Ibunda Tanah Negeri merenda awan-awan. Gemercik gerimis kesabaran memupuk  bumi. Elok nian tetumbuhan terjaga memberi warna kesuburan kepada langit. Ibu merawat bunga-bunga pelangi cemerlang. Embun-embun bersinaran memantul kerlip matahari. Berbinar gemerlap cahaya keindahan iman.
Capung-capung senantiasa bercengkerama bersama kupu-kupu. Di antara warna-warni menawan sari bunga beterbangan di udara. Semilir angin menyapa lembut memukau, tersenyum ayu wangi pandan. Kasih ibu keagungan semesta. Fitrah Ilahi menyinari tanah merdeka Nusa Bangsa bersama menjaga lestari nurani Bumi Pertiwi.
Ini tanah lahir beta ibu.
Tanah merdeka leluhur purba.
Ibu, potret panjang pamflet masa darurat
ternyata belum berakhir, sejawat penyair
terus menuliskan keindahan kebenaran,
ditemani keadilan, membuka mata hakikat.
Hipokrisi tak punya kemaluan
muncul kepermukaan perserikatan
Lempar batu sembunyi tangan
bertopeng terang tidak berwajah.
Kasih ibu kepada hamba keutamaan keindahan Bukit Barisan, di antara subak-subak berirama kecak cak cak cak tarian Barong Negeri Agraris. Panorama estetis menjulang puncak Jayawijaya. Kesatuan Nusantara indahnya pegunungan berkicauan burung-burung warna-warni menyala indah keseimbangan komposisi alami.
Cuaca di awan-awan menerangi ratna mutu manikam menuju lereng puncak Kerinci, bagai surga berbukit-bukit Rinjani. Meliuk-liuk membentuk sketsa kurva horizon. Melandai menempuh samudera sambung menyambung kilauan Zamrud Khatulistiwa. Melingkari pulau-pulau meluas kasih sayang sewarna lautan.
Ini tanah lahir beta ibu.
Tanah merdeka leluhur purba.
Warisan kekayaan tanah adat tradisi,
jangan dilipat triliun patgulipat, bimsalabim
Begitu pesan ibu kepada cucu-cucunya.
Kasih sayang sekalipun hanya setetes embun
Keutamaan berbudi sesama anak negeri.
Satria seribu pulau bersinar putri rembulan Samosir, busana tradisi ritus Tortor sublim purnama Toba, nurani indah terang temarang taman kebudayaan. Tertulis sajak-sajak filosofis para penyair tanah air. Menyatukan ribuan pulau. Bersyairlah wahai danau-danau. Teduhlah dangau persinggahan transendental sejuk meluas langit.
Sajadah Nusa Pertiwi pesona nan elok.; Wahai engkau senada irama melayu merdu memukau rabana bertakbir. Pasir-pasir hamparan pegunungan Dieng bernyanyi. Paduan suara irama simfoni huma-huma seiring awan berarakan menyala fajar persaudaraan. Pelukan cinta melukis untaian prosa berjuta nyiur melambai.
Ini tanah lahir beta ibu.
Tanah merdeka leluhur purba.
Maafkanlah ibu.
Cucumu tak bermaksud kurang ajar
melanggar tradisi, berani bertanya
Hamba ingin jujur belajar berbudi.
Sungguh tak habis pikir. Mengapa watak
salah guna wewenang enggan berakhir
Ibu, hamba setia menunggu penjelasanmu
tentang sebab akibat perilaku patgulipat itu.
Gegap gempita bahagia. Mega di timur fajar terbit, melukis senja berarakan tarian lautan ritmis dinamis. Menuju gugusan iman Tari Saman. Nun bebunyian, Sasando mengalun estetis menggugah sukma. Eloknya tanah tradisi fitrah kebudayaan negeri berjuta pohon berhutan hujan. Hijau memukau lestari. Semoga tak sekadar harapan.
"Berjuta-juta cucumu ibu, telah engkau lahirkan." Mengolah tanah adat sejarah purba kisah leluhur. Pahlawan tanpa tanda jasa, para tetua adat menjaga tradisi kepulauan mengukir keteladanan. Esa hilang, dua terbilang. Umbul-umbul berkibaran menyala kebinekaan. Sang Dwiwarna Indonesia Raya di angkasa. Tafakur. Ya Ilahi...
***
Jakarta, Juli 08, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.