Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita รจ bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menengok Isi Perpustakaan “Biblioteca Palatina” di Kota Parma

20 Mei 2016   20:00 Diperbarui: 14 Oktober 2016   11:17 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi Buku Tua yang masih terawat, FOTO: dokpri

Perpustakaan adalah bagian dari sejarah. Di sana, tersimpan dan terekam peristiwa dan kejadian di masa lampau. Jadi, kalau mau tahu sejarah dari sesutau, kunjungilah perpustakaan.

Namun, berapa banyak orang yang masih setia mengunjungi perpustakaan saat ini? Atau, masihkah perpustakaan berperan penting dalam pengembangan pengetahuan kita? Atau juga berapa banyak jumlah perpustakaan di sekitar kita?

Sekarang ini, jumlah pengunjung perpustakaan berkurang. Di perpustakaan mana saja. Salah satu sebabnya adalah persediaan buku yang tidak lagi melulu di perpustakaan. Buku-buku sekarang bisa diakses di internet. Jadi, ini cukup menjadi alasan untuk tidak mengunjungi perpustakaan. Toh, semuanya tersedia di internet. Maka, lahirlah istilah โ€œPerpustakaan Virtualโ€ atau perpustakaan dunia maya.

Beberapa waktu lalu, saya dan beberapa teman mengunjungi salah satu perpustakaan di kota Parma. Perpustakaan daerah kota Parma atau disebut Biblioteca Palatina. Ini salah satu dari sekian perpustakaan yang ada di kota Parma. Kunjungan ini pun hanya sekadar menghabiskan waktu.

Saat itu, kami sebenarnya mengunjungi museum yang juga letaknya satu kompleks dengan perpustakaan itu. Museumnya gratis karena bertepatan dengan hari Minggu Ketiga dalam bulan. Di Parma, ada kebijakan untuk menggratiskan semua museum pada hari Minggu Ketiga setiap bulan. Ini adalah ajakan kepada warga Italia untuk mengunjungi museum.ย 

Maka, semua museum terutama yang milik pemerintah pun gratis. Untuk museum swasta atau perorangan, kadang-kadang tidak dibuka pada kesempatan tersebut. Untuk informasi pun bisa dicek internet. Jadi, kalau Anda ingin mengunjungi museum pada setiap Minggu Ketiga, silakan cek di internet terlebih dahulu tentang museum yang dibuka dan gratis pada kesempatan tersebut.

Setelah kami mengunjungi bagian piazza di pusat kota itu, kami mampir di perpustakaan Palatina ini. Ini bagian terakhir dari kunjungan hari ini. Mumpung masih ada kesempatan, kami mampir saja. Hanya ada 2 penjaga di pintu masuk yang mempersilakan kami untuk berkunjung di bagian dalam perpustakaan. Di dalam sudah ada telekamera di berbagai sudut yang akan mengontrol pengunjung sehingga tidak perlu lagi ada petugas khusus. Para pengunjung juga mesti memerhatikan keterangan yang ada di setiap sudut. Misalnya ada yang melarang untuk bersandar di sisi lemari buku, atau juga dilarang mengubah posisi benda yang ada di meja pameran (display), dilarang membawa minuman, dan sebagainya.

Saya kagum dan kaget ketika masuk di salah satu ruang baca di perpustakaan ini. Ruang dengan nama Sala di lettura Maria Luigaini hanya satu dari 5 bagian di dalam perpustakaan ini. Di sini ada koleksi buku-buku tua, buku-buku hasil tulisan tangan, majalah tua, dan buku kuno lainnya. Ada yang ditulis dalam bahasa Latin, Ibrani, Yunani, Italia, Inggris, dan Prancis,. Uniknya, di setiap rak buku ada keterangan tentang tahun penerbitan buku dan bahasa. Dengan ini, para pengunjung dengan mudah mendapatkan informasi terutama untuk mereka yang mencari buku kuno.

Di tengah koleksi buku kuno tersebut, ada jajaran meja dan kursi untuk pengunjung. Dua sisi yang berjejer. Kiri dan kanan. Cahaya di ruang ini pun cukup terang. Di dua sisi ruangan ada kaca jendela tembus pandang. Meski demikian, jendela ini selalu ditutupi kain gorden sehingga cahaya dari luar tidak masuk ruangan. Rupanya ini cara untuk merawat buku-buku tua ini. Buku tua cepat rusak jika terkena sinar matahari. Di jendela pun ada keterangan untuk tidak membuka kain penutup jendela ini.

