Pemandangan sore kadang menjadi sesuatu yang indah sekali. Keindahan alami seperti ketika matahari terbenam. Tampak seperti hal biasa. Toh, setiap hari melihatnya. Tetapi, kenyataannya pemandangan itu lebih dari kesan biasa tadi.
Setelah kemarin menari-nari di atas Laut Adriatico, saya mencoba melihat keindahan lain dari laut ini. Keindahan itu memang tidak sengaja saya dapatkan. Boleh dibilang hanya kebetulan. Tapi bukan berarti datang begitu saja.
Ceritanya sederhana saja tetapi maknanya mendalam. Setelah makan malam, saat matahari masih bersinar, saya jalan-jalan keluar rumah. Tidak banyak kendaraan yang lewat di depan rumah kami. Saya pun dengan mudah menyeberang jalan.
Di samping jalan terpana pemandangan indah berupa dataran rendah dan tinggi di kota Ancona, Italia Tengah. Rata-rata berupa tanah miring dan tidak rata. Rupanya di situlah warga Ancona mencari nafkah. Dari tanah miring itu, mereka bisa membuat minyak zaitun, kebun anggur, jagung untuk makanan sapi, kacang-kacangan, dan produk lainnya.
Tanah itulah yang menjadi pemandangan yang indah di Italia bagian Tengah ini. Saya terpana sebentar melihat pemandangan itu. Beberapa hari ini memang, mata saya dimanjakan oleh pemandangan itu. Sampai-sampai saya pun selalu bertanya pada sahabat saya yang orang asli di Ancona dan sekitarnya ini. Dengan panjang lebar mereka menjelaskan dengan bangga tentang kehidupan warga di daerah ini.
Sore itu, saya menatap lama ke arah laut. Mula-mula warna biru nan indah masih tampak. Mata saya pun bisa menangkap kapal-kapal yang berlabuh dari kejauhan. Demikian juga dengan mobil-mobil yang keluar masuk dermaga kapal barang.
Pelan-pelan, sekitar jam 9 malam, pemandangan mulai berubah. Matahari mulai redup. Sinarnya berubah menjadi kuning. Di langit masih ada warna biru tetapi mulai menua sehingga tidak jelas lagi awan birunya. Warna kuning pun pelan-pelan berubah menjadi merah.
Pemandangan ini amat indah. Saya pun mengabadikannya dalam beberapa jepretan kamera saku. Pemandangan yang jarang saya dapatkan di kota Parma yang letaknya jauh dari laut. Keindahan ini pun menjadi sesuatu yang luar biasa bagi saya.
Sungguh sang Pencipta begitu baik. Kebaikannya seperti keindahan langit dan laut sore ini. Saya yakin, siapa pun yang melihat pemandangan ini akan terkagum-kagum. Hanya orang yang buta warna saja yang tidak bisa mengagumi keindahan ini.
Saat saya mengambil beberapa foto, burung-burung mulai mencari sarangnya. Entah memang bersarang atau cuma berteduh saja di balik rindangnya pohon. Atau mungkin sedang mencari tempat yang aman. Bagi burung ini, tempat tidur semalam memang tidak terlalu sulit. Dia bisa bertengger dan bahkan terbang jauh untuk mencari tempat yang nyaman.
Yang jelas, saya saya memandang laut yang indah ini dan menjepret beberapa foto, kicauannya menemani saya. Saya tidak sendiri rupanya. Saya memang berdiri di tempat yang miring, di bekas potongan rumput. Tanah itu miring. Ada bekas jalanan untuk mobil pemotong rumput. Ada juga jalanan masuk untuk satu rumah yang letaknya agak jauh ke dalam.
Jalanan tol dalam kota, dan jalanan di kota Ancona pun mulai bersinar. Bukan lagi sinar mentari tetapi sinar lampu jalanan. Warnanya tetap kuning tetapi berkas cahanya berbeda. Berbeda dari cahaya mentari, berbeda pula dari cahaya matahari terbenam tadi.
Saat ini, jalan-jalan disinari oleh cahaya khas lampu jalanan. Cahaya ini dipadu dengan sorotan cahaya lampu mobil yang berlalu lalang. Entah mereka ini menyaksikan juga indahnya ‘sunset’ tadi. Boleh jadi ya dan boleh juga tidak. Atau boleh jadi cuek saja toh sering melihatnya. Yang jelas pemandangan sore ini amat indah.
Dari matahari terbit sampai terbenam. Bahkan, malam hari pun keindahan itu masih ada. Selalu ada. Terima kasih untuk keindahan yang tiada tara ini.
ANC, 25/7/2016
Gordi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H