Mohon tunggu...
Khus Indra
Khus Indra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pecinta Sastra dan Seni |\r\nPengagum pemikiran Friedrich Nietzsche | Pengkritik ulung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Parahnya Polisi Lalu Lintas Kita

27 Juli 2013   14:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:57 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali, implementasi polisi lalu lintas kita sepertinya kurang baik. Ketika menjelang lebaran atau hari raya seperti ini, razia pun terjadi dimana-mana (padahal hanya mencari duit) terkesan hanya menunggu momentum. Tugas seperti menguraikan kemacetan di jalananpun seolah tak digubris oleh polisi lalu lintas kita.

Sore kemarin (27/7), hal itulah yang tampak di jalan raya serang km 18, Cikupa. Kita semua tahu bahwa ketika pukul 16.30-17.30 merupakan jam-jam di mana hampir seluruh karyawan kantor/ pabrik beranjak untuk segera pulang ke rumah mereka sehari-hari. Dan, tidak heran juga, ketika jam tersebut, volume kendaraan akan bertambah di jalanan. Jalan raya  serang, Cikupa merupakan daerah perindustrian yang tergolong cukup besar dan jumlah pabriknya juga banyak. Masing-masing pabrik tentunya memiliki jumlah karyawan yang banyak juga. Akibatnya, sekitar pukul 16.45 sore ,jalan tersebut sangat ramai dipenuhi oleh kendaraan yang melalui perlintasan jalan raya serang. Semua tertumpah ruah di jalan tersebut ketika itu. Dari mulai sepeda, angkot, bus, mobil pribadi, truk kecil, truk besar,dan motor pribad menghiasi jalanan beraspal itu.

Fenomena jalan raya yang klasik yaitu 'kemacetan' pun terjadi. Hal ini terjadi karena jalanan yang sekiranya memiliki lebar 12-14 meter dan memiliki 2 jalur, 1 jalur seharusnya dimuat oleh 3  baris mobil dan 1 jalurnya juga dimuat oleh 3 baris mobil seukuran mobil kapsul. Tetapi, sore itu berubah, yang 1 jalur tiba-tiba dimuat oleh 5 baris mobil, dan 1 jalurnya lagi menjadi 1 mobil. saja. Dan puncaknya adalah pertigaan jalan di km 18 tidak dapat diurai. Masing-masing pengendaraan dengan kegoisannya berusaha untuk tetap menyerobot satu sama lain. Tidak ada yang mau mengalah. Saling teriak dan menuduh pun terjadi, termasuk angkot yang saya tumpangi. Semuanya panas dan menyelesaikan persoalan dengan emosi untuk segera pulang/ balik ke rumah masing-masing.

Tiada yang mau mengalah untuk memberi jalan ke sesama pengguna kendaraan, itu yang bisa digambarkan penyebab dari kemacetan sore itu. Nyaris tidak ada satu polisi lalu lintas yang berada di sana untuk mengurai kemacetan itu. Padahal, jalanan itu termasuk jalanan besar dan merupakan jalan penghubung. Dan pada saat itu, yang sontak muncul dibenak saya adalah, "Ke manakah polisi lalu lintas kita, yang tugasnya untuk membantu para pengguna jalan dalam mengakses jalanan yang dilewati?"

Kemacetan yang terjadi sekitar 45 menit itu, akhirnya muncul beberapa warga setempat (Sekitar 4 orang) yang dengan baik membantu untuk menguraikan jalanan yang tidak berjalan selama 45 menit. Mereka mengatur pertigaan itu tanpa menggunakan peluit, hanya bermodal teriak dan gerakan tangan, mereka mencoba untuk menguraikan kemacetan itu. Tidak sedikit pula, pengguna kendaraan yang tidak mematuhi mereka, diteriak oleh para malaikat kemacetan itu. Jika masih ada beberapa pengguna kendaraan yang melewati batas jalurnya, para malaikat itu berusaha keras untuk menyadarkan para pengguna jalan bahwa pengguna jalan tersebut telah melewati batas jalur dan seharusnya bertindak sabar dan tidak menyerobot satu sama lain.

Sekitar 25 menit berlalu, kemacetan itu dapat terurai. Para malaikat itu pun kembali ke sebuah warung, dimana tempat mereka muncul pada awalnya. Lalu, angkot yang saya tumpangi kemudian bergerak maju menuju tujuannya. Dan sekitar 3-5 menit dari lokasi macet atau sekitar 500 meter dari lokasi, pemandangan yang merubah paradigma saya mengenai polisi lalu lintas pun berubah. Sekitar 500 meter dari lokasi kemacetan, ternyata sekitar 10 lebih petugas polisi lalu lintas berjaga di sebuah persimpangan jalan. Dan yang mereka jaga itu bukan menertibkan jalanan, tetapi menertibkan para pengguna motor yang melanggar beberapa pelanggaran lalu lintas dalam bermotor, seperti tidak memakai helm, lampu depan tidak nyala, tidak adanya SIM, dan lain-lain. Hal ini merubah seluruh paradigma saya mengenai polisi, karena apa? Karena kepentingan mereka bukan menjaga dan mengurai kemacetan di tengah penatnya kendaraan, tetapi mencari duit untuk lebaran dengan merazia satu per satu motor. Boleh saja merazia, tetapi pada saat itu tanggung jawab untuk mengurai kemacetan dan menertibkan jalanan lebih penting dari pada merazia satu per satu kendaraan bermotor.

Selumrahnya apakah polisi itu tidak tahu bahwa 500 meter dari lokasinya itu ada kemacetan yang begitu parah? Keegoisan polisi lalu lintas. Pastinya mereka tahu kejadian itu, tapi mereka lebih mementingkan merazia motor untuk memberi denda kepada setiap pengguna kendaraan bermotor yang melanggar lalu mendapat duit untuk disimpan di kantong masing-masing. Kacau! Busuknya polisi kita!

Sebagai catatan untuk polisi lalu lintas kita, janganlah hanya karena untuk mencari duit buat lebaran menghabiskan waktu untuk mengurusi razia jalanan dan mengesampingkan tugas untuk menjaga, menertibkan dan mengurai permasalahan yang terjadi di jalan raya terutama Kemacetan.

*Nb : Penulis tidak dapat mengambil foto pada saat itu, karena baterai Hp penulis habis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun