Relawan merupakan garda terdepan dalam situasi bencana baik alam maupun non alam. Sebagai garda terdepan, relawan adalah kelompok yang sering terlupakan dalam penanganan psikologis dalam situasi bencana. Dalam siuasi pandemi ini relawan, pekerja garis depan dan tenaga kesehatan adalah kelompok rentan (DPKJS Kemenkes 2020).Â
Pandemi (baca; bencana) covid-19 berbeda dengan bencana alam ataupun sosial, hal ini sedikit banyak memepengaruhi dinamika psikologis relawan garda depan. Tanah longsor, tsunami, puting beliung bisa jadi tidak menyurutkan semangat seorang relawan ketika diminta untuk terjun dalam penugasan.Â
Pandemi covid sangat berbeda, bahkan ketika diawal pandemi mencari relawan untuk mau bergabung mengelola rumah singgah bagi pasien covid tidaklah mudah.Â
Simpang siur berita yang tidak jelas, kelangkaan APD, stigma dan penolakan lingkungan terhadap pasien covid sedikit banyak berpengaruh terhadap kesehatan mental relawan.
Hasil komunikasi yang dihimpun penulis tentang dinamika psikologis relawan dan nakes garda depan pandemic covid mayoritas menyampaiakn bahwa ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran mereka tidak semata kekhawatiran pribadi tertular covid.Â
Kekhawatiran mereka lebih pada kecemasan jika mereka carier dan dapat menularkan pada anak, suami, isteri atau orang-orang terdekat mereka.Â
Semangat jiwa kerelawanan untuk menolong sesama begitu besar namun kekhawatiran tertular dan menularkan kepada orang terdekat. Dilema tersebut membuat relawan garda terdepat menjadi tidak optimal ketika menunaikan tugas.
Relawan juga sama seperti manusia pada umumnya, Ia memiliki resiko sama besar dengan penyintas pada umumnya. Tidak hanya dalam sitausi pandemic covid saja.Â
Situasi bencana alam seperti tsunami, tanah longsor, gempas dsb, bisa menjadikan relawan terdampak secara psikologis.Â
Pertemuan korban yang mengalami trauma secara intens, beban kerja yang berlebihan serta banyaknya kasus yang harus ditangani bisa berdampak stres pada relawan atau bahkan relawan sendiri bisa mengalami vicarious trauma.
Vicarious trauma muncul diakrenakan rasa peduli yang berlebihan relawan kepada penyintas, rasa ini menjadikan relawan merasa seolah-olah bertanggungjawab sepenuhnya terhadap yang dialami dan terjadi pada penyitas.Â