Permainan dalam grup ini rupanya membawa hasil yang memuaskan. Seorang ibu, Eliza, memberikan kesaksiannya.ย
"Pada awalnya suami saya tidak suka dengan permainan ini. Dia melarang saya ikut dalam permainan. Padahal anak kami Nicola, makin besar. Suami saya mengatakan apa untungnya berelasi dengan orang-orang di dunia virtual yang jauh. Lebih bagus kita mencari relasi dengan orang-orang yang kita jumpai di bar atau caffรจ. Dengan mereka kita bisa bicara langsung. Saya mencuri waktu untuk bergabung di grup ini. Lalu, suatu hari tibalah kiriman buku untuk anak kami. Suami saya kaget dan senang tetapi belum sepenuhnya percaya dengan permainan ini. Saya diam-diam mengirim buku untuk orang lain dalam grup ini. Dan, seperti memenuhi hukum alam, saya memberi maka saya menerima. Saya mengirim satu tetapi saya menerima tiga. Dari sini suami saya makin percaya dengan permainan ini. Kami berdua pun makin lama makin asyik mendampingi anak kami, Nicola bermain-main dengan buku bacaan yang ia sukai. Dari sekadar melihat gambar-gambar sampai pada berlatihnya membaca dan berhitung. Kami juga berkomitmen untuk melanjutkan permainan ini sebagai persiapan untuk anak kami yang berikutnya yang akan datang (masih dalam kandungan)."
Kesaksian ini kiranya menegaskan bahwa cara yang mulanya mustahil kini menjadi nyata. Cara kreatif untuk mengajak anak meyukai budaya membaca kini sudah ditemukan. Bahkan, kiranya cara ini hanya langkah awal untuk menemukan cara lainnya untuk mengatasi tantangan ini. Anak-anak harus cinta membaca agar generasi mendatang makin cinta membaca. Jangan biarkan anak-anak Anda dikuasi oleh teknologi. Biarkan mereka hanyut dalam budaya membaca sebagai harta paling berharga di masa depan.
ย
Salam cinta membaca.
ย
PRM, 2/3/2016
Gordi
ย
Fotokedua dari Facebook Book Exchange for Kids
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H