Bagi seorang pelukis, semua benda bisa jadi media melukis. Bukan saja benda yang bisa dipindahkan. Benda yang diam di tempat pun bisa jadi media lukisannya.
Itulah yang terjadi dengan pelukis jalanan yang melukis di jalan. Bagi mereka, lantai jalan adalah lahan untuk melukis. Maka, aspal yang kesannya jauh dari dunia lukis itu bisa menjadi bagian dari lukisan. Di atas aspal itulah mereka melukis. menuangkan ide yang ada dalam pikirannya lalu melukis.
Pelukis memang dengan bebas menuangkan idenya. Ada yang melukis dengan kanvas bertinta. Ada juga yang melukis dengan bermodalkan tetesan air. Ada yang melukis dengan desain modern menggunakan teknik komputerisasi.ย
Tetapi, ada juga yang melukis ala tradisional alias melukis manual dengan tangan. Melukis dengan model terakhir ini kiranya yang paling seru apalagi melukis di atas aspal.
Di kota Loreto, Ancona, Italia Tengah, beberapa waktu lalu, saya melihat pelukis jalanan seperti ini. Dia melukis di jalan, di atas aspal, di tengah kerumunan banyak orang. Matanya tertutup ray ban, berjaket, dan bercelana pendek.ย
Saat itu memang, Loretto sedang mendung dan agak terasa dingin. Tangannya bergerak meliuk-liuk dengan kanvas berwarna-warni. Di sekelilingnya kerumunan mata tertuju. Mata-mata itu kiranya tidak sedang melihat lukisan ini.
Mata itu juga sedang melihat sang pelukis yang sedang beraksi. Beginilah caranya melukis. Dia hidup dari lukisannya. Maka, di salah satu bagian, tepatnya di pinggir lukisannya tersimpan satu kotak unik. Kotak yang terbuka itu rupanya untuk menampung koin dan uang kertas euro. Uang itu berasal dari siapa saja yang melihat dan mau membantu pelukis jalanan ini.
Tugasnya hanya melukis. Tak peduli dengan penilaian penonton yang memerhatikannya atau sekadar melihat sambil lalu. Dia melukis dan yakin dia bisa hidup dari lukisannya. Maka, yang merasa mau membantu silakan menyimpan uang di kotak itu.ย
Tidak ada paksaan. Tidak ada patokan besar nilai uang. Namanya pelukis jalanan. Menerima dari yang memberi tanpa menetapkan harga. Kadang-kadang juga gratis alias tidak mendapat apa-apa dari penonton.
Dari rupa lukisannya, bisa ditebak. Dia sedang melukis seorang malaikat agung yakni Malaikat Mikael. Benar saja. Di bawah lukisan itu memang ada tulisan San Michele. Mikael dalam tradisi Katolik adalah simbol kekuatan. Dia disebut sebagai pembela kebenaran yang menantang dan menghalangi musuh. Musuh di sini adalah kekuatan jahat.ย
Maka, dalam lukisan itu memang ada gambar seorang pemuda bertopi dan sedang menghunus pedangnya. Pemuda itu adalah Mikael yang sedang menghunus pedangnya ke arah kekuatan jahat lainnya. Kekuatan itu dalam lukisan ini diwujudkan juga dalam bentuk manusia seperti pemuda tadi.
Agak jarang ditemukan lukisan seperti ini. Biasanya lukisan berupa pemuda-pemudi yang sedang bercinta. Atau pemandangan laut nan indah. Gunung nan tinggi. Dan sebagainya. Lukisan ini memang khas sesuai situasi di sekeliling lukisan itu. Loreto adalah kota ziarah. Di sana, terdapat basilika.ย
Dalam bahasa Italia dikenal sebagai la basilica sella Santa Casa. Banyak orang Katolik datang ke sini setiap hari. Ini adalah satu dari beberapa basilika terkenal di Italia seperti yang ada di Vatikan, Asissi, dan sebagainya. Pelukis ini kiranya jeli melihat peluang dari para peziarah ini. Tak sembarang kiranya dia melukiskan figur Mikael.ย
Peziarah biasanya mereka yang mencari keheningan, ketenangan batin. Salah satu jalan ke sana adalah dengan berziarah ke tempat suci. Di sana, mereka akan dijauhkan dari kekuatan jahat. Meski, sebenarnya kekuatan ada di dalam hati dan bukan di luar.
Pemandangan yang hampir sama bisa ditemukan di kota Firenze, Italia Tengah. Di sana banyak pelukis jalanan. Maklum, satu dari sekian kotanya para pelukis di Italia. Ketika kami berkunjung ke sana dua tahun lalu, pelukis ini juga sedang melukis di jalan. Kebetulan sedang masuk musim panas. Jalanan sedang kering dan cuaca cerah hampir setiap hari.
Selain mencari nafkah, pelukis ini juga ternyata melukis hanya untuk tempat berlatih dan tempat menyalurkan bakat. Pelukis jalanan di Firenze yang kami temui rupanya beda dengan yang di Loreto. Di Firenze tidak ada kotak terbuka yang menampung uang. Di sana hanya ada peralatan lukis dan lukisan yang sedang dibuat.ย
Setelah dicek ternyata, pelukis ini adalah pelukis pemula. Pelukis yang sedang belajar melukis. mereka adalah para siswa-siswi dari beberapa sekolah melukis di kota Firenze. Jadi, mereka melukis hanya sebagai latihan saja. Para siswa ini rupanya bukan orang Italia saja, ada juga orang asing seperti dari Turki, Jepang, dan Irak, yang kami temui saat itu. Entah kebetulan atau memang sering terjadi seperti ini.ย
Teman kami saat itu menjelaskan bahwa sekolah melukis di Firenze memang terkenal sehingga jangan heran kalau siswanya datang dari berbagai penjuru dunia. Begini rupanya dunia melukis di jalan ini.
Tentang pelukis jalanan rupanya dari Inggris ada pelukis terkenal. Namanya Julian Beever. Lahir di kota Cheltenham, Inggris tahun 1959. Dia lahir di kota ini tetapi bertumbuh bersama keluarganya di kota Melton Mowbray. Di sana dia menghabiskan masa kecilnya sejak berumur 2 tahun. Menyelesaikan sekolah dasar dan menengah kemudian belajar seni di Universitas Metropolitana di Leeds dari tahun 1979 sampai 1983.
Beever sampai pada tingkat ini setelah melalui beberapa jenis pekerjaan yang dilakoninya. Pernah menjadi asisten fotografer, tukang kebun, pengajar seni, pelukis jalanan, dan sebagainya. Pekerjaan terakhir rupanya menambat hatinya sehingga ia melanjutkan pekerjaan itu sampai saat ini.
Pelukis jalanan ini bisa berkarya jika ada wahana untuk menuangkan idenya. Jalanan adalah salah satu wahana yang pas. Di Italia, hal seperti ini sudah jadi hal biasa. Tetapi jangan mengira, bisa melukis di tempat umum mana saja. Biasanya di tempat ramai. Agar banyak orang melihatnya.ย
Melukis memang bukan untuk diri sendiri tetapi untuk berinteraksi dengan sesama terutama dengan mereka yang sedang melihat karya sang pelukis. Selain itu, ada izinnya juga. Tidak boleh merusak area jalanan. Maka, mesti ada izin khusus. Ini sebagai jaminan agar pelukis tetap menjaga kondisi jalanan agar tidak rusak. Tentu saja, dia akan membersihkan sisa-sisa lukisannya setelah pameran jalanan itu selesai.
Rupanya pelukis jalanan juga mendapat tempat di hati para penikmat lukisan. Lukisan bukan melulu hanya dilihat di pameran seni tertutup bertiket tetapi juga ada lukisan gratis di jalanan.
Sekadar berbagi yang dilihat, dibaca, ditonton, didengar, dan direfleksikan.
PRM, 12/6/2016
Gordi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H