Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita รจ bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cara Orang Tua Italia Mendukung Pendidikan Anak

1 September 2015   10:39 Diperbarui: 1 September 2015   11:12 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi/shutterstock"][/caption]Salah satu tonggak penting dalam pendidikan adalah tersedianya buku pelajaran. Ibarat mobil, buku pelajaran adalah bensin pendidikan. Setiap kali jalan, mobil membutuhkan bensin sebagai bahan bakarnya. Demikian juga pendidikan yang selalu membutuhkan buku pelajaran dalam proses pembelajarannya sepanjang tahun akademik.

Orang Italia rupanya tidak main-main dengan buku pelajaran. Mereka juga menganggap buku pelajaran sebagai penunjang utama pendidikan. Tanpa buku pelajaran, pendidikan boleh dibilang gagal. Ya, gimana mau mengikuti pelajaran di sekolah kalau tidak ada buku pelajaran? Menyediakan buku pelajaran bagi anak didik rupanya bukan saja pekerjaan guru atau pendidik. Orang tua rupanya yang berperan penting di sini. Guru belum mengumumkan buku apa yang diperlukan, orang tua sudah menyediakan lebih dulu.ย 

Hari-hari ini, di setiap pusat belanja, bagian alat pelajaran dan toko buku, adalah salah satu bagian terpadat. Di sini sudah ngumpul para orang tua dan anak-anak mereka. Mereka mulai mencicil keperluan sekolah. Perlengkapan alat tulis, buku pelajaran, dan sebagainya. Alat tulis tentu saja ada di mana-mana dan tidak ada kriteria tertentu. Intinya asal itu menunjang tugas sekolah, beli saja. Dan, biasanya di toko alat tulis seperti ini dijual dengan paket. Di dalamnya lengkap, balpoin, pensil, spidol berwarna, penggaris, dan sebagainya. Tentu ada juga yang dijual per satuan.ย 

Alat tulis tentu beda dengan buku pelajaran. Boleh jadi masalanya jadi sedikit rumit untuk buku pelajaran. Buku mana yang mau dipakai? Haruskah membeli buku baru? Apakah buku lama tidak dipakai lagi? Edisi manakah yang mesti digunakan? Sekadar pertanyaan sebelum membeli buku. Rumit juga yah. Sekolah saja belum mulai, orang tua dan siswa sudah dihadapkan dengan pertanyaan seperti ini.ย 

Tadi, saya sempat menonton berita setelah makan malam. Satu berita yang menarik justru tentang topik ini. Ada wawancara dengan pemilik toko buku, dan pembeli buku. Menariknya, kedua pihak punya pandangan sama tentang buku pelajaran. Mereka mengakui jika buku pelajaran tidak mesti yang edisi terbaru. Mereka bilang jika perbedaannya sedikit saja. Misalnya dalam edisi baru, hanya ditambah jumlah latihan soal. Materinya tidak diubah. Kalau dipikir-pikir kok pemilik toko buku bisa menjawab seperti ini yah? Bukankah dia harus meyarankan pembeli untuk membeli buku-bukunya. Logikanya bisa saja demikian tetapi tentu logika pemilik toko buku ini berbeda. Baginya, pembeli juga punya hak untuk mengkritisi efisensi pembelian mereka. Apakah harus membeli edisi terbaru jika perbedaan dengan edisi lama hanya dalam jumlah soal latihan saja? Baginya, tidak mesti beli yang baru. Toh hanya soal jumlah latihan saja. ย ย 

Yang menarik bagi saya di sini adalah peran orang tua dalam mendidik anak-anak mereka. Juga akan disinggung peran pemerintah. Tampak sekali orang tua menaruh perhatian serius terhadap pendidikan anak sampai harus meneliti dan menyiapkan buku pelajaran untuk anak-anaknya. Orang tua juga terbantu karena pemerintah sudah menyiapkan materi buku pelajaran ini sebelum sekolah dimulai. Bukan sekolah sudah berlangsung satu atau dua bulan baru sibuk membeli buku pelajaran. Tak heran jika saatnya sekolah ya sekolah bukan huru-hara mencari buku pelajaran. Peran pemerintah ini penting sebab masyarakat juga ingin tahu sejak awal tahun mengenai buku yang dipakai. Tidak dirahasiakan lagi edisi mana yang bisa dipakai. Semua materi pelajaran sudah bisa diakses oleh masyarakat. Di sini tidak akan terjadi monopoli pihak tertentu misalnya pihak penerbit buku dalam mengelola buku pelajaran. Tidak akan ada korupsi karena tidak ada proyek perbukuan. Setiap penerbit bebas menerbitkan materi dari pemerintah. Penerbit boleh beda, isi buku tetap sama. Harganya tentu tidak akan beda jauh.ย 

Model pendidikan seperti ini kiranya perlu ditiru. Saya ingat waktu SMP dulu, betapa susahnya mendapat buku pelajaran bahasa Inggris. Bukunya hanya satu. Milik guru pengampu mata pelajaran Bahasa Inggris. Minggu keempat pada awal tahun baru kami bisa dapat bukunya dalam bentuk fotokopi. Harus kumpulkan uang lebih dahulu untuk menyewa fotokopi dan menyewa utusan yang akan ke kota untuk memfotokopi buku sesuai jumlah siswa. Betapa jauh sekali perbedaannya dengan para murid sekolah di Italia. Mereka tidak seperti kami yang repot mencari buku pelajaran. Merekaย tinggal membaca saja karena bukunya sudah disiapkan oleh orang tua mereka sejak awal tahun, sebelum sekolah dimulai.ย 

Salam pendidikan.

ย 

Parma, 1/9/2015

Gordi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun