Mohon tunggu...
gono gini
gono gini Mohon Tunggu... -

no woman no cry

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perdamaian dan Penyelesaian Konflik, Legacy 10 Tahun Pemerintahan SBY

3 Januari 2014   16:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:12 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam waktu sembilan bulan ke depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan menanggalkan jabatan presiden Republik Indonesia. Selama 10 tahun memimpin berbagai pujian dan cacian dating silih berganti. Harus diakui tidak semua persoalan bangsa dapat dituntaskan selama masa kepemimpinan Presiden SBY.

Meskipun demikian, hal itu bukan berarti kepemimpinan Prersiden SBY tidak membuahkan pencapaian-pencapaian positif. Salah satu pencapaian positif kepemimpinan Presiden SBY selama 10 tahun adalah perdamaian, toleransi beragama, dan penyelesaian konflik antaretnik.

Penganugerahan World Statesman Award 2013 dari Appeal of Conscience pada Mei lalu menjadi simbol dari pengakuan dunia internasional terhadap pencapaian positif tersebut. Setiap tahun Appeal of Conscience Foundation memberikan penghargaan kepada para tokoh yang dinilai berjasa di bidang kebebasan beragama, hak asasi manusia, meningkatkan perdamaian, toleransi, dan penyelesaian konflik antaretnik.

Seakan telah menjadi hal lumrah di negara demokrasi penuh keterbukaan seperti Indonesia, hampir tidak ada satu peristiwa pun tanpa pro dan kontra. Demikian pula dengan penganugerahan World Statesman award 2013 kepada Presiden SBY. Sejumlah kelompok masyarakat sipil meinilai Presiden SBY tidak pantas menerima penghargaan itu karena aksi-aksi intoleransi bernuansa sentimen agama dan etnis di Indonesia marak terjadi selama era pemerintahan Presiden SBY.

Bahkan, departemen luar negeri Amerika Serikat turut menyoroti kondisi toleransi beragama di Indonesia melalui sebuah laporan bertajuk “'International Religious Freedom Report for 2012.” Mereka menilai tren penghormatan pemerintah untuk kebebasan beragama tidak berubah secara signifikan. Pemerintah Indonesia dinilai gagal untuk melindungi hak-hak beragama kelompok minoritas.

Memang, harus diakui sejumlah persoalan intoleransi masih terjadi di Indonesia. Dua kasus menonjol yang seringkali menjadi perhatian adalah kasus kekerasan terhadap Jemaah Ahmadiyah dan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin.

Meskipun demikian, harus diakui pula bahwa secara umum kerukunan sosial dan antar agama dari 240 jumlah penduduk Indonesia dengan beragam agama, etnis, suku, dan daerah masih terjaga baik. Aksi-aksi intoleransi dapat terjadi di mana saja, termasuk di Amerika Serikat sebagai negara penganut demokrasi tertua. Tidak ada negara sempurna yang tidak terjadi intoleransi di dalamnya.

Di samping itu, Indonesia kini memiliki catatan hak asasi manusia yang jauh lebih baik dari era terdahulu. Dewasa ini tidak ada lagi terdengar pelanggaran hak asasi manusia berat, seperti penembakan masal Santa Cruz tahun 1991, peristiwa Tanjung Priok tahun 1984, peristiwa Talang Sari Lampung 1989, dan lain-lain. Singkat kata, tidak ada lagi pelanggaran hak asasi manusia yang secara sistematis dilakukan negara kini sebagaimana terjadi di masa lalu.

Tidak boleh dilupakan pula jika Indonesia dalam beberapa kesempatan menjadi bagian terpenting dari penyelesaian sejumlah konflik kekerasan bernuansa agama dan etnis. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia dikenal sebagai negara yang paling aktif mendorong Myanmar untuk menghormati prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Selain itu, Indonesia juga memiliki andil dalam mendamaikan Thailand dan Kamboja terkait sengketa perbatasan.

Di dalam negeri, tercapainya perdamaian permanen di bumi Nangroe Aceh Darussalam menjadi presstasi besar bangsa Indonesia di bidang perdamaian. Konflik berdarah di Poso dan Maluku pun juga dapat diselesaikan. Semoga dalam waktu tidak lama lagi konflik di Papua juga akan mendapatkan hasil serupa dengan daerah-daerah tersebut.

Karena itu, alangkah tidak proporsional apabila hal-hal tersebut kita jadikan alasan untuk menolak apresiasi pihak luar terhadap bangsa ini. Benar apa yang dikatakan mantan wakil presiden Jusuf Kalla bahwa penganugaerahanWorld Statesman Award 2013 kepada Presiden SBY harus dilihat sebagai sebuah penghargaan untuk bangsa.

Pemberian penghargaan itu merupakan wujud apresiasi dunia internasional terhadap kemajuan-kemajuan yang dialami bangsa Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Sejumlah transformasi penting yang dilakukan Indonesia pada abad 21, terutama di bidang politik dan ekonomi, tidak luput dari perhatian dunia internasional.

Jika di masa lalu Indonesia dikategorikan sebagai negara otoriter, maka kini Indonesia telah mengalami perkembangan demokrasi sangat pesat sehingga menjelma sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia sekaligus negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara.

Pelaksanaan pemilihan umum tahun 1999, 2004, dan 2009 yang berlangsung secara demokratis seakan menjadi bentuk penegasan sikap bangsa Indonesia untuk memilih demokrasi sebagai jalan hidup berbangsa dan bernegara. Indonesia telah berhasil melakukan transisi damai dari rezim otoriter menuju rezim demokrasi. Tidak heran jika kemudian dunia internasional menempatkan Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat.

Sementara itu, di bidang ekonomi Indonesia juga mengukir sejumlah catatan gemilang di saat sejumlah negara maju di Eropa dan Amerika Serikat tengah mengalami resesi global. Padahal, di masa lalu Indonesia terpuruk akibat krisis moneter tahun 1998 dan terpinggrikan secara ekonomi dari pergaulan dunia internasional.

Catatan gemilang di bidang ekonomi itu dicerminkan melalui beberapa indikator, antara lain pertumbuhan ekonomi Indonesia terus meningkat di tengah awan kelabu krisis global yang melanda langit sebagian besar negara di Eropa dan Amerika Serikat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun belakangan ini selalu berada di atas 6 persen. Bahkan, tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Indonesia terbesar kedua di dunia setelah China.

Pencapaian impresif Indonesia di bidang politik dan ekonomi itu turut menuai apresiasi dan kekaguman dunia internasional. Dunia internasional tidak lagi memandang Indonesia sebelah mata dengan sebutan negara dunia ketiga. Apresiasi dan rasa kagum itu ditunjukkan melalui pemberian berbagai penghargaan internasional kepada Indonesia.

Bangsa Indonesia tentu patut berbangga atas hal itu. Di tengah kelesuan dunia akibat resesi global Indonesia masih mampu menujukkan diri sebagai bangsa yang disegani dan dipandang terhormat oleh negara-negara lain di dunia.

Selain itu, sederet apresiasi dari dunia internasional itu sekaligus untuk membungkam penilaian miring sejumlah pihak selama ini bahwa kepemimpinan Presiden SBY selama 10 tahun terakhir ini tidak meninggalkan warisan berharga serta tidak memberikan prestasi dan apa-apa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun