Mohon tunggu...
Taufan S. Chandranegara
Taufan S. Chandranegara Mohon Tunggu... Buruh - Gong Semangat

Kenek dan Supir Angkot

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Puisi | Popcorn (Part 21)

12 Mei 2023   18:21 Diperbarui: 12 Mei 2023   18:24 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merpati posmu baru saja tiba di jendela ruang kerjaku. Membelai kepalanya sebagai ucapan selamat datang di negeriku. Ia masih tersengal-sengal nampaknya sedikit kelelahan.

Segera tersedia pakan burung baginya plus air segar dari mata air negeriku. Sembari aku bilang padanya, rehatlah sejenak di pepohonan rindang halaman depan ruang kerjaku. Merpatimu menganggukkan kepalanya tanda setuju, setelah bercengkerama beberapa saat tentang perjalanannya.

Kegembiraan membaca suratmu tak bisa terbendung sekalipun secara saksama. Meledak ngakak, aku. Ketika kau bilang, perkenalanmu dengan seseorang di resto suatu siang.

Kau, gunakan bahasa negeriku sekalipun terbata-bata, spontan, nekad menyapa. Ketika perempuan ayu itu menjawab santun, berbahasa ibu. Mengalir suaranya bagai gemercik air memercik. Langsung tengkurap hatimu, seperti katak sembunyi di balik tempurung.

Lantas katamu. "Aku kira dia perempuan berdarah campuran benuaku dengan negerimu. Ternyata asli dari negerimu. Terlebih membuat aku makin salah tingkah. Dompetku tak ada di kantongku. Setelah mulutku berkicau tentang banyak hal. Dapat kau bayangkan. Wajahku, mendadak mengeras seperti meja kerjaku," kini perempuan itu telah menjadi ibu dari seorang anak gadis bernama Sinten, sesingkat itu namanya berikut nama belakang dari keluargamu.

Gemetar, ketika sampai pada kisah kau terperosok di antara dua bukit pegunungan, aku pikir akhir ceritanya kau mati terjepit gunung seperti, Rahwana, versi komik RA Kosasih. Hebat ya, para sahabatmu bersusah payah berjuang menyelamatkan bersama tim SAR negerimu, sampai akhirnya kau selamat. Meski sedikit hipotermia. Bersyukur, jari-jarimu masih lengkap.

Tak ingin cepat selesai rasanya membaca surat-suratmu. Bahkan kau masih gondok, ketika aku bilang, bahwa kisah sejarah kaisar agung abad ke-3 SM, kemungkinan, dari banyak dugaan literatur kematiannya, aku, paling percaya akibat gigitan nyamuk malaria atau demam tifoid.

Aku menduga kejadiannya, ketika sang kaisar berupaya invasi militer, ke India hingga ke batas paling Timur Benua Asia Besar. Dia beberapa kali terluka parah justru dalam pertempuran di wilayah itu, bahkan, konon, pasukan sang kaisar di hadang oleh pasukan gajah raksasa raja setempat, mendadak muncul menginjak-injak pasukan berkuda sang kaisar agung hehehe.

Kau tetap ngotot bahwa sejarah itu masih kontroversi, akibat berbagai versi literatur kematiannya. Hahaha, aku ngakak sembari menjawab suratmu. Kau ogah menerima begitu saja, bagus. Wajar sih sesuai gelarmu sehebat itu hehehe. Ya, aku mengalah deh, kau akan menjawab sampai menemukan data terakurat. Uhui! Senangnya aku membuatmu penasaran.

Aku, paling malas membaca bagian akhir suratmu. Pertanyaanmu tak penting banget, menyoal kemungkinan lain-lain, berakibat, pada lain-lain juga. Aku tegaskan sekali lagi. Tidak ada lain-lain apapun, itu, cuma isu lain-lain pula. Kau memang kadang-kadang menyebalkan sahabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun