Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pameran Perangko Sejarah di Tempat Wisata

14 Juli 2016   11:53 Diperbarui: 14 Juli 2016   11:59 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pamaeran foto dan perangko sejarah di pusat kota Molveno, semua FOTO dokpri

Perangko tua bisa menjadi sarana pembelajaran sejarah. Dalam perangko, terekam peristiwa bersejarah. Inilah perangko yang mendidik. Masyarakat pun dikenalkan dengan sejarah.

Pada umumnya perangko memang mesti menampilkan wajah sejarah dari sebuah bangsa. Dalam perangko, wajah itu dilihat kembali, direfleksikan, dan dianalisa kembali. Dengan cara ini, sejarah menjadi hidup. Sejarah bukan lagi masa lampau tetapi masa sekarang dan masa datang.

Perangko yang berisi sejarah itu kadang dilupakan. Perangko itu sama sekali tidak dihiraukan. Ia tak lain hanya sebuah kertas bergambar yang ditempelkan di sebuah surat. Kadang-kadang, ia hanya sebagai penghias jari tangan. Disobek dari satuan besar perangko, dijilat atau dioles pelekat, lalu ditempelkan pada sebuah surat. Gaya ini memang menjadi gaya klasik sekaligus modern dalam melihat fungsi perangko.

Meski demikian, ada juga gaya modern lainnya. Di sini, perangko tidak dilihat sebatas penanda surat. Perangko yang berisi cerita sejarah itu justru dilihat sebagai benda bernilai sejarah dan seni. Dalam perangko, ada nilai seni. Seni merangkai sejarah, seni melukis sejarah, seni menilai sejarah, seni menghargai alam, dan seni lainnya.

Perangko bernilai seni ini pun menjadi objek acara koleksi perangko. Saat ini ada banyak orang dan organisasi yang giat mengoleksi perangko. Bukan saja mengoleksi tetapi juga memamerkannya.

Saya pernah menjadi tukang pos musiman dari Indonesia dalam acara pameran perangko internasional di Italia. Ya, beberapa kali saya mengirim koleksi perangko dari Jakarta dan Yogyakarta. Perangko itu saya beli di Kantor Pos Besar di dua kota ini. Saya memilih perangko bergambar sejarah dan alam Indonesia. Ini yang diminta dari sahabat saya di Italia.

pamerannya tepat di piazza di pusat kota Molveno
pamerannya tepat di piazza di pusat kota Molveno
Meski hanya beberapa kali, rupanya nama saya dicatat dalam buku alamat mereka. Tiap akhir tahun, saya mendapat surat dari mereka. Entah berisi ucapan terima kasih atas partisipasinya atau juga berisi kiat dan pertukaran informasi tentang cara mengoleksi dan merawat perangko.

Di kota Molveno, Trentino, Italia Utara, saya melihat cara memamerkan perangko tua. Perangko itu berisi sejarah kota Molveno. Ada foto-foto zaman dulu. Foto Hitam Putih dan juga beberapa yang berwarna. Dominan dua warna ini. Maklum, saat itu hanya ada dua warna foto. Dua warna ini memang memberi kesan sejarah yang tinggi.

Foto-foto itu rupanya menjadi gambar dalam perangko. Perangko yang dicetak secara lokal dan nasional di Italia itu memamerkan foto-foto sejarah kota Molveno. Ini berarti foto sejarah kota Molveno ini sudah menyebar ke seluruh Italia. Ini baru di Italia.

Dari Italia terjun ke level internasional. Perangko itu juga akan dikirim ke luar negeri lewat para pengunjung kota Molveno. Setiap kali mereka mengirim surat, otomatis perangko dari kota Molveno yang dipakai. Jadilah, perangko sejarah itu diperkenalkan ke luar negeri.

Foto sejarah dalam perangko itu pun dikembangkan lagi. Boleh jadi perangko terlalu kecil. Dari ukuran perangko ke ukuran lembaran foto. Maka, lahirlah kartu pos. Kartu itu juga mempunyai misi seperti perangko. Kartu pos itu dikirim ke seluruh dunia oleh para pengunjung kota Molveno.

Meski peran perangko dalam tema sejarah cukup bagus, ada juga tantangan utamanya. Tantangan ini memang betul-betul membuat manusia zaman ini merasa asing dari kehidupannya. Tantangan itu berupa krisis sejarah. Maksudnya, tidak banyak pemerhati sejarah.

Bayangkan, tidak banyak lagi orang yang memerhatikan sejenak perangko kecil itu. Perangko kembali menjadi sebatas penghias surat. Entah mungkin karena terlalu kecil sehingga diabaikan begitu saja. Atau karena tidak menarik lagi.

deretan segitiga berisi foto sejarah kota Molveno
deretan segitiga berisi foto sejarah kota Molveno
Kota kecil, Molveno, sedang berusaha mengatasi persoalan ini. Pemerintah dan masyarakat Molveno melihat ini sebagai kesempatan untuk menghidupkan kembali sejarah kota mereka. Salah satu caranya adalah menghidupkan kembali ingatan akan sejarah. Maka, berbagai cara pun digalakkan.

Salah satu caranya adalah memamerkan foto tua dan perangko zaman dulu. Foto dan perangko itu dipamerkan di tengah kota. Setiap orang yang datang ke pusat kota akan berhenti dan sejenak melihat deretan foto dan perangko tua itu. Foto dan perangko itu dicetak dalam ukuran besar bahkan bisa berukuran 1 x 1,5 meter.

Di bawah setiap gambar ada keterangan. Bisa berisi penjelasan dari Foto Sejarah tersebut. Bisa juga berupa keterangan pendek. Biasanya mengenai data kronologis sebuah peristiwa. Foto sekaligus keterangan ini kiranya menarik pengunjung untuk tidak sekadar melihat tetapi juga membaca dan mencermati sejarah.

Foto itu kemudian dipajang dalam meja berbentuk segitiga. Satu sisinya menjadi tumpuan segitiga alias yang menyatu dengan tanah. Dua sisi lainnya menjadi area foto dan keterangan. Jadi, satu segitiga untuk dua foto.

Segitiga ini dipasang berurutan dari ujung timur ke barat. Penonton pun bisa mengikuti petunjuk cara membaca foto ini. Dari timur sampai barat, pembaca akan mengetahui sejarah kota Molveno dalam foto dan keterangan.

Cara ini kiranya ampuh dalam mempromosikan sejarah. Bukan saja sejarah tetapi juga wisata. Ini bagian dari cara menerima tamu asing di Molveno. Orang asing biasanya suka mengetahui sejarah sebuah tempat. Maka, kehadiran foto dan keterangan ini membantu menjawab pertanyaan mereka.

Saya dua kali mengitari area foto dan perangko ini. Saya pikir hanya saya saja. Rupanya saya menjadi satu di antara sekian banyak peminat.

pamerannya di bawah menara tertinggi di kota kecil ini
pamerannya di bawah menara tertinggi di kota kecil ini
Memang untuk sampai ke sana mudah saja. Cukup datang ke pusat kota. Di sinilah terdapat pameran terbuka itu. Tidak dipungut biaya. Tidak ada petugas jaga. Kita cukup datang, lihat, baca, dan selesai. Tidak ada bantuan sesen pun. Pemerintah dan warga Molveno hanya ingin memperkenalkan sejarah dan perjalanan hidup mereka.

Bagus kiranya jika di kota-kota wisata di Indonesia dibuat promosi seperti ini. Siapa tahu bisa menarik wisatawan.

Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.

Tulisan terkait dari urutan terakhir:

MLV, 14/7/2016

Gordi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun