyak aplikasi itu adalah Myfoody, yang menghubungkan beberapa restoran atau pusat belanja untuk mengumpulkan sisa makanan. Aplikasi ini bisa diunduh di smartphone sehingga setiap orang mudah menerapkannya.
Inisiatif yang tak kalah seru dengan kampanye langsung yakni mengajak teman-teman kita untuk mengumpulkan sisa makanan itu agar bisa dikonsumsi lagi.
Begini cara Italia melawan budaya lo spreco alias membuang-buang makanan sisa, bagaimana dengan cara kita di Indonesia? Siapa tahu bisa saling tukar ide.
Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.
PRM, 26/11/2016
Gordi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H