gulungan rumput (il fieno) siap dibawa ke tempat penampungan, FOTO: dokpri
Musim semi ini membawa perubahan besar. Salah satunya adalah pertumbuhan rumput. Rumput ada di mana-mana termasuk di tanah yang sebelumnya seolah-olah tandus. Rumput ini membuat pemandangan tandus menjadi indah dan hijau kembali. Demikian juga dengan pohon-pohon berdaun. Pohon yang semula tampak gundul kini rindang kembali.
Perubahan itu berada di antara cuaca yang tidak tentu. Antara panas dan dingin. Kadang-kadang panas sekali seperti teriknya mentari di musim panas dan kadang-kadang dingin sekali seperti dinginnya musim dingin. Lazimnya musim dingin (April-Juni) ini menjadi musim terindah di belahan Eropa.Â
Bukan saja karena indahnya pemandangan bunga mekar dan hijau daun yang bisa dilihat, tetapi juga suhu hangat yang bisa dirasakan. Tidak panas dan tidak dingin. Tetapi, kali ini, musim dingin yang didambakan itu berubah. Perubahan itu begitu besar. Manusia tak lagi bisa memahaminya. Alam mungkin sedang berubah rupa pada manusia. Lebih dari manusia, alam sendiri juga rupanya sulit memahami dirinya lagi. Alam yang sebenarnya mudah dipahami oleh manusia kini menjadi sulit.
Perubahan ini tetap membawa satu hal yang pasti yakni pertumbuhan rumput tadi. Saat ini, rumput-rumput hijau memenuhi tanah datar dan miring. Di kota Parma, Bologna, Reggio Emilia, Fidenza, dan sekitarnya (Italia Utara) rumput-rumput ini menghijau. Rumput ini adalah sebuah hadiah bagia masyarakar di sini. Rumput ini tidak dipotong begitu saja lalu dibuang. Rumput yang datangnya sekali setahun ini rupanya dimanfaatkan dengan baik. Teman saya yang berasal dari keluarga petani-peternak menceritakan sedikit pengalamannya.
Katanya, rumput ini dipotong dan dijadikan makanan sapi. Tentu mesin pemotong rumput membantu manusia. Dalam pekerjaan ini. Setelah dipotong, rumputnya digulung menjadi bulatan. Bulatan ini (il fieno) dibawa ke tempat penampungan. Di situ, rumput ini ditinggal sampai waktu yang dibutuhkan. Biasanya, rumput ini digunakan pada musim dingin saat rumput tidak ada lagi. Dengan persediaan ini, sapi tetap mendapat makanan.
Lanjutnya lagi, tidak masalah rumputnya sudah kering atau tidak. Toh, sapi tetap merasakan hal yang sama. Sapi tidak mempersoalkan kering atau tidaknya. Toh, rumputnya dibuat sedemikian rupa sehingga sapi tetap punya nafsu makan untuk menikmatinya.
Katanya lagi, di daerah tertentu, rumput hijau ini dipotong sampai 3 kali. Waktu potong juga harus tepat. Ini berlaku di daerah yang sinar mataharinya banyak. Tanah yang semula dingin dan menjadi panas dengan sinar matahari menjadi tempat yang cocok untuk rumput ini. Potongan pertama juga harus tepat waktu. Sehari untuk potong. Kenyataannya hanya beberapa jam saja dengan mesin.Â
Setelahnya rumput yang sudah dipotong itu dibiarkan kering antara 1-2 hari. Lalu digulung menjadi bulatan berdiameter sekitar 1 meter. Rumput yang tinggal di tanah akan tumbuh lagi dan menjadi hijau. Sekitar 1 atau 2 minggu sudah bisa dipotong lagi. Begitu terus prosesnya sampai pada kesempatan yang ke 3. Setelahnya rumput itu tidak tumbuh lagi karena musim panas sudah tiba. Saat itu, tanah itu digembur dan siap untuk ditanam dengan tanaman lain.
Perhitungan seperti ini dibuat agar rumput itu tidak rusak. Rumput yang dibiarkan kering sehari setelah dipotong akan bertahan lama ketimbang rumput yang setelah dipotong langsung digulung. Rumput seperti ini, kata teman saya, akan mudah hancur dan berjamur.
Saya memang sedang menikmati pemandangan seperti ini. Kadang-kadang sambil menikmati udara pagi dan pemandangan langit biru, saya menikmati juga pemandangan di daerah pertanian. Mesin pemotong rumput. Mesin penggulung rumput. Pekerja bekerja dengan gesit dan semangat seperti semangatnya warga Italia menyongsong musim panas. Gulungan rumput itu pun tergeletak di hamparan datar menunggu tukang rumput membawanya ke rumah penampungan. Lalu, di jalan bertemu dan kadang-kadang berjalan berjejer dengan mobil pengangkut rumput ini. Rumput ini kelak menjadi bekal bagi sapi di musim dingin.
Rumput ini memang khas untuk makanan sapi. Sapi penghasil susu, dan susu kelak menjadi keju formaggio. Itulah sebabnya rumput itu tidak boleh dicampur dengan zat kimia. Kalau dicampur, susunya berubah rasa dan il formaggio-nya menjadi tidak enak. Konon, kata teman saya, ada badan tertentu yang mengukur keaslian keju ini sebelum diproduksi besar-besaran di perusahan keju. Di situ nanti akan ketahuan petani curang dan petani jujur.Â
Kata teman saya, petani di daerah Emilia Romagna ini sudah tahu aturan ini dan tidak ada yang berbohong. Jadi, susu yang dihasilkan dari sapi-sapi mereka pun bisa dijual untuk masyarakat. Demikian juga untuk bahan baku pembuatan keju khas Parma il formaggio parmigiano yang enaknya luar biasa. Rasa khas keju ini membuat namanya terkenal di seluruh dunia khususnya penikmat keju. Beberapa teman Indonesia pun sudah merasakannya. Mereka meminta saya untuk membawanya kelak saat kembali ke Indonesia.
Sekadar berbagi yang dilihat, dibaca, dan dialami.
PRM, 30/4/2016
Gordi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H