Mohon tunggu...
Gones Saptowati
Gones Saptowati Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis, Relawan, Pecinta dan Penikmat Seni

Psikolog Klinis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Jadi Relawan Kok Malah Curhat?

11 Oktober 2020   20:25 Diperbarui: 13 Oktober 2020   10:18 1415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usai rapat koordinasi di Markas PMI, sembari membereskan alat tulis, rekan relawan menghampiri “Mba, aku mau curhat”, sontak teman yang lainpun menimpali “Mba aku juga mau curcol nih.” 

Ungkapan kedua sobat ini direspon salah satu senior dengan gurauan “relawan kok curhat”. Percakapan diatas terkesan sepele namun ada makna dalam didalamnya. 

Label relawan yang identik dengan superhero, macho dan penolong menjadi salah satu faktor terkesan tabu jika relawan curhat atau minta bantuan. Pandemi ini membuat banyak individu, organisasi, institusi terpuruk, tak terkecuali relawan itu sendiri.

Penelitian menarik dilakuakan oleh Agustin dkk (2020) terhadap relawan pandemic covid di Kebumen, didapatkan gambaran psikologis relawan bencana covid-19 yaitu 68 orang (95,83%) mengalami kecemasan ringan, sebanyak 69 orang (95,83%) mengalami depresi ringan, dan sebanyak 69 orang (95,83%) mengalami stres ringan. 

Gambaran di atas bisa jadi dialami hampir semua relawan terutama relawan nakes selama pandemi ini.

Tepat tanggal 10 Oktober ini kita memperingati Hari Kesehatan Jiwa Dunia, dan tema pada tahun ini adalah “Mental for All, Greater Investment-Greater Access Everyone, Everywhere”. 

Tema yang menarik yaitu Kesehatan Jiwa untuk semua,Investasi lebih besar dan akses lebih luas untuk semua dan dimana saja. 

Relawan adalah bagian dari komunitas yang seyogyanya juga dapat mengakses kesehatan mental secara mudah kapanpun dan di manapun. Tulisan ini bermaksud mencoba melihat lebih jauh relawan dan kesehatan mentalnya.

Bicara tentang relawan sendiri kita harus pahami dulu apa dan siapa relawan itu. Mengacu dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa relawan (sukarelawan) yaitu individu yang mengambil peran atau melakukan kegiatan tertentu atas motif suka dan rela. 

Sedangkan padanan kata ini dalam bahasa inggris yang paling mendekati ialah “volunteer”. Dari Namanya saja kita pasti tahu bahwa aktivitas yang mereka lakukan dalam situasi bencana adalah non profit. 

Mereka rela meninggalkan aktivitas kuliah, pekerjaan, keluarga, organisasi yang dinaungi berhari-hari bahkan sampai berbulan-bulan apabila bencana datang. 

Relawan merupakan garda terdepan dalam situasi bencana baik alam maupun non alam. Sebagai garda terdepan, relawan adalah kelompok yang sering terlupakan dalam penanganan psikologis dalam situasi bencana. Dalam siuasi pandemi ini relawan, pekerja garis depan dan tenaga kesehatan adalah kelompok rentan (DPKJS Kemenkes 2020). 

Pandemi (baca; bencana) covid-19 berbeda dengan bencana alam ataupun sosial, hal ini sedikit banyak memepengaruhi dinamika psikologis relawan garda depan. Tanah longsor, tsunami, puting beliung bisa jadi tidak menyurutkan semangat seorang relawan ketika diminta untuk terjun dalam penugasan. 

Pandemi covid sangat berbeda, bahkan ketika diawal pandemi mencari relawan untuk mau bergabung mengelola rumah singgah bagi pasien covid tidaklah mudah. 

Simpang siur berita yang tidak jelas, kelangkaan APD, stigma dan penolakan lingkungan terhadap pasien covid sedikit banyak berpengaruh terhadap kesehatan mental relawan.

Hasil komunikasi yang dihimpun penulis tentang dinamika psikologis relawan dan nakes garda depan pandemic covid mayoritas menyampaiakn bahwa ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran mereka tidak semata kekhawatiran pribadi tertular covid. 

Kekhawatiran mereka lebih pada kecemasan jika mereka carier dan dapat menularkan pada anak, suami, isteri atau orang-orang terdekat mereka. 

Semangat jiwa kerelawanan untuk menolong sesama begitu besar namun kekhawatiran tertular dan menularkan kepada orang terdekat. Dilema tersebut membuat relawan garda terdepat menjadi tidak optimal ketika menunaikan tugas.

