[caption caption="Sumber: Shutterstock dalam female.kompas.com"][/caption]
Beberapa waktu lalu, saya kaget bukan main ketika jendela dapur kami diketuk seseorang. Di pagi yang gelap kala saya menyiapkan sarapan, tamu tak diundang itu datang. Saat musim gugur dan dingin, memang matahari terbit agak siang.
Pagi itu bukan saja gelap tetapi juga gerimis. Jarum jam menunjukkan pukul 6.20 pagi. Saya menyiapkan la moka untuk kopi sementara susu sedang dipanaskan. Setelah mengisi tepung kopi dalam moka, saya menyalakan api dan meletakkan moka di atas tungku api. Lalu, saya menunggu hingga kopi itu mendidih. Saat itulah saya mendengar bunyi misterius itu.
Bunyi itu rupanya datang dari jendela dapur kami. Saya keget tentu saja. Ada apa pagi-pagi seperti ini mengetuk di jendela? Mengapa tidak datang lewat pintu saja? Demikian dua pertanyaan yang muncul dalam hati saya. Karena ketukannya makin keras, saya membuka jendela. Saya melihat seseorang di luar sana. Dia menyuruh saya membuka pintu dan memasukkan beberapa jenis makanan. Rupanya dia yang menakutkan saya ini membawa sesuatu yang berharga bagi kami. Saya keluar menuju mobilnya. Dia memberi kami tiga tempayan kue kering dan pizza. Tentu saja semuanya ini gratis sebab mereka juga menerimanya dengan gratis. Saya tanya padanya sebelum dia menutup pintu mobilnya.
“Dari mana makanan ini, kok banyak sekali?”
“Semalam ada pertemuan dan ini sisa makanannya,” jawabnya.
“Kami tidak bisa memakan semuanya dan tentu saja kami tidak mau membuang makanan enak seperti ini.”
“Terima kasih,” balas saya sambil melambaikan tangan.
Pagi itu, kami menikmati makanan sisa itu. Dicampur dengan menu harian kami susu atau kopi. Kami tidak mengonsumsi biskuit dan roti harian kami dan menggantinya dengan makanan sisa ini. Makanan ini hanya sisa dari semalam tetapi kami masih bisa menikmatinya pagi ini. Saya mengambil sepotong pizza dan dua bagian kecil kue kering. Kata teman saya yang asli Italia, pizza sebenarnya tidak dokonsumsi pada pagi hari. Tetapi mengapa kami memakannya?
Kami makan karena kami mendapatkannya dari seorang penderma dadakan pagi tadi. Daripada menghabiskan kue kering dan roti yang ada di lemari lebih baik mengonsumsi makanan yang sudah ada ini. Lagi pula, kalau kami menunda mengonsumsinya, boleh jadi makanan ini akan basi dan tidak bisa dikonsumsi lagi.
Penderma dadakan ini memberi kami contoh bagaimana menghargai makanan. Makanan layaknya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup kita. Tubuh kita memerlukan makanan setiap hari. Kita boleh bersyukur karena alam menyediakan makanan bagi kita. Tinggal kita mencarinya dengan mengolah bahan yang ada. Hasilnya pun muncul berbagai jenis makanan sesuai keadaan alam dan kondisi sosial kita. Alam menyediakan makanan untuk semua manusia. Jika ada yang kurang, itu berarti ada yang mengambil lebih atau merampas jatah orang lain.