Rasanya nyaman membaca di ruangan ini. Tidak ada suara berisik dari luar. Nafsu untuk membacaโ€”bagi saya sendiriโ€”muncul begitu saja. Melihat ke atas, ada lukisan indah karya para seniman kuno di Italia. Di dinding kiri dan kanan terdapat koleksi buku tua yang membuat pikiran kita menerawang jauh ke abad lampau. Buku-buku itu seolah-olah mengatakan pada para pengunjung bahwa nenek moyang kita dulu termasuk para intelektual. Tidak kalah dengan kita yang hidup di zaman modern ini. Atau boleh jadi kita kalah karena kita tidak lagi produktif menulis buku padahal sarana sudah ada dan lengkap sekali. Sementara, mereka di zaman dulu menulis dengan tangan dan di atas kertas yang harganya mahal sekali. Belum lagi untuk mendapatkan ide, mereka harus berdiskusi, beradu argumen di piazza (halaman) kota. Beda dengan kita di zaman ini yang mencari ide sendiri-sendiri karena merasa mampu mencari bahan sana sini di internet. Mereka dulu memang rajin berdiskusi, membuat pertemuan untuk membahas sesuatu. Beda dengan kita yang cukup dengan mengirim pesan singkat, informasi terbaru sudah kita dapatkan.

Di situsย โ€œBiblioteca Palatinaโ€ terdapat informasi mengenai jumlah buku di perpustakaan ini. Rupanya koleksi perpustakaan ini banyak. Terdapat 800.000 buku. Ada buku hasil tulisan tangan yakni 6.600 buah. Buku tua atau buku kuno dengan beberapa bahasa tertua di dunia ini seperti Ibrani terdapat 3.000 buah. Ada juga koleksi buku dari tahun 500-an dengan jumlah 15.000. Boleh jadi produksi buku di zaman itu cukup banyak. Terdapat juga surat-surat yakni 75.000 buah. Ada juga koleksi lukisan dalam bentuk plakat dari seniman Italia dan Eropa dari abad XV sampai XIX. Dari wikipedia terdapat informasi tambahan yakni tentang koleksi berupa majalah modern sebanyak 250 judul dan juga banyak majalah kuno yang tidak terbit lagi. Saat ini, Perpustakaan Palatina ini sedang membuat digitalisasi semua koleksinya.

Koleksi Buku Tua yang masih terawat, FOTO: dokpri
Koleksi Buku Tua yang masih terawat, FOTO: dokpri
Jangan heran dengan jumlah koleksi ini karena โ€œBiblioteca Palatinaโ€ termasuk salah satu perpustakaan tua. Didirikan pada tahun 1761 oleh dua raja saat itu (duchi) yakni Filippo dan Ferdinando di Borbone. Pembangunannya berlangsung sekitar 8 tahun sampai pada peresmiannya di tahun 1769. Saat itu, Parma masih dibawah kekuasaan Imperator Austria, Giuseppe II. Megahnya perpustakaan ini tak lepas dari karya arsitek Prancis Ennemond Alexander Petitot (Lion 1727-Parma 1801). Petitot banyak meninggalkan karya arsitek di kota Parma dan sekitarnya.

Perpustakaan Palatina pun berkembang dari masa ke masa. Perkembangan yang cukup signifikan adalah pada zaman Ratu Maria Luigia (12 Desember 1791-17 Desember 1847), istri keempat dari Raja Napoleon (15 Agustus 1769-5 Mei 1821). Napoleon sebagai imperator Prancis pernah menguasai kota Parma dan beberapa kota sekitarnya seperti Piacenza dan Guastalla yakni dari tahun 1814-1847.ย 

Maria Luiga melalui kepala perpustakaan Palatina, Angelo Pezzana (1805-1862) menambah koleksi dari beberapa perpustakaan dan koleksi pribadi dari orang-orang di kota Parma. Di sini termasuk koleksi tua dalam bahasa Ibrani. Peran petugas perpustakaan memang amat penting dalam menjaga koleksi ini. Saat ini kepala Perpustakaan Palatina adalah Sabina Magrini. Bekerja mulai tahun 2012. Dia adalah kepala perpustakaan yang ke-26 dalam sejarah Biblioteca Palatina ini.

Dari sala di lettura di Maria Luiga ini, kami berpindah ke beberapa ruangan lainnya seperti Galleria Petitot yang berisi kumpulan karya Petitot, ke Galleria dellโ€™Incoronata, lalu ke Sala Dante berisi opera di Dante, dan terakhir ke Biblioteca Derossiana berisi koleksi buku modern.

Rupanya kunjungan singkat bagian akhir ini menarik. Lumayan untuk menambah ilmu pengetahuan. Paling tidak pernah melihat koleksi buku tua. Juga muncul niat untuk menelusuri sejarah perpustakaan dan informasi di dalamnya. Dari sini pun saya tahu kalau mengunjungi perpustakaan itu penting.Selain sekadar โ€˜cuci mata intelektual juga untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan kita. Di hadapan koleksi kuno ini, saya merasa kok makin saya mencari makin merasa sedikit sekali pengetahuan saya. Maka, tak ada cara lain selain terus menerus menelusuri pusat sejarah tempat berkembangnya ilmu pengetahuan.

Salam ilmu pengetahuan.

Sekadar berbagi yang dilihat, dirasakan, dialami, didengar dan dibaca.

PRM, 20/5/2016

Gordi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun