Mohon tunggu...
Yakob Godlif Malatuny
Yakob Godlif Malatuny Mohon Tunggu... Dosen - verba volant scripta manent

Dosen dan Peneliti

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Literasi Media: Preferensi Warga Negara Muda di Era Disrupsi

27 Juli 2020   14:17 Diperbarui: 27 Juli 2020   14:31 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

LITERASI MEDIA MENJADI PREFERENSI

Di era disrupsi, pengetahuan tentang literasi media menjadi preferensi bagi warganegara muda untuk melatih keterampilan berpikir kritis sehingga menghasilkan keterampilan interpretasi, analisis, dan evaluasi berita. Pada gilirannya dapat membantu mereka untuk menentukan kebenaran suatu berita. Literasi media mengaktifkan akal sehat, namun menonaktifkan kepentingan kelompok tertentu yang diseludupkan melalui berita. Kebenaran berita ditelusuri melalui tahapan yang mendalam sehingga berita palsu dapat diketahui secara mudah.

Bagi wargangera muda yang melek media tentu melakukan beberapa hal penting sebagai langkah pencegahakan atas kejadian buruk yang akan terjadi di media. Kesatu, kebenaran sebuah berita di media didalami menggunakan rumus tanya 5W+1H (what, where, when, who, why and how). Berita digali secara utuh lewat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Tindakan ini menjadikan mereka sebagai konsumen media yang aktif ketika menemui sebuah berita. Mereka dapat menyadari isi pesan di media kemudian mengkritisi jika dianggap mengandung resiko.

Kedua, penelusuran terhadap fakta dan data dari sumber lain untuk memastikan kebenaran berita. Media yang dianggap paling kredibel seperti Kompas TV, TV One, Metro TV, dan Net TV maupun Kompasiana, Detik.com, sebagai media online dapat dijadikan rujukan dalam mengonfirmasi kebenaran berita. Di sini, mereka dapat menemukan dan menyingkapkan isi berita yang sebelumnya belum dimengerti secara jelas. Tindakan ini sejalan dengan teori korespondensi yang menegaskan bila sebuah pernyataan tidak sesuai dengan, atau tidak merujuk fakta yang sahih, maka pernyataan tersebut bohong (Suryadi, 2017). Teori ini menjadi acuan bagi mereka saat melakukan konfirmasi terhadap suatu berita.

Ketiga, setelah mengetahui kebenaran berita, mereka berpartisipasi aktif untuk menjelaskan kebenarannya secara gamblang kepada orang lain yang bertanya tentang suatu berita. Terhadap tindakan itu termasuk dalam kategori literasi menurut National Leadership Conference on Media Education tentang komunikasi dimana seseorang mampu mengkomunikasikan pesan yang diterima dari media dalam bentuk apa saja kepada orang lain secara benar (Hobbs, 1998). Satu aspek penting literasi media ini adalah perubahan cara pandang terhadap media (Buckingham, 2001). Sebab, media memiliki fungsi edukatif atau pun non edukatif bergantung dari muatan pesan informasi yang disampaikannya (Winataputra, 2012: 36-37). Namun, media dipercaya memiliki kekuatan yang sangat besar untuk membentuk opini dan kepercayaan, mengubah kebiasaan hidup, dan membentuk sikap berdasarkan kontrol dari warga (Bauer, 1960).

Dalam gaya konsumsi budaya populer pengetahuan tentang literasi media menjadi sebuah keharusan bagi warga negara. Kajian tentang literasi media dirasakan sangat penting dilakukan (Livingstone, 2004; Mihailidis, 2006). Langkah ini membuat warga negara muda secara kritis melihat dan membedakan informasi yang baik dan buruk di media (Hobbs, 1998). Selain itu, memberikan publik kontrol lebih daripada sekedar interpretasi atas teks media (Potter, 1998). Sebab, akhir-akhir ini pengelola media di tanah air lebih bertanggungjawab pada pemilik media yang memodali usaha media ketimbang warga yang menjadi khalayak media tersebut.

Beberapa media di tanah air telah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan yang berpengaruh. Tentu sangat menentukan pilihan berita, cara penyampaian, serta besarnya liputan. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan itu bertujuan mencari untung. Karena itu, berita-berita yang tidak menguntungkan para pemilik media tersebut biasanya tidak akan diliput. Persoalan lainnya adalah sebagian besar media sosial telah terkontaminasi dengan kepentingan politik dan ekonomi. Akibatnya berita yang diproduksi oleh jurnalis sarat dengan kepentingan.

Suryadi (2017), mengeluhkan berita baik kurang diminati karena telah terjadi persaingan yang amat ketat antarmedia. Berita terkait kejadian buruk lebih dikejar, dan mendapat porsi cukup besar dalam pemberitaan sementara kejadian baik hanya menjadi berita biasa atau bahkan tidak diberitakan di media. Persoalan ini menjadi pelajaran penting bagi setiap warganegara bahwa kebebasan media dalam menyampaikan pendapat secara bertanggung jawab berdasarkan telah gagal dilakukan. Kemelekan warga negara muda terhadap beragam berita di media menjadi preferensi untuk menyelamatkan mereka dari terpaan berita palsu. Pada dasarnya literasi media sebagai upaya pembelajaran bagi khalayak media sehingga mereka menjadi khalayak yang berdaya hidup di tengah dunia yang sesak media (Iriantara, 2009: 13). Karena itu, mutlak membekali setiap warga negara muda dengan pengetahuan tentang literasi media. (***)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun