Mohon tunggu...
Taufan S. Chandranegara
Taufan S. Chandranegara Mohon Tunggu... Buruh - Gong Semangat

Kenek dan Supir Angkot

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mengawang Esaipun Terbang

26 Desember 2024   14:50 Diperbarui: 26 Desember 2024   14:50 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photography Kompas.com

Nah loh. Panik-isme, sebuah pertanyaan mampir di kepala hamba. Sederhana banget pertanyaan si kecil "Babe, bendera ko'k bisa gerak-gerak ya ditiup angin?" Ketika itu si kecil usia sekolah dasar awal.

Hamba mencoba mencari jawaban sesederhana mungkin, sebatas pendidikan hamba sangat terbatas pula "Keren ya Son, benderanya gerak-gerak karena ditiup angin," dari wajahnya kelihatan si kecil tak berminat pada jawaban hamba. Tetap menatap dengan santai, bendera berkibar di bambu, terikat di tiang rumah. Mungkin, jawaban hamba tak masuk akalnya.

Hal ihwal pertanyaan itu, kalau di jawab serius, bakal makin serius pertanyaan si kecil, meski sepintas terlihat sederhana, santai seperti itu. Telah kesekian kalipula mampir di kepala hamba kesederhanaan pertanyaan serupa itu, di antara banyak pertanyaan lainnya. Pernah hamba jawab sembari santai, begini "Bendera itu berkibar karena digerakkan angin, Son."

Dia tanya lagi "Siapa sih Beh, yang ngegerakkin angin," wah, mati kejang hamba, bakal gawat, panjang lebar pertanyaan si kecil kalau hamba jawab secara pikiran dewasa. Bakalan sambung menyambung, pertanyaannya. Mending ane ajak beli bubblegum aja deh. Berangkatlah kami menuju warung sebelah.

Kemurnian pertanyaan sains imajinatif si kecil, bakal bikin hamba knockout, oleh jawaban hamba sendiri, finalti ke gawang hamba, gawat. Karena si kecil bakal bertanya lagi dengan kalimat pembuka, seperti biasanya "Kenapa kok ... seterusnya ... seterusnya ..."

Sekalipun dialogis, terjadi santai, tetap hamba bakal keteteran menghadapi kepolosan, kejujuran pertanyaan si kecil, padat oleh kecerdasan imaji-sains di pikirannya.

Sampai pada pertanyaan, si kecil, hamba coba simpulkan 'siapa menggerakkan bendera di tiang tertinggi,' kalau jawabannya 'angin,' maka pertanyaan berikutnya dari si kecil, 'siapa menggerakkan angin,' kalau jawabannya 'alam,' maka pertanyaan berikutnya dari si kecil, 'siapa menggerakkan alam ...' Tentu manusia dewasa, telah mumpuni keilmuannya, mungkin, punya jawaban beragam pesona sesuai iman keilmuannya.

Pendaki gunung andal telah mencapai wawasan keragaman panorama estetis, dari ketinggian puncak pendakian, senantiasa bijaksana pada alam lingkungan juga sesama.

Pencerapan nurani pada rasa syukur telah diciptakan, sekaligus seisi Alam Raya, bagi kelangsungan kehidupan para makhluk, dengan satu kata sederhana, 'Kun,' maka hadirlah kehidupan semesta.

Tak mampu hamba, pribadi, membayangkan dengan keimanan seluas apapun. Seumpama, jika kata, 'Kun,' tak pernah ada, tak 'kan pernah ada pula, bimasakti, berikut segala isinya. Tak 'kan ada pula taklimat, ditiupkan ruh kedalam kehidupan, menjadi makhluk ciptaan-Nya.

Tangis awal seorang anak manusia tak 'kan pernah ada pula. Hamba tak 'kan pernah hadir menulis di media online Kompasiana, ini, ajang komunikasi terindah, menurut hamba.

Bersyukur, hamba bisa belajar dari para penulis andal di sini. Bersama menjaga keseimbangan komunikasi antar disiplin keilmuan, akulturasi seluas langit sebatas pandangan manusia.

Keterbatasan manusia, pada 'isme keilmuan,' sebatas itu pula, mungkin, pikiran keilmuannya. Risalah menguak sains lebih jauh, adalah upaya kebaikan, mendekatkan, menguatkan iman kepada Ilahi.

Itu sebabnya pula, barangkali, wajib belajar tanpa henti, salah satu jawaban dari sekian banyak rahasia-Sains Ilahiah. Temuan korporasi laboratorium angkasa kelas planet dunia, memotret gambaran, konon, ada, white hole di balik black hole.

Temuan itu, sebagai info sains bolehlah melengkapi pustaka. Kalau mau menilik perbandingan temuan tingkat kecerdasan manusia lebih jauh, sejak era kepurbaan.

Lintas spiritual, keyakinan, kepercayaan, ada, di 'Kebinekaan,' di nurani masing-masing. Hal ihwal terpenting dalam hidup ini. Saling memberi salam berbudi kebaikan kasih sayang. Salam Indonesia Bersatu Saudaraku.

***

Jakarta Kompasiana, Desember 26, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun