Mohon tunggu...
Akhmad Gojali
Akhmad Gojali Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa Magister Akuntansi, Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak. NIM : 55521110035 Akhmad Gojali, Universitas Mercu Buana, Jakarta

Mahasiswa Magister Akuntansi Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak. NIM : 55521110035 Nama Mahasiswa : Akhmad Gojali Universitas Mercu Buana, Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

UMKM : WPOP dapat PTKP Rp 500 juta dan tarif PPh Final 0,5%, mengapa?

24 Maret 2022   09:22 Diperbarui: 24 Maret 2022   09:38 2073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UMKM : WPOP dapat PTKP Rp 500 juta dan tarif PPh Final 0,5%, mengapa?

Pajak merupakan penerimaan negara terbesar dalam APBN. Oleh karena itu, berbagai kebijakan dilakukan oleh pemerintah demi tercapainya target penerimaan negara dari sektor perpajakan. Salah satunya adalah mengeluarkan peraturan pemajakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (“UMKM”).

Menurut UU No. 20 tahun 2008, usaha mikro merupakan usaha produktif milik perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria aset kurang dari sama dengan Rp 50.000.000,- dan omzet kurang dari sama dengan Rp 300.000,-. Sedangkan usaha kecil merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan/ badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan/ bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria asenya lebih dari Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- dan omzetnya melebihi Rp 300.000.000,- sampai dengan Rp 2.500.000.000,-. Selanjutnya, usaha menengah merupakan usaha produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria asetnya lebih dari Rp 500.000.000,- sampai dengan Rp 2.500.000.000,- dan omzetnya lebih dari Rp 2.500.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000.000,.

Di Indonesia, UMKM merupakan usaha yang paling berkembang dari segi jumlahnya. UMKM juga memainkan peran penting dalam perkembangan ekonomi rakyat pada suatu negara dan berpotensi meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan potensi demikian, disinyalir bahwa keberadaan UMKM juga dapat meningkatkan pendapatan pajak bagi negara. Oleh karena itulah muncul kebijakan atau peraturan pemajakan UMKM.

Peraturan pemajakan UMKM pertama kali diterbitkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu (“PP 46/2013”) yang mulai diberlakukan tanggal 1 Juli 2013. Peredaran bruto yang dimaksud adalah peredaran bruto kurang dari Rp 4.800.000.000, dalam satu tahun.

Dengan adanya PP 46/2013, UMKM tidak perlu susah menghitung pajak nya, karena sebelum adanya PP tersebut, perhitungan PPh nya mengacu kepada Pasal 17 dan Pasal 31E UU No. 36 Tahun 2008 (“UU PPh”), namun dengan adanya PP 46/2018 UMKM cukup dengan melakukan Pencatatan dan menghitung pajak nya hanya dengan mengalikan Tarif PPh Final yaitu 1% dengan peredaran bruto (1% x omset) setiap bulan dan dapat disetorkan setiap bulan maksimal tanggal 15 bulan berikutnya. Sebelum adanya PP tersebut sektor UMKM luput dari pengenaan pajak.

Kemudian pada tahun 2018 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu (“PP 23/2018”) yang berlaku per 1 Juli 2018. Peredaran bruto tersebut sama dengan yang diatur pada PP 46/2013 yaitu tidak melebihi Rp 4.800.000.000 dalam satu tahun pajak dan bisa berbentuk badan usaha WP OP dan WP Badan yang berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) PP 23/2018 :

Pasal 3 ayat :

(1) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan: 

      a. Wajib Pajak orang pribadi; dan

      b. Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas,

 yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Secara tidak langsung PP tersebut mengganti PP 46/2013 perubahan atas mengenai tarif PPh Final berubah menjadi 0,5% x omset dan memiliki jangka waktu untuk penggunaan PPh Final UMKM tersebut sesuai dengan Pasal 2 ayat (2), Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (2)  PP 46/2013. 

Pasal 2 ayat :

(2) Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,5% (nol koma lima persen).

Jangka waktu yang dimaksud adalah sebagai berikut :

  1. WP Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) : jangka waktu 3 tahun sejak PP 23 Tahun 2018 berlaku bagi perusahaan yang sudah terdaftar sebelum PP tersebut berlaku dan 3 tahun sejak terdaftar bagi perusahaan baru terdaftar setelah PP tersebut berlaku;
  2. WP Badan berbentuk CV, Firma dan sejenisnya : jangka waktu 4 tahun sejak PP 23 Tahun 2018 berlaku bagi perusahaan yang sudah terdaftar sebelum PP tersebut berlaku dan 3 tahun sejak terdaftar bagi perusahaan baru terdaftar setelah PP tersebut berlaku;
  3. WP OP : jangka waktu 7 tahun sejak PP 23 Tahun 2018 berlaku bagi perusahaan yang sudah terdaftar sebelum PP tersebut berlaku dan 3 tahun sejak terdaftar bagi perusahaan baru terdaftar setelah PP tersebut berlaku;

Pasal 5 ayat :

(1) Jangka waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yaitu paling lama: 

       a. 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi; 

       b. 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma; dan 

       c. 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.

(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak: 

      a. Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, atau 

      b. Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini. 

Kemudian pada tahun 2021 pemerintah menerbitkan UU No. 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU HPP”) yang salah satunya menyangkut atau secara tidak langsung mengatur pemajakan UMKM khusus Wajib Pajak Orang Pribadi. Pasal pada PP 23/2018 yang terdampak adalah Pasal 4 ayat (2) huruf e diubah, Pasal 7 ayat (2)a ditambahkan dan Pasal 7 ayar (3) diubah yaitu bagi WP OP yang menghitung PPh dengan tarif final 0,5% (PP 23/2018) dan memiliki peredaran bruto sampai Rp 500.000.000 setahun tidak dikenai PPh Final. Sehingga bagi WP OP UMKM yang sudah melebihi Rp 500.000.000 setahun dikenakan PPh dengan tarif 0,5% x omset setelah dikurangi terlebih dahulu PTKP Rp 500.000.000 sesuai dengan Pasal 7 ayat (2a) UU HPP. 

Pasal 7 ayat :

(2a) Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak.

Sebagai contoh Tuan A WP OP UMKM PP 23/2018 memiliki peredaran bruto dan penghitungan PPh Final nya sebagai berikut:

NoBulanPeredaran UsahaPeredaran Bruto
Tidak Kena PajakPeredaran Usaha
Kena PajakPPh Final
0,5%Per bulanKumulatif1Januari           150.000.000           150.000.000           500.000.000 -  - 2Februari           150.000.000           300.000.000 -  - 3Maret           150.000.000           450.000.000 -  - 4April           150.000.000           600.000.000           100.000.000               500.0005Mei           150.000.000           750.000.000           150.000.000               750.0006Juni           150.000.000           900.000.000           150.000.000               750.0007Juli           150.000.000        1.050.000.000           150.000.000               750.0008Agustus           150.000.000        1.200.000.000           150.000.000               750.0009September           150.000.000        1.350.000.000           150.000.000               750.00010Oktober           150.000.000        1.500.000.000           150.000.000               750.00011November           150.000.000        1.650.000.000           150.000.000               750.00012Desember           150.000.000        1.800.000.000           150.000.000               750.000
Jumlah        1.800.000.000        1.800.000.000           500.000.000        1.300.000.000            6.500.000

Dari daftar diatas total peredaran usaha Rp 1,8 M dikurangi peredaran bruto tidak kena pajak Rp 500 juta, jadi Rp 1,3 M yang dikenakan PPh Final 0,5%. Mekanisme pembayaran nya masih sama dengan ketentuan dan peraturan sebelum nya yaitu dilakukan pembayaran setiap bulan maksimal tanggal 15 bulan berikut nya.

Ketentuan pemajakan UMKM yang berubah dengan adanya UU HPP dari PP 23/2018 dan/atau PP 46/2013 hanya khusus Wajib Pajak Orang Pribadi, sedangkan untuk Wajib Pajak Badan baik berbentuk PT maupun CV, Firma dan sejenisnya tetap mengikuti ketentuan pajak sesuai dengan PP 23/2018 yaitu apabila sudah melewati jangka waktu yang ditetapkan yaitu untuk PT 3 tahun dan untuk CV/Firma 4 tahun, maka akan kembali kepada ketentuan dan peraturan perpajakan yang berlaku umum yaitu dengan tarif Pasal 17 atau Pasal 31E UU PPh dan wajib menggunakan sistem Pembukuan, tidak diperkenankan hanya pencatatan.

Kesimpulan mengenai pemajakan UMKM di tahun 2022 sbb :

 1. UMKM berbentuk PT:

  • Sudah terdaftar sebelum berlaku PP 23/2018 : sudah kembali kepada ketentuan dan peraturan perpajakan Pasal 17 atau Pasal 31E UU PPh sejak tahun pajak 2021.
  • Belum terdaftar pada saat berlaku PP 23/2018 : menggunakan tarif 0,5% x omset PP 23/2018 maksimal 3 tahun sejak terdaftar wajib pajak.

2. UMKM berbentuk Koperasi/CV/Firma dan sejenisnya:

  • Sudah terdaftar sebelum berlaku PP 23/2018 : sudah kembali kepada ketentuan dan peraturan perpajakan Pasal 17 atau Pasal 31E UU PPh mulai tahun pajak 2022.
  • Belum terdaftar pada saat berlaku PP 23/2018 : menggunakan tarif 0,5% x omset PP 23/2018 maksimal 4 tahun sejak terdaftar wajib pajak.

 3. UMKM WP OP : 

  • Berlaku ketentuan UU HPP, dimana peredaran usaha Rp 500 juta tidak dikenakan PPh Final, lebih dari peredaran usaha Rp 500 juta dikenakan PPh Final 0,5% x omset setelah dikurangi PTKP Rp 500 juta.

Kemudian yang menjadi pertanyaan kenapa ketentuan pemajakan UMKM tersebut dilakukan perubahan?. 

Bila merujuk kepada tujuan dari UU HPP yaitu untuk memperluas basis pajak, menciptakan keadilan, kesetaraan dan kepastian hukum,  penguatan administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan.

Menurut hemat penulis yang sudah dijelaskan diawal, bahwa potensi pajak dari sektor UMKM sangatlah besar dan ditambah lagi belum tersentuh atau masih luput dari pemajakan oleh pemerintah. Maka dari itu adanya penurunan tarif dari 1% menjadi 0,5% kemudian adanya PTKP Rp 500 juta merupakan salah satu cara pemerintah dalam memperluas basis pajak dan dapat meningkatkan kepatuhan, yang salah satunya menarik sektor UMKM untuk dapat memenuhi kewajiban perpajakan nya dengan mudah dan juga efisien, sehingga target Wajib Pajak baru dapat tercapai dan target pendapatan negara dari sektor perpajakan dapat tercapai dan juga dapat meningkatkan tax ratio Indonesia.

Namun penulis juga berasumsi bahwa ketentuan dan peraturan perpajakan bersifat dinamis, termasuk ketentuan dan peraturan yang berkaitan dengan UMKM. Karena bersifat dinamis, sehingga dimungkinkan akan berubah dan terus berubah mengikuti tren, namun yang terpenting adalah perubahan-perubahan yang dilakukan harus mengedepankan asas keadilan, kesetaraan dan kepastian hukum, sehingga tidak membebani sektor UMKM dan penerimaan negara sektor perpajakan dapat meningkat begitupun dengan tax ratio Indonesia. 

Penulis :

Akhmad Gojali, SE., CTAP.

Mahasiswa Magister Akuntansi Univ. Mercu Buana

NIM : 55521110035

 

 Referensi:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
  3. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan;
  4. Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan;
  5. Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun