Seni, bukan kata kerja atau kata sambung, ia tak bisa ditepis semena-mena. Wilayahnya luas tak terbatas pada keindahan saja, terkandung didalamnya, kreativitas, pemikiran luas saling berhubungan dengan tolok ukur kebudayaan hingga politik, inheren filsafat, sains, agama, teknologi, di dalamnya.
Demikian pula halnya dengan ilmu kebudayaan, ilmu politik, berkesinambungan dengan seni kesantunan komunikasi politik, sebut saja seni politik, nyambung lagi ke seni budaya personal hingga publik, dalam lingkar kebudayaan sebuah negara dimanapun. Karena itu pula, santunlah bersama dalam ranah komunikasi kebudayaan.
Santun di rumah maupun di ruang publik manapun, saling menyapa dengan 'Iman Keilahian' bersilaturahim, saling berjabat tangan, mudah mamafkan. Kecuali pada kaum manipulator hak rakyat alias koruptor, tak ada maaf bagi mereka. Ketegasan terbuka, ranah hukum formal negara, senantiasa dinanti publik dengan setia.
Setelah kebaikan saling memaafkan. Maka bertemulah budaya insan kamil lingkar Ilahi-tak menghendaki pertikaian di antara kebaikan sesama insan kamil. Namun, jika masih ada makhluk amoral senantiasa hobi melakukan kekacauan baik di ranah komunikasi verbal maupun nonverbal, itu tandanya bukan makhluk budiman. Negarapun wajib hadir meningkatkan edukasi, komunikasi, tegas berbudi, di antara publik, lagi, sebagaimana tersebut di dalam undang-undang dasar negara.
Wah! Kok negara hadir terus. Lah iyalah hai!. Kalau mau melihat unsur dasar hidup ketatanegaraan. Rakyat adalah Negara. Negara adalah Rakyat. Salam kasih sayang Indonesia.
***
Jakarta Indonesia Kompasiana, Desember 24, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Bnnyak kebaikan setiap hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H