Menatap bulan merah keluar di kota, dengan secangkir bimbang... Â dan deretan warna becak, Â
bernasib resah
nangkring di ujung aspal perempatan,
itu...
potret!
begitu dijamah,
lalu kita buang ke comberan mampet
atau kita delete tanpa pertanyaan,
Â
di berita,
Jelas...
bulan yang merah murka,
lantaran tirai ranjang pradilan tersingkap
menganga,
diskusi di cancell,
cuaca di blokir...
ahh...
angin mengepal merah padam,
ilalang berserak,
lalu membakar dirinya sendiri,
awan dan hujan saling menunjuk,
lantaran sama sama digdaya...
lalu..
para tukang becak cangkruk di kaki lima Â
musyawarah...
panjang,
apakah ia akan menjelma nelayan,
ataukah menjadi kuli pasar keputran
atau cuma mengelus dahi
duduk di depan tv,
menikmati kopi dan adegan sengkuni.
Surabaya, 17 June 2019
Rasull abidin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H