Kota Rimini adalah kota kecil tetapi ketenarannya juga mendunia. Beberapa sahabat Italia pernah bilang, Rimini adalah kota dengan jumlah bar dan diskotik internasional terbanyak di Italia. Di sini memang banyak tamu mancanegara. Hotel-hotel dan restoran selalu ramai oleh tamu mancanegara. Pengakuan seperti ini juga saya dengar dari seorang kenalan saya orang Indonesia, Bali, dua tahun lalu saat kami bertemu di Parma.
Saat penumpang turun, kereta terasa lenggang. Dalam gerbong kami, hanya tersisa sekitar kurang dari 20-an penumpang. Di sini, saya bangun dan bercerita dengan seorang ibu muda Italia. Dia rupanya menuju kota Ancona seperti tujuan kami.
Saya bertanya tentang kota Rimini. Katanya, Rimini memang selalu ramai. Dia yang sering melintas di sini dengan kereta regional ini juga mengakui kalau pada akhir pekan seperti ini banyak orang pergi ke pantai Rimini. Apalagi, sambungnya, liburan musim panas seperti ini.
Dari dia juga kami tahu kalau jalur ini memang ramai tetapi tetap aman. Belum ada kasus ancaman bom bunuh diri dalam kereta atau stasiun seperti yang terjadi di Jerman, Prancis, Banglades, Turki, dan sebagainya pada hari-hari ini. Dialah yang menganjurkan pada kami untuk menyimpan koper di belakang kursi dalam awal perjalanan tadi.
Rupanya ramah juga ya ketika ditanya. Kirain tadi, agak cuek, apalagi matanya tertutup kacamata hitam. Setelah berbagi dua tiga kata (mengutip pribahasa Italia), kami pun sepakat untuk membuka kaca mata. Dialog pun menjadi lebih hangat sampai dia beberapa kali bercerita tentang anak dan suaminya. Tanpa bertanya pun, bisa disimpulkan bahwa dia memang bersuami dan punya anak satu.
Hal seperti ini kadang sulit sekali ditemukan antara orang baru kenal seperti ini. Beberapa orang Italia kadang-kadang tidak mau, tidak boleh, ditanya dan menjawab tentang status dan usia. Jadi, hati-hati jika bertanya tentang umur atau status perkawinan.
Sekitar 50 km sebelum tujuan kami, saya memutuskan untuk bangun dan tidak tidur lagi. Saya mencoba mengarahkan pandangan ke arah laut. Betapa asyiknya perjalanan ini. Betul-betul seperti kata teman saya, menari-nari di atas laut.
Di samping kereta, desiran ombak berbunyi bersama serunya bunyi gerbong kereta yang beradu dengan rel kereta. Di dalam gerbong, para penumpang siap-siap untuk turun, mengecek bawang bawaan mereka. Sesekali kereta berhenti bukan karena dihadang air laut tetapi singgah di stasiun yang letaknya tepat di pinggir laut.
Tepat pukul 17.19, kereta kami berhenti di stasiun kota Ancona ini. Setelah mengecek semua bawaan, kami turun dari lantai 2, ke lantai 1, lalu keluar kereta. Berjalan sebentar dalam stasiun sambil membaca petunjuk keluar, lalu keluarlah kami dari stasiun.