Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tengok Karya Seni di Pekuburan Lereng Gunung di Italia

21 Agustus 2016   05:22 Diperbarui: 21 Agustus 2016   22:01 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
keindahannya membuat pengunjung betah datang ke kuburan ini

Orang Italia tidak lepas dari seni. Seni apa saja. Banyak seni yang menjadi bagian dari Italia. Bahkan, sampai pusat beberapa seni dunia pun ada di Italia. Seni itu menjadi darah daging orang Italia. Saking kuatnya seni itu, ada yang menyindir halus, bukan orang Italia asli jika tidak punya bakat seni.

Seni seperti ini juga yang saya tangkap dari pemandangan di gunung kemarin. Dalam tulisan sebelumnya, saya melihat seni alami. Berupa panorama indah yang terpampang di depan mata.

Seni kali ini agak berbeda. Tujuan kami kemarin datang ke gunung ini adalah mengikuti misa arwah dari keluarga seorang sahabat kami. Setelah misa, arwah itu dibawa ke kuburan. Kami tentu saja ikut menyaksikan peristiwa itu. Sebab, jalannya perarakan ke pekuburan tepat setelah misa.

Di pekuburan itulah saya menemukan seni itu. Seni itu muncul bersamaan dengan rasa takjub saat memandang dari jauh model pekuburan itu. Makin takjub lagi saat saya masuk bersama semua para hadirin.

bunga-bunga ini menambah keindahan kuburan
bunga-bunga ini menambah keindahan kuburan
Saya sempat bertanya dalam hati, kok bisa ya, keluarga-keluarga di daerah pegunungan 500-600 meter begini masih punya kompleks pekuburan. Pertanyaan ini saya diamkan sambil mengamati bagian dalam pekuburan itu.

Kompleks pekuburan itu memang tidak terlalu besar seperti yang ada di kota Parma. Lebar bagian depannya sekitar 15-20 meter. Panjangnya kira-kira 40-50 meter. Di dalamnya ada banyak kuburan para terdahulu. Berbaris rapi. Ada yang namanya ditempelkan di dinding. Ada yang hanya disimpan di atas baringan kuburan saja.

Seperti arwah sahabat kami ini. Dia dikuburkan di satu lubang tersendiri. Tidak ada sistem kuburan bertingkat yang ada di kota Parma. Mungkin karena di sini warganya sedikit.

Daerah pegunungan ini memang hanya berupa satuan kecil seperti sebuah desa di Indonesia. Saya cek di website kota kabupatennya, tertera data warga di sini. Di situ tertulis, jumlah keluarga hanya 18. Sebagian besar (16) memiliki rumah sendiri. Dua (2) keluarga lainnya tinggal di rumah khusus entah warisan para raja dulu atau milik pemerintah.

Meski demikian, banyak kantor pemerintah di sini. Terhitung ada 5 bagian. Sebagian besarnya berupa kantor dari dinas pariwisata. Ini terkait dengan jumlah kunjungan wisatawan yang meningkat setiap tahunnya. Selain itu, ada banyak hotel dan vila untuk liburan.

Ini benar-benar luar biasa. Hanya dengan jumlah keluarga seperti ini saja, model pekuburannya tetap terkesan indah dan terawat.

Ada mobil pengantar jenazah. Jarak dari gereja ke pekuburan hanya sekiatr 1,5 kilometer. Tim yang mengatur proses penguburan ini memang dibagi dua. Satu tim khusus untuk jenazah. Satu tim lagi bagi penggalian kubur.

tampak para hadirin, Pastor, dan Suster saat pemberkatan jenazah sebelum dikuburkan.
tampak para hadirin, Pastor, dan Suster saat pemberkatan jenazah sebelum dikuburkan.
Lubang kuburnya digali pakai alat berat. Ujung depan untuk mengeruk tanahnya dipasang yang berukuran kecil. Sesuai ukuran lubang kuburan. Alat ini juga bekerja saat peti diturunkan. Peti itu ditutupi tanah. Tidak ada sistem lubang dengan banyak peti.

Di atas tanah itu nantinya dipasang keramik dan model pekuburan yang indah. Indah bukan saja untuk dipandang mata tetapi terutama indah dengan daya seninya.

Seni inilah yang menghiasi bagian dalam kuburan ini. Mulai dari jejeran pekuburan tua sampai pekuburan baru. Meski tua, bagian kuburannya tetap terawat. Keramik tetp bersih mengkilat. Tulisan di batu nisannya masih jelas terbaca.

Kuburan ini diperkirakan berusia kurang dari 100 tahun. Ini terlihat dari tulisan di batu nisan. Saya cek, beberapa di antaranya meninggal tahun 1940-an. Jumlahnya memang tidak banyak. Yang terbaru sudah jelas misalnya dua tahun lalu (2014) atau empat tahun lalu (2012).

tampak pohon cemara di pintu masuk pekuburan
tampak pohon cemara di pintu masuk pekuburan
Seni yang memperkuat daya tarik kubur ini juga tampak dari bunga-bunga dan pohon cemara nan rindang dalam kubur. Ada 2 pohon cemara di pintu masuk. Ada dua juga di bagian dalam. Dahannya memberi kesejukan seperti yang kami alami dalam proses penguburan sekitar pukul 11.00 siang saat itu.

Ada satu model kuburan yang memang menjadi karya seni tersendiri. Kuburan itu berupa ukiran tubuh manusia yang berbaring di atas tempat tidurnya. Tentu saja tempat tidurnya itu berupa model kuburan biasa. Tetapi, model tubuhnya itu seperti manusia yang sedang tertidur. Baru kali ini saya lihat seperti ini. Biasanya hanya berupa foto saja.

patung berbaring berbentuk tubuh
patung berbaring berbentuk tubuh
Di situ tertera tahun lahir dan tahun meninggal dari orang bersangkutan. Lahir tahun 1922 dan meninggal tahun 1972. Umurnya hanya 50 tahun. Ini usia muda bagi orang Italia.

Hebat juga yah orang Italia. Di gunung seperti ini saja, masyarakatnya bisa membuat kuburan modern seperti itu. Perpaduan seni juga menambah keindahan kompleks pekuburan.

Kalau orang mati saja diperlakukan seperti ini, apalagi orang hidup. Ini memang terkait juga dengan daya seni tadi. Orang Italia kiranya ingin menjadikan seni itu sebagai bagian utuh dari kehidupan manusia. Seni itu mesti menjiwai saat hidup tetapi juga saat mati.

rindangnya pohon cemara dalam kuburan
rindangnya pohon cemara dalam kuburan
Sebab, mati bukan perhentian atau pemotongan dari kehidupan tetapi merupakan kesinambungan dari kehidupan. Jadi, dia yang mati tidak berhenti dari kehidupan tetapi melanjutkan kehidupan dalam bentuk lain. Dan, seni itu mesti menjadi jiwa dari dua model kehidupan itu.

Kira-kira seperti ini cara memandang seni itu. Seni yang bukan saja seni secara fisik tetapi juga seni dari sudut pandang spiritualnya. Maka, seni itu ada saat hidup dan juga saat manusia mati.

Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.

Salam hangat dan selamat hari Minggu dari puncak gunung.

PRM, 21/8/2016 - Gordi

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun