Mohon tunggu...
Taufan S. Chandranegara
Taufan S. Chandranegara Mohon Tunggu... Buruh - Gong Semangat

Kenek dan Supir Angkot

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Fantasi Kopi Seduh Hai!

19 Juli 2024   08:50 Diperbarui: 19 Juli 2024   08:59 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terus, kalau, sastra online, salah gitu. Lantas bukan sastra gitu. Wah Gawat banget nih. Sebentar Bung. Enggak pindah kelain hati dulu ya. Lanjut ngobrol dulu kita. Setelah teh hangat. Sekarang waktunya memesan kopi. Biar lancar jaya ngobrolnya. Seni ataupun kesenian adaptif dengan zamannya. Kata ane. Sebelum ente nanya melulu. Jus jambu rasa kopi hahaha mules-mules dah.

Jadi bagaimana. Menyoal istilah, seni, sastra online. Wah! Ketemu kotak mengotak lagi dong. Sastra ya sastra, mau versi online atau tidak, istilah itu, hanyalah alat bantu, seperti sendok-garpu. Mau makan menggunakan tangan, oke juga, kan. Esensi, tetap menyuap makanan sehat, ada, pada kesehatan seni sastra. Kalau non-online, lantas melahirkan karya seni sastra tak sehat, menimbulkan pandemi pripun. Tergantung kantong kale ya. Kalau bolong ora ngopi jeh.

Sastra ya sastra, mampu dipahami seluas publik secara saksama, asyik, keren, bermanfaat-murah, bahkan gratis, publik bisa mengakses data sesuai maunya. Meski tetap berbayar kuota, pulsa. Lagi pula sekarang ini, bukan lagi zamannya susastra menara gading. Karya sastra tak harus berbahasa sulit rumit sampai sulit dipahami, yak ellah. Sastra jangan dibikin ribet, di era kini. Meskipun kepurbaan, merupakan salah satu tolok ukur kemodernan zamannya. Seni sastra lampau hingga kini serentak bisa di akses, katanya sih begitu, konon. Cius amat bacanya. Jreng!

Mau sastra online/daring ataupun non.online/non.daring, padabae Bung-sama saja. Zaman tekno bergulir, ozon membaik, menurut penelitian sains dunia, akibat manusia bertahap mengurangi kertas, meski sampah plastik belum terkendali maksimal. Kalau penggunaan kertas berkurang, deforestasi, bakalan menurun, hutan sehat. Sekalipun, dampak autotekno digital kemodernan berkelanjutan, mungkin pula berdampak pada kehidupan manusia kelak, mungkin loh, hiks!

Hamba akan naik angkot berikutnya, pindah kelain hati. Meski, soal menyoal, seni, makhluk apaan sih, belum jua ada jawaban valid membumi, sangking banyaknya pendapat para pakar sejagat, dari era filsafat, kesejarahan, geologis, maupun seniman, kreator seni. Apaan sih seni; perasaan, sains. Hiks, mari mengarang. Hiks!

Apalagi kalau mau meminjam istilah kaum elite politik ketatanegaraan dunia, singkatnya; sebuah negara bebas berpolitik, berpendapat-bertanggung jawab, sesuai undang-undang negara tersebut. Selesai sampai di situ. Salam damai di hati. Adem. Nyeduh kopi. Jos! Jalan-jalan berpayung fantasi sembari bersiul menuju kedai fantasi kopi seduh. Sekali lagi. "Hai!"

***

Jakarta Kompasiana, Juli 19, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun