Sertifikasi tanah sebetulnya bagus untuk tertib adminitrasi dan menghindari tumpang tindih kepemilikan. Maklum saja harus diakui banyak tanah dipedesaan maupun di kota tidak memiliki dokumen resmi kepemilikan. Sertifikasi tanah juga perlu untuk pemerintah memetakan dan membuat tata ruang yang harmonis.
Tetapi disisi lain, sertifikasi tanah bisa menjadi malapeta besar pada bangsa ini, jika sosialisasi dan edukasi tidak dilakukan dengan cara yang intensif dan dipahami. Bagi banyak orang tanah merupakan kekayaan terbesar sekaligus sumber penghasilan. Dengan sertifikasi, tanah akan mudah berpindah tangan dengan mudah. Hal inilah yang harus diantipasi. Jangan sampai karena kemudahannya berpindah tangan. Banyak rakyat terusir dari tanah nya, banyak sawah berpindah fungsi dengan harga murah.
Gaya hidup makin konsumtif
Saat ini Handphone dan mobil (kendaraan) menjadi barang yang paling tepat untuk menunjukkan gengsi bagi mayarakat menengah bawah. Banyak pegawai dengan gaji 4 juta tapi HP nya seharga 5 juta. Padahal kita tahun, setiap tahun produsen HP selalu mengeluarkan HP baru dengan marketing yang sangat menggoda. Menenteng HP dengan logo buah apple atau HP dengan camera berderet besar besar dianggap layak untuk dipamerkan sebagai foto selfi di media sosial. Demikian juga dengan mobil. Melakukan foto didalam mobil dianggap dapat menaikkan pamor sekaligus komentar dan like di media sosial.
Godaan untuk memiliki kedua benda ini bisa menjadi pemicu orang gelap mata. Memang mereka tidak melakukan tindak kriminal, tetapi godaan pinjaman online yang makin mudah, menyebabkan sertifikat tanah menjadi alternatif yang menggiurkan.
Pinjaman Online
Regulasi pinjaman online saat ini sangat kurang. Banyak permainan angka dan peraturan yang memberatkan. Celakanya bagi orang yang sudah kebelet selfi dengan HP terbaru didalam mobil bagus, semua angka dan peraturan itu dianggap tidak lagi penting.Â
Fintech itu sebetulnya bukan sekedar koperasi simpan pinjam atau rentenir yang digitalisasi, tapi sistem pembayaran yang cashless dan multi platform. Sistem pembayaran cashless ini penting dijaman yang serba online, tapi juga membantu Bank Indonesia mengurangi biaya cetak uang fisik, memudahkan tracking tindak kejahatan keuangan dan juga mengefisiensikan bisnis.
Tanggungan Elektronik
Perpaduan, sertifikat tanah, pinjaman online dan tanggungan elektronik adalah bahaya nyata bagi banyak orang. Sudah banyak kasus kasus pinjaman online yang menyebabkan orang sangat menderita bahkan dipecat dari kantornya.Â
Dengan semakin mudahnya tanah dijadikan agunan bahkan untuk hal yang konsumtif, maka ancaman banyak orang kehilangan tanah sebagai tempat tinggal atau sumber penghasilan menjadi makin nyata.
Mungkin saat ini ancaman seperti ini terlihat mengada - ada. Tetapi dua sampai lima tahun kemudian, saat jatuh tempo pinjaman terjadi, maka masalah seperti ini menjadi makin mudah dilihat disekitar kita.Â
Itu sebabnya perlu regulasi pelindung bagi tanah rakyat. Jangan sampai apa yang semula dianggap baik dengan sertifikasi tanah. Kemudian menjadi bencana besar bagi rakyat ini.
Kasus hutang PLN sebesar 500 trilyun rupiah, PMN di BUMN BUMN dan korupsi Jiwasraya menunjukkan bahwa niat baik saja tidak cukup. Program listrik nasional bagus, pemberdayaan BUMN bagus, infrastruktur bagus. Tetapi apa yang dianggap bagus diawalnya terbukti sudah menjadi beban keuangan negara yang sistematis.
Kebijakan bagus akan menjadi buruk dikemudian hari jika tidak dilakukan antisipasi dan regulasi untuk memastikan semua dilakukan dengan selalu terukur tahap demi tahapnya. Jangan sampai semua yang dibangun bukan menjadi sumber kebaikan tetapi justru menjadi sumber masalah baru yang kita sulit keluar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H