Kosa kata ramah akrab di telinga para pelancong. Hampir pasti setiap pelancong menggunakan kata ini untuk menilai setiap orang yang ditemuinya. Tak jarang jika lahir penilaian, kota Jakarta tidak ramah bagi pendatang, misalnya. Atau kota Yogyakarta ramah bagi pendatang.
Penilaian ini memang ditunjukkan pada warga kota tersebut. Bisa juga ditujukan pada kotanya. Tetapi, tidak ada kota yang terlepas dari kebiasaan warganya. Kota yang ramah adalah kota yang diisi oleh orang yang ramah.
Penilaian seperti ini pun menjadi bumerang bagi warga Jakarta dan warga Makasar. Gara-gara sering demo, Jakarta pun kerap diidentikkan dengan kota demo. Demikian dengan aksi para intelektual muda di kota Makasar. Padahal, nyatanya, masih banyak warga Jakarta dan Makasar yang ramah.
Predikat seperti ini bisa juga dipakai untuk menilai kota dan warga Parma, Italia. Keramahan kota dan warga Parma ditunjukkan oleh rumah indah dan bersejarah di pusat kota Parma. Rumah itu adalah La Pilotta. Rumah ini bisa disebut sebagai Rumah Ramah bagi warga kota Parma.
La Pilotta memang bukan rumah warga biasa. La Pilotta atau nama lengkapnya Palazzo della Pilotta adalah rumah raja di kota Parma. Jangan heran jika rumah ini besar dan dijaga ketat pada zamannya. Kelilingnya dipagari pasukan militer elit kota Parma. Hanya saja semua penjagaan ini harus berakhir dalam perang dunia kedua itu. Sejak saat itu, rumah raja ini tinggal nama. Penjagaan pun tidak seketat saat itu.
Saat ini La Pilotta berwajah ramah bagi siapa saja. Setiap orang bisa lewat di halamannya. Kesan melewati rumah raja memang masih tampak. Terasa sekali bahwa kita sedang melewati rumah yang dijaga ketat. Rumah ini memang didesain untuk dekat dengan rakyat. Raja saat itu mungkin mempunyai motif sendiri untuk merancangnya.
Di tengah rumah ini, ada lorong besar yang menjadi jalur pejalan kaki dan sepeda. Jalur ini pun dilalui banyak warga Parma. Jalur ini ramai karena menghubungkan sisi lain dari kota Parma. Ibaratnya, rumah raja ini berada di tengah. Antara warga Parma di sebelah sana dan warga Parma di sebelah sini. Di tengah ada sungai yang mengalir tepat di tengah kota Parma.
Sifat ramah ini masih terasa sampai saat ini. Bahkan, saat kota Parma dibanjiri para imigran asing dari Benua Afrika, Asia, dan Amerika, La Pilotta tetap menjadi rumah ramah bagi warga kota Parma. Keramahan ini dirasakan oleh siapa pun. Mulai dari halaman luas di depannya yang membuat warga kota Parma ingin menghampirinya.
Kalau mau mendekati La Pilotta pun, pengunjung disuguhi taman kecil beserta kolam air nan tenang. Kolam ini kerap menjadi tempat merenung bagi siapa saja yang ingin merenung sekedar melepas lelah. Warga asing asal Afrika biasanya nongkrong di sini pada sore dan malam hari. Dengan botol bir di tangan, mereka berbagi cerita di pinggir kolam ini.
La Pilotta juga menjadi tempat teduh yang aman di kala hujan. Lorongnya yang besar dan tinggi itu cocok untuk tempat bernaung. Sambil bernaung, pengunjung bisa berbagi cerita dan menikmati panorama indah dan luas di depannya. Tinggal saja mau menengadah ke arah mana. Ada halaman besar di depan dan di belakang. Juga di dua sisi samping.
Paciotto adalah salah satu arsitek terkenal di Italia. Lahir di kota Urbino, Italia Tengah dari seorang ayah yang bekerja di keluarga Raja (Duca) di kota tersebut. Ia kemudian melalangbuana ke Roma. Di sini keahlian arsiteknya mulai dibentuk hingga bekerja di lingkungan Kepausan di Roma.
Dari Roma, ia melanjutkan petualangannya ke berbagai kota di Italia seperti Milan, Parma, Piacenza, Napoli, Liguria, juga beberapa kota lainnya. Ia juga menyambangi kota seni lainnya di Eropa misalnya di Barcelona dan Real Madrid, Spanyol.
Paciotto bekerja keras merealisasikan rumah raja ini. Rumah ini memang bukan soal rumah biasa. Di dalamnya ada banyak kantor, gudang, kamar, dan sebagainya. Semua ini untuk memenuhi keinginan raja ini.
Raja Ottavio ingin agar semua keluarganya beserta para pembantunya tinggal di rumah ini. Jangan heran jika satu bagian besar di dalamnya berisi berbagai kantor dan ruang kerja untuk beberapa bidang.
Jasa sang arsitek Francesco Paciotto sebenarnya hanya bagian awal atau garis besar dari rumah ramah ini. Bagian dalam atau bagian kecilnya dikerjakan oleh Pelukis sekaligus arsitek Simone Moschino dari kota Orvieto, Italia Tengah (12 novembre 1553 –20 giugno 1610). Moschino bekerja di Parma pada masa pemerintahan Raja Ranuccio I Farnese. Dialah yang merancang beberapa bagian dalam rumah ramah ini antara tahun 1602 sampai 1611. Karya Moschino-lah yang membentuk La Pilotta hingga saat ini.
La Pilotta saat ini adalah La Pilotta yang direstorasi setelah kehancuran oleh bom pada 1944 yang lalu. La Pilotta direstorasi tanpa mengubah konsep bangunannya antara tahun 1986 sampai 2001—bersamaan dengan restorasi halaman Piazza della Pace oleh arsitek Swiss, Mario Botta.
Rumah Ramah bernama La Pilotta ini memang terasa asing dari namanya tetapi tidak asing dari tempatnya. Nama Pilotta memang diambil dari nama permainan dari Spanyol Pelota Vasca. Permainan ini sering dimainkan oleh tentara Spanyol yang tinggal di kota Parma sebelum Parma menjadi milik Raja kota Parma. Permainan ini menggunakan reket unik yang digunakan untuk memukul bola yang modelnya seperti bola kasti.
Akhirnya, Rumah Ramah La Pilotta ini menjadi simbol keramahan warga kota Parma. Apakah kota-kota kita di Indonesia juga seramah kota ini?
Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.
PRM, 17/11/2016
Gordi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H