[caption caption="ilustrasi penulis"][/caption]
Saya tertarik untuk menulis tentang penulis favorit setelah postingan saya Jika Anda Pintar Jangan Jadi Sombong dibagikan oleh beberapa teman di facebook. Saya hanya iseng-iseng membagikannya di dinding fb saya. Rupanya seorang teman membagikannya di fb-nya. Demikian juga seorang teman lainnya. Dari merekalah kemudian postingan itu terus dibagikan. Jadinya, banyak yang membaca artikel itu. Tentu mereka membagikannya karena mereka melihat ada sesuatu yang menarik dan bermakna di dalamnya. Hitung-hitung ini nilai lebih bagi saya sebagai penulis artikel.
Â
Bukan sampai di sini saja. Nilai lebih ini saya dapat lagi karena beberapa teman memberikan komentar atas tulisan tersebut. Ada pula yang langsung menambahkan saya sebagai teman di fb. Ada pula yang bertanya melalui komentar, tulisannya bagus, terima kasih sudah mengingatkan kami. Membaca ini, saya jadi ge-er sedikit. Kok bisa ya? Tulisan itu bagi saya sederhana saja. Idenya pun didapat dari pesan seorang teman. Lalu, saya kembangkan ide itu. Kemudian, dipadukan dengan ide aktual lainnya dari status fb seorang teman. Jadilah dua ide membentuk tulisan yang bermanfaat.
Â
Saya membaca kembali artikel saya itu lebih dari 10 kali. Lalu muncul pertanyaan ini, kok bisa ya saya menulis sebagus dan semenarik itu? Sama sekali tidak disangka-sangka, tulisan itu begitu bermakna bagi saya dan pembaca lainnya. Benar kata teman saya kemarin, tulisan kita bisa jadi alat atau media untuk menyampaikan pesan bagi sesama. Saya sama sekali tidak meragukan ini. Saya sedang menerima ini yakni tulisan saya sebagai media untuk menyampaikan pesan kepada sesama. Tulisan itu sebenarnya juga mewakili saya sendiri. Maka, saya pun menyimpulkan saya sendirilah media penyampaian pesan itu. Rupanya menulis itu berarti menyampaiakn pesan kepada pembaca juga kepada diri sendiri.
Â
Saya tentu tidak mendapatkan begitu saja kemampuan yang berharga ini. Kemampuan menulis ini didapat melalui proses panjang. Saya tertarik untuk membagikan proses ini pada pembaca sekalian.
Â
Saya suka menulis sejak SD. Bukan menulis untuk menyampaikan pesan. Tetapi, menulis dengan berbagai model huruf. Maklum, saya sekolah di desa, tidak ada komputer. Kami—para murid—mau tak mau harus menulis. Kami menghabiskan banyak tinta balpoin dan kertas. Maka, bagi kami saat itu, kertas dan balpoin adalah hal penting yang harus ada. Dua benda ini menjadi bensin motor pendidikan kami. Saya pun mencoba berbagai model huruf, melihat di buku, melihat dari tulisan teman, dan sebagainya. Jadilah saya termasuk satu dari sekian murid yang hurufnya bagus. Bukan saja bisa dibaca oleh teman-teman tetapi menulis dengan seni. Mungkin karena dua hal ini, guru Bahasa Indonesia memilih saya menjadi wakil sekolah dalam perlombaan antar-sekolah. Kali pertama saya gagal, menduduki posisi ketiga dari 7 sekolah yang berlomba. Kali kedua, tidak main-main saya dapat juara 1.
Â