"Namamu siapa?"
"Namaku Bangsat."
"Oh! Bangsat juga."
"Oh!" Keduanya. Lantas berpelukan.
"Sesama Bangsat tak seharusnya berpelukan." Kata sebuah suara.
"Oh! Kok gitu." Jawab kedua Bangsat.
"Ya emang begitu. Pake nanya lagi."
"Loh kenapa?" Suara kedua Bangsat.
Sejak itu kedua Bangsat kehilangan suara. Entahlah atau mengkin hilang selamanya atau sengaja dihilangkan. Karena keadaan waktu khawatir kalau ke dua Bangsat itu akan bikin kekacauan. Bahaya. Bisa gawat isme loh. Dunia akan membaca tandatanda, selama ini tidak terbaca. Bisa gawat toh.
"Maksudmu sepasang Bangsat itu?"
"Iya. Mereka sejenis tumbilak."
"Oh! Hahaha."
"Iya! Hahaha."
"Ha; itu sedang diperlukan."
"Begitu ya,"
"Alah sok akting"
"Kan lagi purapura tak tahumenahu."
Sejak waktu itu pula tak lagi terdengar suarasuara menyebut nama ke dua Bangsat itu. Misteri di angkasa. Padahal ke dua Bangsat itu diperlukan untuk hadir tepat waktu tanpa meleset sedetikpun, hanya kedua Bangsat itu, mampu melakukan halhal legal formal terbaik tanpa cela, di tepat waktu, terkini, terdepan kontemporer.
Nah, isu berkembang di angkasa. Berbagai opini, opsiopsi setingkat abalabal beterbangan, carmuk, mencuri waktu kesempatan tampil, meski sadar tak berguna. Berbagai prraduga berkumndang dari berbagai kalangan hingga top of the top berkelas. Menggoyang langit berebut popularitas.
"Kita harus merubah wacana."
"Maksudmu strategi terpercaya telah terbentuk."
"Ya."
"Caranya?" Lalu keduanya saling berbisik.
"Ohh, paham."
"Nah gitu dong."
"Tahu sama tahu."
"Enak sama di jinjing."