"Apa artinya tambah umur selain waktu yang mengutak-atik laku? Padahal waktu adalah gerakan seenaknya, tak kenal bahasa dan isyarat apalagi hitung-hitungan. Seakan terus jalan ke depan, padahal adakah yang berubah? Bukankah kita anak kecil yang berusaha terus-menerus tengadah?"
Petikan kalimat di atas saya ambil dari bukunya Bagus Takwin, Rhapsody Ingatan. Menarik..!
Pagi ini saya benar-benar mengucapkan terimakasih kepada salah satu teman dekat yang dengan senang hati mengingatkan bahwa hari ini emak saya ultah. Begitu pedulinya teman dekat saya ini, bahkan saya yang anaknya saja tidak hapal ulang tahun emak. (parah)
Kalau saya tidak salah ingat, emak saya lahir tahun 60-an. Pasnya berapa saya kurang tahu. Sampai di usianya yang sekarang ini sekalipun saya belum pernah memberikan kado atau bahkan ucapan ultah rutin tiap tahunnya. Ucapan juga hanya beberapa kali, itupun melalui jaringan telefon.
Saya masih ingat betul bagaimana emak mengajari cara mencuci pakaian dengan bersih. "Lanang opo wedok, raono bedane, kudu iso umbah-umbah" (Laki atau perempuan, tidak ada bedanya, harus bisa mencuci pakaian), begitu katanya. Pelajaran mencuci inilah yang kemudian membantu ingatan saya menjadi anak kos-kosan yang paling doyan "umbah-umbah" di kosan. Sepertinya saya menikmati menjadi tukang cuci. Atau bisa jadi malah berbakat. :)
Pernah sekali waktu ada kejadian yang membuat saya jengkel terhadap emak. Jengkel sekaligus bangga. Kejadiannya juga tidak jauh-jauh dari pelajaran mencuci. Ckckckckc
Seperti biasa, saya selalu  "diwajibkan" bangun sebelum jam lima pagi. Setelah Subuhan, saya diharuskan menyelesaikan soal yang dibuat oleh bapak sebelum tidur. Selesai mengerjakan soal, saya diharuskan mencuci pakaian (saya sendiri) yang sudah saya rendam semalaman. Emak, orang yang paling peduli dengan kebersihan selalu awas tiap kali saya mencuci. Saya sendiri sebagai anak kelas 3 SD selalu ogah-ogahan tiap kali mencuci.
Aktivitas mencuci ini berlangsung hampir dua hari sekali. Paling parah adalah seminggu sekali dan itu artinya saya harus bangun lebih pagi karena tentu pakaian menumpuk. Yang membuat saya menjadi terharu adalah ketika saya berangkat sekolah, ternyata emak saya mencuci lagi pakaian yang sudah saya cuci tadi. Hal ini saya ketahui ketika tidak sengaja saya pulang pulang ke rumah saat jam istirahat.
Sampai sekarang kemudian saya berpikir, "mengapa aktivitas mencuci yang dulu saya lakoni dengan ogah-ogahan malah menjadi aktivitas favorit saya saat ini?".
Teman sekalian, kiranya kado atau hadiah apa ya yang cocok untuk saya haturkan untuk emak? Jika ada ide bolehlah berbagi
Salam,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H