Kami sudah mencoba membicarakan hal ini dengan pihak pengelola MADIN, tapi tidak menemukan jalan keluar kecuali harus 'mengemis' nilai kepada masing-masing dosen yang bersangkutan. Sudah pula kami melaporkan ke Rektor IAIN Jember, Bapak Babun Suharto. Tetapi jawabanya: "Sistem yang dijalankan itu sudah benar. Coba diurusin lagi, pasti bisa!"
Maka dengan sangat terpaksa, saya memberani-beranikan diri untuk mempermalukan diri saya sendiri, karena harus berburuk sangka kepada STAIN Jember: bahwa program GPAI, PERGUNU, SD, MI, MADIN, dan program-program lain-lain adalah sebuah strategi ampuh untuk mengubah diri, dari S-T-A-I menjadi I-A-I-N.
Singkat kata, kisah Madin (Madrasah Diniyah) masih sama: keberadaannya baru diakui dalam UU setelah 3 abad ia berbakti. Kini ia masih menjadi alat untuk menaikkan rating prestasi supaya suatu perguruan tinggi naik kelas. Tutup kata saya:Â jika boleh minta saran, kelanjutan cerita Prodi MADIN 3 Jurusan Tarbiyah IAIN Jember ini bagaimana? (Kirim jawaban Anda ke komentar ini; selesai tidak selesai, kumpulkan. Kuliah tiga bulan, lulus mendapat gelar S.Ng.Ps [Sarjana Ngapusi])
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H