Relawan juga sama seperti manusia pada umumnya, Ia memiliki resiko sama besar dengan penyintas pada umumnya. Tidak hanya dalam sitausi pandemic covid saja. 

Situasi bencana alam seperti tsunami, tanah longsor, gempas dsb, bisa menjadikan relawan terdampak secara psikologis. 

Pertemuan korban yang mengalami trauma secara intens, beban kerja yang berlebihan serta banyaknya kasus yang harus ditangani bisa berdampak stres pada relawan atau bahkan relawan sendiri bisa mengalami vicarious trauma.

Vicarious trauma muncul diakrenakan rasa peduli yang berlebihan relawan kepada penyintas, rasa ini menjadikan relawan merasa seolah-olah bertanggungjawab sepenuhnya terhadap yang dialami dan terjadi pada penyitas. 

Relawan merasa harus bertanggungajwab dan selalu siap siaga umtuk bisa menolong penyintas. Jika perasaan ini terus menerus disimpan maka bsia dipastikan kesejahteraan fisik dan psikologis relawan bisa terganggu. Yuk kenali lebih dalam tanda-tanda vicarious trauma :

  1. Sulit mengatur emosi
  2. Sulit untuk menerima dan merasakan kebaikan dirinya sendiri
  3. Sulit mengambil keputusan
  4. Bermasalah dalam mengatur batasan diri dengan orang lain
  5. Bermasalah dalam relationship
  6. Mengalami beberapa masalah fisik, seperti sakit dan kecelakaan
  7. Kurang peka dengan apa yang terjadi disekitarnya
  8. Kehilangan makna dan harapan (Pearlman dan McKay, 2008)

Menjadi tidak serukan jika relawan yang semula berniat menajdi penolong malah butuh pertolongan. Relawan tetap bisa menjaga “kewarasannya” jikalau sebelum, selama dan pasca penugasan ada perencanaan yang jelas.

Sebelum penugasan relawan sebaiknya memastikan segala sesuatu yang berhubungan dengan diri dan keluarganya selesai. 

Mengantongi izin dari orang terdekat, menyelesaikan kewajiban personal menajdi modal awal sebelum penugasan. Mengenali medan penugasan dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya. Selama penugasan jalin komunikasi, kerjasama tim, dan tetap terhubung dengan sesama relawan.

Sefcare atau rawat diri bagi relawan sudah menjadi kebutuhan. Bagaiman mungkin relawan dapat menjadi pendengar yang baik sementara dirinyas sendiri sedang galau dan baper. 

Bagaimana mungkin relawan tenaga kesehatan akan memberikan performa terbaiknya kepada pasien covid sementara dirinya sendiri takut dan cemas terpapar covid. 

Rawat diri bagi relawan seyogyannya sudah menjadi paket atau satu kesatuan pembekalan ketika akan menerjunkan relawan dalam penugasan di situasi bencana, sehingga relawan mampu memberikan performa terbaiknya.

Berikut beberapa tip rawat diri bagi relawan selama penugasan:

  • Jaga fisik dengan asupan yang bergizi
  • Istirahat cukup
  • Melakukan hobby
  • Menerima apapun emosi diri
  • Tetap terhubung dengan sesama relawan
  • Curi waktu sesekali untuk Me Time
  • Bekerja sesuai kemampuan, katakan tidak jika memang tidak mau dan tidak mampu

Bergabung menjadi relawan adalah aktivitas mulia, keinginan untuk menolong dan membantu sesama adalah salah satu motivasi menjadi relawan. 

Relawan rela berkorban meninggalkan orang -orang tercintanya, meninggalkan zona nyamannya demi untuk membantu sesama. Mencintai diri, menerima dan merawat diri juga merupakan investasi dasar ketika memilih bergabung menjadi relawan. 

Pertama penuhi tangki-tangki emosi positif diri, sehingga kita bisa lebih banyak menebarkan cinta kasih dan sayang kepada sesama. Berikan hak diri terlebih dahulu sehingga kita akan lebih mampu untuk memenuhi hak-hak penyintas. Peduli diri dulu baru peduli orang lain.

Salam Tangguh dan Sehat Jiwa

Referensi :

Agustin dkk (2020). Jurnal Ilmu keperawatan Jiwa Volume 3 No 2, Hal 113 – 118, Mei 2020
Kementerian Kesehatan (2020) : Pedoman Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial pada Pandemi Covid 19.
Pearlman, L.A & McKay, L. (2008) . Understanding and addressing Vicarious Trauma, New York : Headington Institute.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun